6

7.1K 813 18
                                    

"Sembilan hari, Ardi. Katakan pada Ibu perkembangan hubunganmu dengan Ariana." Hanindya marah mengetahui Ardi dan Ariana tidur terpisah. Sore ini, ia menyuruh anaknya pulang cepat dan meminta keponakannya membawa cucunya makan malam di luar karena ingin mengobrol dengan kedua orang dewasa yang kini telah terikat dengan pernikahan.

"Kamu mau demo seperti anak-anak juga?"

Jika ibunya sudah turun tangan artinya masalah sudah serius. Ardi melirik Ariana yang duduk di sampingnya tenang dengan tangan saling bertaut. 

"Kami baru mengenal, masih butuh waktu untuk saling menyapa." Ardi menjawab dengan tenang.

"Kenapa tidak mulai saja? Apa yang kamu tunggu?" tanya Hanindya lagi.

"Aku akan memulainya." sekali lagi Ardi melirik wanita di sampingnya. "Tapi jangan berharap lebih dulu."

"Kamu bicara dengan Ibu, bukan istrimu. Apanya yang lebih?" ibu mulai emosi. "Sembilan hari dia meluangkan waktu dan mengerahkan tenaga agar anak-anak terurus sampai mendapat perlakuan tidak baik dari anakmu. Rasanya dia yang telah melakukan banyak hal, yang mana usaha dari kamu?"

Ardi berdeham. "Kami akan membicarakannya nanti."

"Kamu pergi pagi pulang malam, kapan mau bicara? Ariana butuh dukunganmu agar anak-anak nyaman dengan kehadirannya. Itu yang paling utama tentu setelah kalian sendiri menciptakan kenyamanan!"

Melihat ibunya marah, Ardi tidak menjawab lagi. 

"Ada yang salah dengan Ariana?" tajam tanya ibu  membuat Ariana gelisah. "Karena dia dari kampung, dari keluarga pembantu Ibu, menganggap kastanya tidak sama dengan kita?"

Ariana ingin menenggelam diri. Ia ketakutan. Karena dirinya, ibu mertua memarahi Ardi. "Sadar. Kamu duda. Punya anak empat! Boro-boro ada yang mau ngurus anak-anakmu, yang ada bikin kamu nyesal tua nanti!"

"Aku tidak berpikir seperti itu, Bu."

"Tidak berpikir seperti itu?" emosi ibu semakin membuat Ariana panas dingin. "Kalau Ibu tidak datang, mau sampai kapan kalian diem-dieman? Kamu tahu arti ijab kabulkan?" Hanindya menarik napas dalam. "Kamu menikahi anak orang! Wajib kamu nafkahi lahir batin!"

"Maaf Bu." Ardi tidak ingin dicerca di hadapan wanita yang baru dikenalnya. "Aku akan melakukan kewajibanku." tahu begini ia tidak akan pulang dan mencari alasan akurat membuat ibunya percaya.

"Tidak ada yang membedakan kita di muka bumi selain ini." Hanindya menunjuk dadanya. "Semua akan jadi bangkai, kamu juga tidak ada apa-apanya nanti kecuali hatimu bagus!"

Ardi meminta maaf sekali lagi dan berjanji akan memulai hubungan dengan Ariana. Yang berbicara adalah mulut, bukan hatinya. 

"Ibu tidak akan menunggu Ardi. Dalam waktu dekat Ibu akan melihat hasilnya!" 

Setelah kemarahan ibu reda, Ardi mengajak Ariana masuk ke kamar dan memindahkan barang-barang wanita itu ke kamarnya. Sebagai wanita yang baru masuk ke keluarga itu Ariana tidak berani berkomentar terlebih suasana belum mendukung.

Tidak ada obrolan, mereka benar-benar memindahkan barang milik Ariana ke kamar Ardi. Kamar yang cukup luas. Di dinding masih ada foto pernikahan Ardi dan almarhumah istrinya, Ariana baru melihatnya. Semalam dia benar-benar masuk tanpa memperhatikan  sekeliling.

Saat pintu kamar diketuk, Ardi yang membukanya. 

"Ibu pulang besok. Katakan saja jika kamu bosan jadi anak Ibu. Ibu Sudah sudah tua, jadi tidak sanggup lagi harus berdebat denganmu."

Ardi menangkap tangan ibunya. "Aku minta maaf Bu. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik." doa ibu, Ardi masih butuh itu.


" doa ibu, Ardi masih butuh itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
The Stepmother (Tamat-Cerita Lengkap Ada Di PDF)Where stories live. Discover now