1

19.2K 1K 23
                                    

"Aku tidak memintamu memasaknya." Jun menggeser dengan kasar piring di meja. Ada empat jenis makanan berbeda untuk sarapan pagi ini.

"Apa yang salah kali ini?" tanya Ariana, wanita muda yang dipilih menjadi ibu sambung untuk ke empat anak dari laki-laki yang telah menikahinya.

"Jangan memasang muka malaikat," sindir Jun.

Ariana meneguk ludahnya. Bangun pagi menyiapkan sarapan untuk anak-anak Ardi William adalah pekerjaan yang dilakukan dengan ikhlas selama ia menjadi istri lelaki itu.

"Maaf. Aku bisa memasak yang lain, katakan saja apa yang kamu inginkan." Ariana menunggu Jun, putra sulung Ardi memberitahunya.

Alih-alih mendapatkan jawaban, wanita yang baru tinggal selama satu minggu di rumah besar itu harus menyaksikan makanan buatannya dibuang ke tempat sampah beserta piringnya.

"Temui THT, pendengaranmu sepertinya terganggu." Jun meninggalkan dapur tanpa melihat wajah syok ibu tirinya.

Dengan sedih, wanita itu mengambil piring yang dibuang ke tempat sampah. Hanya piring yang bisa diselamatkan, tidak dengan nasi. Mudah sekali dia membuang makanan, tidak tahukan Jun di luar sana banyak orang mencari makanan sisa di tempat sampah? Bahkan ada yang rela memakannya walaupun sudah basi demi perutnya terisi?

Hanya dalam hati keluh itu tersampaikan. Ariana sadar diri, alasannya berada di sini tak lain adalah keharusannya menjadi istri Ardi William.

Jun, Saira, Uki dan Mona. Keempat anak Ardi, tidak ada satupun dari mereka yang menyukainya. Bahkan Uki dan Mona yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Anak sekecil itu sudah membencinya, apalagi kakak-kakaknya.

Ariana masih berproses untuk menjadi ibu sambung bagi keempat anak Ardi. Tidak mudah mengingat usia juga pengalaman yang belum mendukung terlebih selama satu minggu ini tidak ada masukan apapun dari Ardi selaku suami. Ariana melakukan tugas sesuai yang diketahuinya, tapi tetap salah di mata anak-anak Ardi.

Adalah Saira, anak kedua Ardi. Gadis remaja itu cukup galak, sering membentak jika Ariana tidak peka. Senin kedua ia sekolah sejak Ariana tinggal bersama mereka. "Bisa cepat enggak sih! Lelet minta ampun!"

Ariana yang diminta Saira mengambil kaos kakinya bergegas turun dari tangga.

"Buta ya?! Ini hello kitty. Aku mintanya apa?"

Kaos kaki bermotif, Ariana menjawab dalam hati. "Kamu tidak bilang motifnya," kata Ariana. Kaos kaki di tangannya di rampas oleh Saira.

"Uki! Sudah siang, cepetan. Mona juga belum turun." Saira meneriaki adiknya, namun mata menatap tajam ke arah Ariana.

"Tante saja yang panggilin." kedua kali Ariana naik ke lantai dua mengetuk pintu kamar Uki dan mona.

"Ditungguin mba Saira, sudah siapan?"

"Sudah," jawab Uki malas. Ia menarik tangan adiknya. "Minggir!" titah Uki sedang Mona tampak tidak memperhatikan karena mata masih mengantuk.

"Tante sudah siapin bekal," kata Ariana bergegas menuju ke meja makan mengambil tiga wadah nasi. Dari bibi, Ariana tahu jika anak-anak terlambat maka harus menyiapkan bekal untuk sarapan di mobil dan saat di kelas nanti.

"Mona enggak mau susu putih!" anak kecil itu menepis gelas di tangan Ariana hingga pecah jatuh ke lantai.

Tentu Ariana terkejut. "Susu coklat habis," katanya dengan terbata melihat wajah Mona yang terlihat ingin menangis.

"Mona lapar, bangun enggak ada sarapan. Bunda! Mona mau Bunda!" terjadilah drama menyayat hati seperti saat pertama kali Ariana masuk ke rumah ini.





The Stepmother (Tamat-Cerita Lengkap Ada Di PDF)Where stories live. Discover now