16

11.4K 1.2K 152
                                    

Biarlah jika alasan awal dia berada di rumah itu tidak terlihat lagi, jauh dihatinya Ariana masih ingin menjalin komunikasi dengan anak-anak. Mona sedikitnya telah melihat keberadaan Ariana di rumah itu. Ia sudah berani mengetuk pintu kamar Ariana sekadar menanyakan kenapa Ariana tidak ikut sarapa bersama. Uki, gadis kecil itu belum membuka diri.

Bagaimana dengan Jun? Ariana tidak terlalu memikirkan. Jun bukan lagi remaja, Ariana akan menunggu laki-laki itu menyapanya walaupun dengan sebutan tante seperti adik-adiknya.

Sabtu malam Ariana mengumumkan jika mereka akan ke Inggris mengunjungi Saira. Mereka akan pergi bersama nenek. Uki mendengar dari Mona. Sekarang nenek sedang mempersiapkan keberangkatan mereka.

"Kamu yakin kita akan mengunjungi mba Saira? Bagaimana kalau dibuang di hutan?"

Mona ketakutan. "Ada papa, dia tidak akan melakukannya."

"Papa diracun, kita pasti akan dibuang."

Mona keluar dari kamar. Ia berjalan ke kamar papanya dan mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban. Anak itu beranjak ke kamar Ariana. Pintu kamar Ariana tidak tertutup, jadi ia bisa melihat papanya dan Ariana sedang berbicara.

Apa yang dikatakan papanya, Mona mendengar. Papanya menyebut kata bayi dan hamil. Pasti pembicaraan yang serius. Dengan kesal Mona kembali ke kamar.

"Apakah kalau tante punya bayi, bisa jahat lagi?"

"Bayi siapa?"

Mona menggeleng. "Aku mendengar papa bicara sama Tante."

Uki marah, kenapa harus ada bayi? Tante itu semakin jahat. Uki semakin membencinya. Diam-diam ia menyusun rencana, Uki tidak mengatakan pada siapapun ia akan melakukan sendiri.

******

Di kamar Ariana, Ardi masih berbicara tentang kehamilan juga kesibukan Ariana. Tidak bermaksud mengekang, hanya saja ia peduli pada kandungan wanita itu.

Keberanian Ariana akan menimbulkan masalah di kemudian hari apalagi berurusan dengan Bella.

"Khawatirkan saja dirimu." Ariana bicara dengan tenang. "Jangan terlalu peduli, karena aku tidak ingin mendengar basa-basimu."

"Saya mengingatkan dan kamu harus mendengarnya."

"Akhir-akhir ini Mas sering keluar masuk ke kamarku, Mas merasa nyaman di sini?"

Ardi berdeham.

"Kamar janda itu tidak hangat lagi?"

"Jangan menuduh saya yang tidak-tidak. Saya tidak berzina. Berapa kali harus saya katakan?"

"Kalau begitu berpikirlah sebelum masuk ke kamarku. Aku tidak nyaman dengan keberadaan Mas."

Ardi meneguk ludahnya. Dengan tatapan tertuju pada perut Ariana, ia tidak diizinkan menyentuh perut itu padahal laki-laki itu sangat ingin melakukannya.

"Jangan membuat keadaan rumit. Alasan Mas masuk untuk membicarakan pekerjaanku, itu sedikit mengganggu. Mas tidak perlu mengaturku."

******

Angka jam 3 pagi, perut Ariana terasa lapar. Saat terjaga di jam seperti ini wanita itu tidak bisa tidur lagi. Biasanya dia akan membuat sarapan dan segelas susu.

Mengambil ponsel, Ariana melihat pesan masuk dari nomor baru. Sebuah foto tak lain adalah suaminya. Foto itu dikirimkan oleh Bella. Ardi terlihat sedang tidur di dalam mobil. Meletakkan kembali ponselnya, wanita itu bangun.

Ariana tidak memperhatikan jalan saat keluar dari kamar begitu juga saat ia turun dari tangga. Baru di anak tangga pertama kakinya terpeleset dan terguling ke bawah. Sempat memegang penyangga, tapi karena tangga licin tidak menghentikan wanita itu. Teriakan Ariana menggema, di kamar Uki tersenyum mendengar teriakan itu.

Jun orang pertama yang mendengar teriakan Ariana keluar dari kamar dan menemukan Ariana sekarat. Laki-laki itu juga melihat darah, dengan panik Jun mendekat dan berteriak memanggil bi Tinah. Keadaan bertambah panik saat mata Ariana tertutup.

Tidak ada Ardi, hanya bi Tinah dan Jun yang membawanya ke rumah sakit. Jun terkejut mendengar dari bi Tinah tentang ibu tirinya yang sedang hamil.

Siapa yang menumpahkan minyak di tangga? Jun geram. Ditambah ponsel papanya yang tidak bisa dihubungi.

Saat dokter memanggil wali, mau tidak mau Jun yang menghadap. Ia mendengar semua yang akan dikatakan oleh dokter dengan baik dan akan menyampaikan pada papanya nanti. Dari kalimat dokter banyak yang dipahami oleh lelaki itu, bahkan Jun sempat bertanya keadaan Ariana.

"Setelah kecelakaan ini, tidak ada jaminan selamat untuk kedepannya."

Jun mengangguk.

Ia tidak menyukai wanita itu, tapi saat ini melihat Ariana yang sedang hamil dan kesakitan karena ulah seseorang membuatnya marah. Siapa yang berani melakukan kejahatan ini?

Selama menunggu papanya, Jun menunggu di luar ruangan. Ada bi Tinah yang menemani Ariana di ruangan.

******

Hanindya tiba di rumah sakit usai sholat subuh. Sama seperti Jun, wanita itu juga menghubungi Ardi namun tidak tersambung. Karena sedang berada di rumah sakit wanita itu terpaksa memendam amarahnya. Ardi tidak ada di rumah, lantas di mana laki-laki itu? Apakah ini bukan yang pertama kalinya Ardi tidak tidur di rumah?

Meninggalkan bi Tinah di rumah sakit, Hanindya pulang bersama Jun. Ia ingin melihat sendiri apa yang terjadi di rumah Ardi.

"Minyaknya dari atas sana." bi Rumi mengatakan apa yang dilihatnya. "Bu Ariana pasti tidak mengetahui sampai jatuh."

Mona dan Uki sudah berangkat sekolah saat ia tiba di rumah Ardi, sejenak Hanindya terpikir apakah kedua cucunya itu memiliki bakat membunuh? Jika benar, maka anak-anak itu keterlaluan. Masih kecil sudah berani berbuat jahat.

"Itulah kenapa aku tidak suka almarhumah. Ini hasil didikannya. Jadinya anak-anak begini. Ardi kurang ajar! Anak itu bahkan tidak tidur di rumah!

"Ini, aku temukan di bawah tempat tidur Uki." Fitri menyerahkan wadah minyak lima kilogram yang ditemukan olehnya.

"Anak itu!" apakah mereka tidak bisa jadi anak baik? "Kalian lihat Ariana memarahi mereka? Katakan, apakah kalian melihatnya memukul cucuku?" Hanindya benar-benar murka. "Dia menyayangi mereka, bahkan menangis setiap bertemu denganku ingin mengetahui keadaan Saira!"

Jun tertegun mendengarnya.

"Apa karena dia ibu tiri?"

Semua diam, karena yang dikatakan Hanindya adalah kebenarannya.

"Ada apa ini?"

Suara itu. Hanindya mendekat dan, Plak!!

The Stepmother (Tamat-Cerita Lengkap Ada Di PDF)Where stories live. Discover now