7. Strangers - Russia

6.9K 251 4
                                    

Happy reading!!

--

Kei menatap data perusahaan yang makin sekarat. Ia tidak mau melihatnya. Sedikit banyak mungkin ini karena dirinya.

"Bagaimana ini daddy?" Tanyanya pada Jeremy yang mengangkat salah satu alisnya.

"Daddy pikir kau sudah menandatangi kesepakatan dengan Hamilton, tapi apa ini darl?" Tanya Jeremy balik.

Guinavarre Group sebelumnya tidak selemah ini. Perusahaan yang bergerak hampir dua puluh tahun ini berada di ambang kebangkrutan setelah sekian lama.

"Jangan membahas itu." Kata Kei dengan tatapan tajamnya.

Jeremy menatap nyalang Kei. Semuanya sudah di depan mata dan Kei dengan yakin menolaknya.

"Terserah padamu, daddy tidak akan membantu." Jeremy meninggalkan Kei yang komat-kamit menyumpahi semua orang yang mendesaknya.

Kei akan mengerahkan semuanya, semua yang dia punya untuk menaikkan kembali reputasi perusahaannya. Apapun itu yang akan membuat Jeremy bangga padanya.

"Seira! Kerahkan semua yang kita punya dan bekerjalah dengan keras!!" Teriaknya memekakan telinga.

Seira menundukkan badan dan pergi untuk melaksanakan perintah. Kei harus bergegas mengunjungi beberapa negara untuk bekerjasama dan memeriksa cabang perusahaan.

--

Helikopter terpakir tepat di atap perusahaan seseorang. Kei sudah berada di Russia, ia akan menemui kolega yang mungkin bisa membantunya.

Ia menuruni helikopter dengan pakaian rapi dan kacamata hitam, diikuti oleh Seirra. "Sergio didalam?" Tanya Kei pada Seirra.

"Ya, nona." Jawab Seirra.

Kei di sambut beberapa orang yang dikenalnya. Hanya saja ia tidak menemukan Sergio menyambutnya. Yah, seperti biasa, orang itu tidak akan pernah menyambutnya dengan ramah.

"Ayo." Semua orang membukakan jalan untuk Kei dan mengikutinya menuju ruangan sakral seorang Sergio.

Seorang lelaki menghadap ke arah jendela melihat pemandangan yang membuatnya sedikit muak dengan wine yang berada di tangannya.

"Gio." Sapa Kei melihat lelaki yang terlihat lebih kurus dari sebelumnya.

"Kau sudah sampai?" Tanyanya sambil membalikkan badan.

Setelan berwarna apapun pasti cocok untuk Sergio yang memang tampan. Satu tangannya ia masukkan dalam saku membuatnya tampak sangat menawan dan berkharisma.

"Kau mendatangiku saat kau butuh saja. Sekarang ada apa?" Gio duduk di sofa menghadap Kei yang sudah duduk tanpa diperintah.

"Kau tau, jika orang mau berteman denganmu itu omong kosong! Kita berteman karena saling membutuhkan."

Sergio terkekeh, "Sudah kuduga, cepat katakan ada apa?"

"Bukankah kau seharusnya tau apa yang sedang kulakukan disini?" Gio mengendikkan bahunya acuh.

Sergio menatap perempuan di depannya dengan tatapan mengejek. Dulu saja dirinya hanya sampah bagi Kei. Sampah tak berguna yang berakhir disini.

Kei menghembuskan napasnya berat, "Bisakah kau membantuku sekali ini saja, Gio?" Pintanya dengan wajah putus asa.

Gio tidak pernah melihat Kei seperti ini. Menyenangkan juga melihat kakaknya ini menderita. Benar, kakak tiri yang membuangnya.

"Mengapa meminta bantuan sampah tak berguna sepertiku, kakak?" Tanya Gio tersenyum miring.

Kei turun, berlutut dilantai. Katakanlah ia gila. Demi apapun jika bantuan kecil dari Gio bisa merubah segalanya, ia akan melakukan apapun. Tapi, ia tidak akan sudi jika harus berurusan dengan Hamilton. Tidak akan.

"Sekali ini saja."

Gio merasa kasihan dengan kakaknya. Dulu saat dirinya kecil Kei yang membantunya tumbuh menjadi dirinya sekarang, walaupun akhirnya dibuang.

"Seputus asa inikah dirimu kak? Hahaha, baiklah katakan apa yang aku harus lakukan?"

Kei memanggil Seirra dan memberikan rincian pada Gio untuk ditanda tangani. Kei tidak meminta banyak.

"Hanya ini? Kau yakin?" Gio terkekeh.

"Jika kau berinisiatif aku tidak menolak." Kei mengambil wine Gio yang ada di meja.

Setelah menandatangani rincian tersebut Gio menelpon sekertarisnya untuk melakukan hal yang sudah ia sepakati dengan Kei.

"Aku akan menemui mommy nanti." Kei menatap datar Gio.

"Dia bukan ibumu, berhenti menemuinya." Cegah Kei.

Gio tersenyum pahit. Angela menurutnya adalah ibu terbaiknya. Hanya saja, jika bukan karena Kei, dirinya pasti bisa melihat ibunya sepanjang hari.

"Aku tidak janji. Oh! Jangan merasa sok tinggi kak, karena kapanpun aku bisa merebut kursimu." Kei mengedipkan matanya beberapa kali.

Kurang ajar, batinnya. Gio memang mudah untuk disingkirkan dan sayangnya mudah untuk bangkit. Kepercayaannya yang kuat akan sesuatu yang ingin dimilikinya bukan main-main. Jadi, Kei berusaha tidak mengganggunya sampai hari ini.

"Datang saja, datang dan temui mommy. Ia pasti sangat merindukan putranya." Kata Kei terpaksa sambil menekan kata 'putranya'

Gio berjalan menuju pintu berniat membukakan pintu untuk mengeluarkan kakaknya. Mulutnya sangat tajam tidak relevan dengan imagenya.

"Aku pergi dulu Gio."

Gio tidak menjawab dan segera menutup pintunya. Entah mengapa ia menyesal menandatangani kertas tadi untuk Kei yang bahkan tidak berterimakasih padanya.

"Kau siapa Gio beraninya membayangkan kakakmu akan memelukmu?" Gio terkekeh. Tidak mungkin.

Kei sangat membencinya dan akan terus membencinya. Gio percaya itu.











Bersambung..

Vote + komen to next chapter

Strangers I'm In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang