15

9.9K 1.1K 58
                                    

In vitro fertilization atau lebih dikenal dengan bayi tabung, Ariana memilih cara itu. Walaupun banyak resiko dia akan siap menghadapi. Keputusan Ariana tentu dipotres oleh Ardi, laki-laki itu keberatan.

"Kenapa harus mengambil cara sulit?"

"Mas mau menyentuhku?" tanya Ariana dingin. "Setelah Mas menghabiskan malam dengan wanita lain, apakah aku harus melayanimu?"

"Kamu menuduh saya berzina?"

"Aku tidak ingin cari masalah." di luar, Mona terus memanggil Ariana. "Luangkan waktu. Kita akan melakukan pemeriksaan."

"Saya tidak akan melakukannya."

Ariana menelan ludahnya. "Kalau begitu, lakukan perintah ibu."

"Ariana!" Ardi murka. "Yang akan kamu kandung anak saya, bukan robot. Dia akan memanggil saya ayah!"

"Tidak ada bedanya. Bukankah Jun, Saira, Uki dan Mona memanggilmu Papa? Apakah mereka terlihat seperti anak-anak yang punya orang tua?"

"Kamu menghina saya?"

Ariana ingin membuka pintu, Mona sudah memanggilnya sejak tadi.

"Selama aku menjadi ibu sambung mereka, tidak ada campur tangan Mas. Lepas begitu saja."

Ardi tidak bisa menjawab karena Ariana sudah membuka pintu kamar. Di sana anaknya berdiri dengan sebuah buku di tangannya.

"Aku mau bikin PR sama Tante saja." Mona mengerjap. "Enggak ngerti diajar mba Fitri."

"Tante lagi sibuk." Ariana melihat Ardi. "Bagaimana kalau sama Papa saja?"

"Papa bisa?"

"Bisalah," jawab Ariana. Sementara Ardi tidak bisa berkata apa-apa. Ketika Mona masuk dan membuka buku PR-nya, Ardi tidak bisa mengelak lagi.

"Pecahan, susah."

"Papa kan Bos. Pasti bisa." Ariana menjawab tanpa melihat yang bersangkutan.

"Boleh asal alami." Ardi mengambil buku PR anaknya. "Sini," ajaknya menepuk ranjang Ariana.

"Sementara saya ajarin Mona, kamu siap-siap." Ardi mulai mengajari putrinya. "Alami. Jadi jangan berpikir macam-macam."

"Yang Mas ajarin anak sendiri."

Ardi tidak menjawab.

Sebentar, kenapa harus di kamarnya? Kali ini saja tidak apa-apa. Melihat Ardi mengajar Mona, Ariana berpikir sesuatu. Ardi bisa jadi sosok yang hangat untuk anak-anak, kenapa selama ini diam saja? Apakah karena ada dirinya?

Sepuluh soal, Ardi menyelesaikan dalam waktu satu jam. "Apa kamu akan duduk saja di situ?"

"Kenapa? Kalau Mas terganggu bisa keluar."

"Lebih cepat lebih baik." Ardi menyuruh Mona keluar.

"Mas bisa melakukan dengan Bella." Ariana sudah mengusir, harusnya Ardi keluar sekarang.

"Siapa Bella? Apa yang harus Papa lakukan?"

"Kerja." Ariana menjawab tanpa merasa bersalah. "Masuklah ke kamar. Jangan lupa cuci kaki."

"Baik. Selamat malam."

Ariana menoleh pada pintu yang ditutup dari luar. Selamat malam? Ini ucapan pertama selama ia berada di rumah itu dari anak Ardi.

"Saya akan di sini."

Silahkan. "Kalau begitu aku yang keluar."

"Haruskah saya memaksa?"

Membalas tatapan tanpa sungkan, Ariana memberikan pertanyaan yang menyentil. "Demi jabatan Mas melakukan ini?" nanti saja letak harga diri dibicarakan. "Aku cukup mengandung dan melahirkan dengan selamat, dengan begitu status kita dan perusahaan aman."

"Ada Jun. Kamu tidak lupa kan?"

Ariana terpojok.

"Saya bisa mundur, tapi Jun tidak." Ardi bicara dengan bijak. Ia tidak seperti yang dituduh oleh Ariana. Ia ingin anaknya hadir dengan kesengajaan. "Hubungan dan anak kita, untuk kita. Kamu dan saya ada di posisi yang sulit."

Ariana menelaaah lagi struktur yang dijabarkan oleh ibu mertuanya. Hasilnya tetap sama, seorang anak untuk menjamin masa depannya.

Caranya disepelekan Ardi, apakah ia harus melakukan apa yang dikatakan laki-laki itu?

******

Bertemu dengan ibu mertuanya, Ariana mendapat perlakuan hangat. Ibu suaminya memeluk dan memuji auranya.

"Pin kehormatan." Hanindya memasang sebuah pin pada jas yang dikenakan Ariana. "Lakukan tugasmu. Jangan menunduk, biatrkan dunia yang tunduk padamu."

Seperti sebuah sugesti dan semangat. Ariana menundukkan kepala sebagai rasa hormatnya. "Terimakasih."

"Perusahaan butuh orang sepertimu." Hanindya memberi petuah sebelum Ariana pergi. "Lakukan tugasmu. Sekalipun itu Ardi, kamu tidak perlu melihatku."

Ariana mengangguk. Setelah selesai wanita itu keluar dari rumah ibu mertua dan siap berangkat ke kantor. Bukan hanya jabatan, Ariana dipersilahkan memilih orang-orang yang akan ada di belakangnya.

Yang pertama dilakukan Ariana adalah membekukan kerjasama dengan perusahaan Bella. Butuh waktu satu bulan memeriksa data yang keluar masuk. Tim audit dibawah pimpinannya akan bekerja keras.

Masuk ke ruangan Ardi tanpa mengetuk pintu, Ariana melihat dua sejoli itu sedang menikmati waktu mereka. Ariana tidak datang sendirian, bersama salah seorang yang telah dipilih untuk melakukan misinya.

Setelah mempersilahkan Petrus membuka laptop Ardi, wanita itu menyapa Bella.

"Anda datang lagi?"

"Saya tidak takut."

"Janji apa yang diberikan oleh laki-laki di sampingmu?"

Bella geram. "Kami akan menikah."

Dengan matanya Ariana menunjukkan letak CCTV. "Saya tidak akan menjamin. Skandal lagi?" tenang ucapan Ariana. "Hati-hati."

Ariana melihat Petrus belum selesai. "Oya Mas. Jangan lupa, kontrol minggu kedua." Ariana mengusap perutnya.

Bella menatap tajam ke arah Ardi. "Apa itu?"

"Jangan terpengaruh." Ardi tidak bisa memarahi Ariana. Laki-laki itu melihat Petrus, sepertinya akan lama. "Aku akan meneleponmu."

Selalu seperti ini setiap ada wanita itu? Bella menatap kesal pada Ariana.

******

"Berasa jadi nyonya?"

"kenapa? Kamu tidak suka?"

Uki menatap tajam ibu tirinya. "Mona sedang ujian Prasemester, jangan pede dulu!"

Ariana memasukkan lagi keripik pisang ke mulutnya. Ia mengunyah dengan hati-hati. "Kamu sendiri, bagaimana? Bisa jawab semua?"

"Aku tidak perlu memberitahumu!"

Mengangguk, Ariana tidak bertanya lagi. "Aku sudah menyiapkan tiket ke Inggris. Semoga berhasil."

Mata Uki berkaca-kaca. Ia marah, pada semua orang. Mungkin, ia harus ikut ujian ulang untuk menambah nilainya. Menghentakkan kaki, gadis itu meninggalkan Ariana.

Saat Ariana sedang minum susu di dapur, Ardi menghampirinya. "Jangan membuat masalah. Tim audit sudah membuatmu lelah."

"Makasih perhatiannya," kata Ariana.

"Bella mungkin tidak akan diam saja."

"Aku tidak punya urusan dengannya." Ariana sudah selesai.

"Dengarkan saya."

Ariana melihat tatapan Ardi. Laki-laki itu sangat ingin menyentuh perutnya. Saat Ariana mundur, Ardi membuang muka.

"Cukup satu malam." Ariana menatap laki-laki itu. "Mari kita lihat, sembilan bulan ke depan."

Ardi tersiksa? Untuk alasan apa? Dengan langkah mantap Ariana meninggalkan laki-laki itu.

........

The Stepmother (Tamat-Cerita Lengkap Ada Di PDF)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora