25

1.2K 121 8
                                    

Ada pemandangan baru di kediaman Ardi pagi ini. Tangisan bayi dan anak-anaknya yang cukup heboh melihat bayi tersebut. 

Abyan Ghazy William, bayi laki-laki yang membuat suasana rumah menjadi hangat. Bahkan Jun yang dingin menyukainya. Zi mirip dengannya. 

Ini pagi pertama Zi  di rumah itu. Bayi tampan itu hadir untuk menyatukan hati kedua orang tuanya. Semua menyukai Zi.

"Enggak ada drama libur," tegur Ardi pada kedua putrinya. Mona yang cepat tersinggung, ia ingin libur hari ini saja tapi papa tidak mengizinkannya.

"Kenapa?" tanya Ariana ketika Mona menghampiri dan memeluknya. 

"Mama tidak pergi-pergi lagi kan?" Mona terisak.

"Kan Mama sudah pulang, kata siapa Mama pergi lagi?"

"Mona pulang nanti kalau enggak ada Mama gimana?"

"Ada kok. Dedek Zi juga ada, Mama mau masak yang banyak. Nanti pulangnya dijemput papa ya?"

"Janji Ma?"

Ariana mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking Mona. 

Dari ruang tengah Ardi melihat, jiwa keibuan Ariana bertambah mungkin semenjak melahirkan Zi. 

"Mandi dulu, terus kita sarapan."

Mona mengangguk.

"Buatkan aku Teh."

"Baik." Ariana kembali ke dapur, syukur Zi anteng seperti biasanya. Putranya tidak rewel kecuali saat lapar dan popoknya penuh.

Secangkir Teh, sementara menunggu anak-anak untuk sarapan bersama.

"Mas tidak siap-siap?"

"Nanti saja." Ardi menyesap teh bikinan istrinya. Manis untuk pagi baru ini, walaupun belum ada penjelasan apapun sampai detik ini.

Mungkin ia tidak akan ke kantor hari ini.

Ketika Ariana kembali ke dapur, Ardi memperhatikan wanita itu. Tubuhnya berisi, bagus. Ariana tidak kurus, sepertinya wanita itu hidup makmur selama ini tidak seperti dirinya yang merana batin memikirkan keadaan wanita itu karena tidak ada nomor yang bisa dihubungi.

Sarapan di pagi pertama, ada yang membuat Ardi kesal. Ia baru sadar, pakaian yang dikenakan Ariana sedikit ketat, terlihat bentuk tubuhnya yang montok. Ardi melirik Jun yang duduk di sampingnya, anak sulungnya sedang sarapan tidak melihat Ariana tapi tetap sama saja, itu tidak bagus apalagi Ariana duduk di hadapan mereka dadanya membentuk dengan jelas. Ardi tidak bisa konsentrasi.

"Aku lupa susu kalian." Ariana bangun untuk mengambil susu Uki dan Mona sedang Jun tidak minum susu. Lagi Ardi melihat wanita itu. Kemeja yang dikenakan Ariana memang tidak pendek, tapi sedikit tipis.

"Tetap di sini." Ardi sudah bersabar. "Jangan keluar sampai aku datang." mengambil dua gelas susu milik kedua putrinya, Ardi membawa ke meja makan.

Belum ia duduk, Ariana kembali ke meja makan. Ardi geram melihat Ariana, masih sama, wanita itu masih keras kepala.

Anak-anak sudah selesai sarapan mereka akan diantar oleh Jun. 

Dan Ardi mulai mengeluarkan kekesalannya. "Jun sudah dewasa, pantaskah kamu berpakaian seperti itu?"

"Ada yang salah?" tanya Ariana, ia melihat kemeja yang dikenakannya juga celana kulot berwarna coklat muda. "Jun biasa saja." Ariana merasa aneh. Ada apa dengan pakaiannya, lagi pula kenapa menghubungkan dengan Jun?

"Bentuk tubuhmu, kamu ingin pamer?"

Ariana ingin tetawa. "Ini tidak ketat, bentuk apa yang terlihat?" aneh laki-laki itu.

"Dadamu."

Ariana menunduk, melihat dadanya. "Mas pikir aku bencong? Ini ya wajar," kata Ariana menahan kesalnya. 

"Wajar apanya. Bentuknya kelihatan, kamu duduk di depan Jun ya kelihatan."

"Astaga Mas." Ariana tersenyum masam. "Aku mamanya, enggak mungkin Jun melihatnya. Lagian ini tidak ketat, Mas mau cari ribut pagi-pagi?" baru juga balik.

"Tidak kelihatan ya?" Ardi bangun dan menarik Ariana ke depan cermin yang ada di ruang tengah. "Lihat, ini apa namanya?" tak sengaja saat Ardi menangkup dada istrinya yang cukup besar, murni untuk membuktikan jika kata-katanya benar. "Pas kamu membungkuk, jelas sekali terlihat." Ardi menelan ludahnya. Dada itu memang sangat besar, apa karena efek menyusui?

"Jun enggak lihat." Ariana melepaskan tangan Ardi dari dadanya, kemudian berbalik melihat Ardi. Wanita itu menemukan sebuah kilat tepat saat itu ia menanyakan seseorang. "Apa kabar kekasih Mas?"

"Kenapa? Kamu senang dia di penjara?"

"Kenapa harus senang? Bukankah kita semua akan merasakan hasil perbuatan kita?" Ariana meninggalkan Ardi, menyusul bi Tinah ke belakang untuk mengambil bayinya.

Ardi tidak percaya, wanita itu sangat tenang. Ditengah gejolak gelora dan amarah wanita itu meninggalkannya begitu saja. Laki-laki itu tidak sadar begitu dalam ia jatuh pada pesona ibu tiri anak-anaknya.

Saat Ariana kembali dengan Zi, Ardi melihat wanita itu melewatinya begitu saja namun ia mengikuti dari belakang. Gelora dan amarah yang membuatnya berani masuk dan mengunci pintu kamar Ariana pagi itu. Ketika sepasang matanya melihat pemandangan indah, Ardi harus menahan tanpa perlu membantu Zi tidur. Bayi mereka terlelap saat tengah menyusu pada Ariana.

Kilat itu Ariana masih melihatnya, ketika Ardi mendekat mengambil Zi dan menidurkan di samping wanita itu.

Setelah itu, Ariana harus menghadapi apa yang akan terjadi pagi ini.

"Kamu tidak takut, bicaralah setelah ini." Ardi tidak memberikan kesempatan untuk Ariana karena ia telah membungkam dengan ciumannya. Menciptakan aliran panas di pagi itu mengecap indahnya seseorang yang tidak dilihatnya hampir satu tahun. Sambutan begitu hangat, Ardi tidak ingin berbahagia dulu karena ia belum tahu atas dasar nafsu atau hati Ariana melayaninya. 

Melepaskan dengan tiba-tiba tanpa memberitahu alasan, sayangnya Ardi tidak melihat wanita itu terombang-ambing, dan laki-laki itu kembali murka saat tahu jika Ariana menyambut karena nafsu mengalahkan perasaannya. 

Ardi tidak tahu apa-apa tentang Ariana, termasuk doa wanita itu untuk kebaikan mereka. 

Gelora itu tersampaikan, erangan dan decap kecup memenuhi ruangan itu. Jika Ardi tidak mengetahui kebenaran perasaan Ariana, sebaliknya Ariana tahu semua tentang Ardi tanpa perlu melihat laki-laki itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 19 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Stepmother (Tamat-Cerita Lengkap Ada Di PDF)Where stories live. Discover now