20

7.2K 961 63
                                    

Ariana tidak bimbang, ia hanya harus pergi selama beberapa bulan. Masih ada waktu dua bulan lagi, ia akan berhati-hati. Wanita itu tidak takut pada kemarahan Ardi. Belakangan ini laki-laki terang-terangan memarahinya di depan anak-anak kadang juga di depan pembantu. Semua sikap gila laki-laki itu dimengerti oleh Ariana. Tujuan Ardi, Ariana mengetahuinya.

Jangan menyinggung sebuah rasa. Ariana tidak ingin menyinggung satu kata itu. Jadi dia menikmati waktu dua bulan sebelum pergi.

Siang ini wanita itu datang ke kantor untuk mengurus satu. Tahu dengan siapa laki-laki itu di dalam ia mengetuk pintu ruangan sebelum masuk. Jika tidak ada kepentingan, tidak sudi Ariana masuk apalagi harus melihat dua orang yang membuatnya jijik.

Pemandangan di depannya luar biasa. Tidak tanggung-tanggung, Bella berada di pangkuan Ardi, tidak perlu menebak apa yang sedang terjadi. Kancing baju Ariana terbuka memperlihatkan belahan dadanya. Murah sekali ketimbang semangka di pasar harganya cukup mahal apalagi musim kemarau seperti sekarang.

"Sedikit lagi. Aku harus menyelesaikan sebelum tenggat waktu."

Ardi menatap marah wanita itu. Tangannya mengusap paha Bella. Semua yang dimiliki Bella sepertinya murah. Paha ayam di komplek sekolah Uki saja harganya enam ribu, luar biasa memang.

"Dikutuk? Kasihan yang sebentar lagi enggak punya rahim." 

"Mending enggak punya, ketimbang enggak ada fungsi." Ariana menjawab santai. Sama sekali ia tidak marah.

Tanpa menyuruh Bella pindah, Ardi menandatangani dua belas lembar tanpa merasa terganggu. 

Ariana sangsi, jika Bella menghapus alisnya, melepaskan bulu mata palsu juga mencongkel lensa dari biji matanya, apakah wanita itu masih menarik? Bukan menghina, tapi Ariana hanya berasumsi saja. Kelebihan Bella hanya jabatan, siapapun bisa memiliki jabatan dengan status sosial tinggi, tapi adalah toko yang menjual moral? 

"Kamu pikir aku mandul?"

Ariana menggeleng. "Aku tidak punya waktu luang memikirkanmu." 

"Siap-siap saja. Bu Hanindya akan melemparmu ke tepi jurang!"

"Jangan khawatirkan aku." karena tidak lama lagi ada seseorang yang akan tinggal dibalik jeruji besi tanpa mempersiapkan apapun karena sedang sibuk dengan kekasihnya.

"Di mejaku ada stempel."

Ariana berbalik dan mengambilnya, kasihan kalau Bella harus turun dari pangkuan papa Jun dan hal itu justru membuat Ardi murka.

"Ini."

Kancing kemeja Bella terbuka satu lagi, jika ditambah satu lagi maka dada yang besar itu akan tumpah. Yang dilakukan Bella kemudian adalah memankan rambut Ardi.

Kasihan, pikir Ariana. Pagi-pagi berangkat dengan rapi sampai di kantor malah di acak-acak. 

Ariana murka, memukulnya atau Bella, Ariana yang histeris itu yang diinginkan Ardi bukan sikap tenang seperti ini. Jika seperti ini dirinyalah yang murka. Istri mana yang bisa bersikap tenang saat melihat suami bermesraan dengan wanita lain?

"Pergilah!" Ardi mengusir Bella begitu Ariana keluar dari ruangannya.

******

Di ruang tengah Ariana sedang mengajari Mona dan Uki. Mereka sedang mengerjakan tugas sekolah karena Fitri sedang tidak enak badan. 

"Habis ini nonton boleh Bu?" Uki hampir selesai. 

"Boleh. Setengah jam. Setelah itu Isya dulu baru tidur."

Mendengar jawaban ibu tirinya, Mona juga bersemangat menyelesaikan PR-nya

"Baik." dengan cepat Uki menyelesaikan tugas sekolahnya.

"Aku ingin bicara." 

"Mas tidak lihat aku sedang mengajari anak-anak?"

"Aku tunggu setengah jam lagi." laki-laki itu pergi dari sana.

Bicara apa? Ujungnya juga bertengkar. Sekalipun Ardi menamparnya, Ariana tidak akan meminta tolong. Caranya bertahan berbeda, tapi dengan cara inilah wanita itu bisa mengalahkan Ardi.

Setengah jam menunggu, Ariana tidak mengetuk pintu kamarnya. Keluar dari kamarnya, Ardi masuk ke ruang tengah namun ia tidak menemukan wanita itu.

"Di mana Ibu kalian?"

"Sholat."

Ardi naik ke lantai di mana kamar Ariana berada. Tanpa mengetuk pintu, laki-laki itu masuk. Tidak ada, ke mana dia? Ardi membuka pintu kamar mandi, tetap tidak ada. Ia mulai emosi.

Ariana berani keluar malam? Atau dirinya baru tahu?

Tidak ada Ariana di rumah. Ardi mengambil kunci mobil untuk mencarinya. Laki-laki itu tidak tahu jika Ariana pergi karena ingin makan sesuatu.

******

Disebuah lesehan tidak begitu jauh dari rumah, di sanalah Ariana berada. Ariana melihat lesehan ini saat ia sedang bertugas bersama tim. Lesehan yang menyediakan bebek bakar, sepertinya enak dinikmati malam-malam begini. Rata-rata pengunjung datang dengan keluarga, mungkin lain kali wanita itu akan mengajak anak-anak.

Disuguhi teh panas, sementara menunggu pesanannya selesai. Karena yang datang cukup ramai, jadi Ariana harus menunggu antrian. Tempatnya nyaman, memang dibuatkan khusus untuk keluarga.

"Sendiri?" 

Ariana mengenal laki-laki itu. "Eum." dia adalah seseorang yang dipercayakan ibu mertuanya mendampingi Ariana selama bertugas. "Kamu sendiri juga?"

"Adik saya. Itu." David menunjuk seorang wanita hamil yang tengah membuat pesanan.

"Sering ke sini?"

"Ini pertama kali," jawab Ariana.

"Menunggu pesanan lumayan lama, tapi rasanya tidak mengecewakan." David memberitahu.

Ariana senang, saat adik David juga bergabung. Artinya dia tidak sendiri. Melihat perut besar adik David hati Ariana menghangat.

"Kehamilan pertama?" Ariana membuka obrolan dengan adik David, Maria namanya.

"Kedua." Maria tersenyum ramah.

"Suaminya tugas di Papua, jadinya saya yang harus mengantarnya."

Oh. Ariana mengangguk. Suaminya tugas benaran, tidak seperti suami Ariana, ada saja tugas yang dilakukan dengan Bella.

"Berapa bulan kandungannya?"

"Tujuh. Lagi berat-beratnya, tapi dibawa happy aja."

Benar, Ariana tersenyum. Ia juga membaca artikel ibu hamil. Kalau kata orang tua masuk usia bulan ke tujuh tidur mulai tidak nyenyak.

Obrolan yang seru tentang kehamilan, mau tidak mau David harus mendengarnya karena berada di antara dua wanita itu. Saking serunya, Ariana lupa jika Ardi juga ingin bicara penting dengannya.

Bersambung....

The Stepmother (Tamat-Cerita Lengkap Ada Di PDF)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon