22. Strangers - Crish

1.5K 83 16
                                    

Axton dan Crish melihat Kei yang setengah terbangun.

"Kau sudah bangun? Kau dengar aku?" Tanya Crish mendekat ke arah Kei.

Kei hanya mengangguk lemas. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Kepalanya pusing. Crish mengelus dahi Kei yang mengernyit. Axton menatapnya tidak suka.

"Kau! Aku kesini karena khawatir pada--" Ucapan Axton terpotong saat Kei mulai menyahut,

"Khawatir pada siapa? Aku? atau anak yang bukan anakmu?" Timpal Kei sinis.

"Daripada membuang waktu lebih baik kau pergi." Lanjutnya dan kembali menutup mata.

Terdengar suara kaki diiringi dengan suara pintu tertutup membuat Kei bisa bernapas lega.

--

Kei terbangun dilihatnya langit sudah gelap. Ia sedikit tersentak melihat Crish yang tertidur di pinggir ranjangnya dalam keadaan tidak nyaman.

"Crish bangun." Kata Kei mengguncang tubuh Crish.

"Crish.." Panggilnya lagi.

Badan yang semula lemas dengan pelan terbangun. Mata biru terang yang sudah lama tidak Kei lihat manatapnya lagi setelah bertahun-tahun lamanya.

"Ada apa? Kau butuh apa?" Tanya Crish lemas.

"Tidak. Ehm.." Kei terbatuk setelah mengatakan tidak.

"Tenggorokanmu kering, eh? ini minum."

Crish menyodorkan air putih yang semula berada di nakas. Kei meminum air tersebut sambil menatap Crish.

"Kau tak merindukanku?" Tanya Crish tiba-tiba, membuat Kei terbatuk-batuk hebat.

"Pelan-pelan, kau memikirkan apa?"

Kei menatap wajah Crish lama. Hampir dua puluh tahun? Atau lebih? Crish meninggalkan negara ini untuk mengikuti ibunya. Saat itu Kei mengingatnya dengan jelas, anak laki-laki dan perempuan sedang bermain air di tengah hujan memakai seragam sekolah dasar.

Matanya seolah tersihir, sepertinya Kei merindukan sahabatnya.

"Kau memandangiku terus. Yah, mau bagaimana lagi? Aku memang setampan itu."

Crish berdiri mengambil apel merah di dalam loker.

"Apa aku mimpi?" Kei menampar pipinya sendiri.

"Kau sedang berada di surga. Aku malaikat." Jawab Crish santai.

"Ah, aku tidak mimpi."

Dua puluh tahun lebih mereka tidak saling bicara maupun mengirim pesan. Terakhir waktu kelulusan sekolah menengah, Kei masih menyimpan foto kelulusan Crish bersama ibunya.

"Bagaimana keadaan ibumu?" Tanya Kei sambil memakan apel yang di sodorkan Crish.

"Yaa, sudah sehat. Makanya aku kembali."

"Kenapa kau kembali? Kau kan punya segalanya disana?" Tanya Kei penasaran.

Crish bukan laki-laki biasa. Dia mewarisi hampir dua puluh cabang rumah sakit kakeknya di lima negara. Tapi sayangnya, ia tidak melanjutkan sekolah kedokteran karena takut melihat darah dan memilih duduk di atas memantau rumah sakit.

"Aku hanya berkunjung ke rumah daddy, teleponnya berdering saat itu." Jelasnya singkat. Kei mengangguk.

"Mau keluar? Jalan-jalan bersamaku sebentar?" Ajak Crish.

Kei mengangguk dan mulai berdiri perlahan bersiap membawa infusnya. Hampir tengah malam, lorong rumah sakit sangat sepi. Lorong sudah hampir selesai terlewati namun Crish tidak mengajaknya bicara sama sekali.

"Kei, kau yakin bisa melahirkan anak itu?" Tanya Crish penasaran.

"Kenapa? Apa aku terlihat tidak bisa melahirkan anak?" Jawab Kei bercanda.

"Bukan kau, tapi ayahnya." Kei mematung.

Benar, masalah sebenarnya disini bukan dirinya tapi suaminya. Suami sementaranya.

Kei tertawa, "Tidak apa-apa. Ayahnya baik kok." Jawabnya santai.

Crish mengangguk memasuki lift untuk turun.

"Sudah dua puluh tahun wajahmu tidak berubah." Crish meneliti Kei melalui cermin lift.

"Tapi kau terlihat bertambah tua." Goda Kei sambil tertawa.

Mereka tertawa bersama, rasanya aneh dan menggelikan. Crish teringat kejadian tadi, melihat Kei membentak seseorang seperti itu bukan seperti Kei yang dia kenal.

"Kau membuatku mual dengan kata-katamu." Kei terkikik memukul pundak Crish, membuatnya sadar dan ikut tertawa.

"Kau mual karena hamil."

"Tidak, karena geli melihat ketengilanmu."

"Kau benar-benar tidak berubah." Kata Crish mulai lelah menanggapi.

Mereka berjalan menyusuri taman yang gelap. Disinari lampu hiasan kecil, Kei menatap Crish lagi untuk kesekian kalinya.

"Apa aku tampan sekali?"

Kei menggeleng, "Rasanya aneh melihatmu lagi."

"Kau akan menetap disini?" Tanya Kei mengalihkan.

"Tidak, aku akan ke Jepang untuk dinas. Kau mau ikut?"

"Dengan perut besarku, hm?" Kei mengelus perutnya sayang.

Crish menangkap momen itu. Kei  terlihat seksi dengan baju rumah sakit sedang mengelus perutnya yang mulai membesar. Sedikit terenyuh melihat gadis kecil yang selalu ia jaga harus mengalami ini.

"Ah, jangan menatapku seperti itu. Aku benar-benar tidak apa-apa. Aku senang."

Mereka terus berjalan sampai Kei tidak mendengar suara langkah yang mengikutinya. Kei menengok melihat Crish yang masih menatapnya dengan kasihan dan khawatir.

"Jika ada yang menyakitimu, hubungi aku." Kata Crish dingin.

Kei mengangkat bahunya, "Okay." Jawabnya ringan meneruskan langkahnya.

--

Seorang laki-laki turun dari mobil dengan perasaan campur aduk. Ia berjalan menuju pintu masuk rumah sakit.

Dilihatnya sosok wanita yang mengusiknya akhir-akhir ini sedang berjalan dengan laki-laki lain dan tertawa.

"Holly shit."

Laki-laki itu menghampiri wanita yang tertawa keras, dengan perasaan kesal.

"Ikut aku." Katanya tegas.

Kei mengerjap beberapa kali mengimbangi langkah kaki Axton yang terlalu cepat. Axton berhenti di tempat yang sepi.

"Kenapa? Apa lagi?" Tanya Kei sedikit meringis karena infusnya tertarik saat lari tadi.

"Sepertinya kau harus menggugurkan kandunganmu." Kata Axton tiba-tiba.

Kei tertegun hatinya sakit mendengar kata-kata itu. Menggugurkan kandungan yang sudah ia perjuangkan? Tidak mungkin.

"Aku gila?!" Teriak Kei.

Axton terkekeh, "Kenapa? Kita bahkan tidak tahu siapa ayahnya. Gugurkan saja." Katanya mencemooh.

"Mungkin pria disana itu ayahnya, siapa tau?" Lanjutnya dingin.














Bersambung...

Vote dan Komen ❤❤


Strangers I'm In LoveWhere stories live. Discover now