12

7.4K 1K 65
                                    

Sepertinya keputusan Hanindya menyuruh Saira pergi menjadi pelajaran bagi Ariana. Awalnya Ariana berpikir, bersikap lemah lembut dan menuruti keinginan mereka adalah hal yang tepat. Nyatanya itu salah. Karena mereka memang tidak menerima kehadirannya sejak awal dan tidak akan pernah mendengar apa yang dikatakannya. Ariana tidak marah, hanya saja ia ingin mencoba cara yang disarankan oleh ibu mertuanya.

"Mereka sudah sarapan?"

"Mona sudah, Bu. Uki bawa bekal." Fitri menenteng bekal sarapan Uki. "Kami berangkat dulu."

"Iya."

Tidak ada cium tangan, baik Uki dan Mona tidak pernah mengangap wujudnya. Uki yang pertama merasa aneh, biasanya ibu tirinya itu akan mengingatkan untuk salaman, pagi ini berbeda. Ariana tidak mengatakan apapun.

Begitu anak-anak sudah berangkat, Ariana menuju ruang makan. Ada satu gelas susu lagi, dan ia tidak tahu milik siapa. Jun atau Aedi yang belum berangkat? Sejak dirinya tidak lagi memasak, anak-anak terlihat anteng saat makan. Tidak ada drama lagi,sepertinya mereka benar-benar takut Ariana meracuni makanan mereka.

Tidak lama Ariana tahu, milik siapa susu itu. Ardi duduk di meja makan tepat saat Ariana menghabiskan sarapannya.

Ardi tidak bertanya apapun. Selama satu bulan ini Ariana sering dilihat bersama ibunya. Mereka menghabiskan waktu bersama, mulai aktif di acara amal juga komunitas lainnya. Sepertinya Ariana menikmati perubahan dalam hidupnya.

Jika dulu wanita itu serung menegurnya, menyinggung perihal anak-anak, sekarang tidak lagi. Selain berbeda kamar, sepertinya keadaan wanita itu juga sudah berbeda. Ariana sudah lebih banyak diam.

Untuk apa pernikahan ini? Awalnya Ariana tahu, untuk menyatukan visi dan misi membentuk sebuah keluarga. Tapi, sekarang tidak lagi. Ia hanya ingin menjalankan misinya untuk anak-anak, tidak lagi fokus ke rumah tangga. Lagi pula ia sudah tahu apa yang Ardi lakukan.

Hingga selesai sarapan, keduanya tidak bertegur sapa. Tidak ada yang perlu dibicarakan.

Tidak pernah memikirkan tentang perceraian namun jika ibu mertuanya meminta, tanpa pikir panjang wabita itu akan setuju. Ariana hanya perlu menunggu.

Uang bulanan, diletakkan Ardi di atas meja. "Aku tidak pulang malam ini." Ardi siap berangkat.

"Aku tidak pernah menunggu. Kabarin saja pada anak-anak." Ariana mengambil amplop yang diletakkan Ardi dan berlalu dari sana.

Melihat betapa dinginnya Ariana, Ardi mengeratkan rahang. Wanita itu tinggal di rumahnya karena perintah ibunya, bukan berarti wanita itu bisa bersikap semaunya.

Yang tidak diketahui Ardi adalah, hari ini Ariana akan berkunjung ke perusahaan bersama ibunya.

Setelah menyerahkan amplop yang diberikan Ardi pada bi Tinah Ariana masuk ke kamar untuk bersiap sebelum ibu mertuanya datang.

******

Di kantor, Ardi baru saja kedatangan seseorang yang membuat hatinya berbunga. Belum bertukar sapa, seseorang mengetuk pintu dan mengatakan sepuluh menit lagi rapat saham akan diadakan dan ibunya sudah dalam perjalanan.

Kenapa ibunya datang?

"Tunggulah di mobil. Begitu selesai, akan segera kuhubungi. Wanita itu jelas terkejut. Ini pertemuan mereka setelah satu bulan tidak bertemu karena wanita itu melajukan perjalanan bisnis.

"Kamu serius Ardi?" wanita itu terlihat kesal.

Ardi tidak bisa lama. Sama seperti wanita itu ia ingin melepaskan rindu, tapi kedatangan ibu kali ini di luar dugaan. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya.

Bersama eksekutif Ardi menunggu ibu di lobi. Walaupun ia direktur di sana, semua penghuni di sana memandang hormat ibunya karena dari tangannya-lah ASA group terbentuk.

Melihat dengan siapa ibunya datang, tentu Ardi terkejut. Ia tidak percaya.

Di samping Ariana, Ardi berdiri melangkah bersama masuk dalam lift menuju ke ruang meeting.

Ariana tidak menyapanya, yang benar saja. Masih dengan sikap dinginnya, wanita itu berdiri menatap lurus pintu lift.

Di ruang meeting beberapa dewan penting sudah menunggu. mereka menyambut dengan hormat kedatangan Hanindya, Ariana dan Ardi.

"Kenalkan eksekutif baru, Ariana. Istri direktur Ardi." Hanindya membuka rapat.

"Beliau akan bertugas menjadi pengawas, jadi saya sudah lepas tangan untuk jabatan ini."

Ardi, salah satu anggota rapat yang paling terkejut.

"Silahkan jika ada yang bertanya. Selanjutnya akan dibentuk tim audit."

Dewan mulai berembuk. Hingga satu pertanyaan mewakili seribu tanya di benak Ardi.

"Siapa yang menaungi pengawas baru?"

"Biro hukum Perdana."

Mereka semua tercengang, mendengar naungan hukum yang disegani itu. "Jangan ragukan orang pilihan saya."

Itu bukan ancaman, tapi semua menunduk hormat.

"Pastikan, bulan depan kalian masih di sini. Jadi saya tidak perlu menyantuni keluarga kalian."

Keringat di pelipis beberapa dewan mulai terlihat. "Selama ini saya berbaik hati. Tidak tahu dengan eksekutif baru kita." senyum mengerikan terbit dari bibir Hanindya.

Rapat ditutup. Hanindya seolah tidak ingin memberikan kesempatan pada Ardi untuk bertanya.

"Siapkan berkas untuk tim audit dan Ardi, datanglah ke ruangan Ibu." Hanindya memberi perintah pada sekretaris Ardi.

Ardi menunduk hormat, saat ibu bersama Ariana melewatinya. Ia menuju ke ruangannya.

"Jadi dia istrimu?"

Kabir terkejut melihat seorang wanita di ruangan Ardi. Dengan mata ia menyuruh sekretarisnya menunggu di luar.

"Aku sudah menyuruhmu menunggu di mobil. Kenapa masih di sini?" sungguh Ardi takut.

"Kamu takut?"

"Kumohon Bella. Tolong mengerti keadaanku." Bella melepas cincin di tangannya dan meletakkan di atas meja.

"Sekarang kamu tidak perlu takut lagi!" wanita itu marah dan keluar dari ruangan Ardi. Ardi menatap tajam cincin itu, ini semua salah kamu Ariana!

******

"Coba deh lihat sendiri, gimana ngeselinnya mba Fitri."

Ariana sedang menikmati klepon bikinan bi Tinah saat Mona menghampirinya untuk mengadu.

"Enggak bisa ya jangan dipaksain. Bisa kan dia saja yang nyelesein!"

"Tugas siapa?"

"Aku!"

"Kenapa harus dia nyelesain?"

"Kan enggak apa-apa. Tante juga pernah bikin PR-ku."

Ingin Ariana tersenyum dan memeluk anak bungsu Ardi tapi ia menahannya. "Tante enggak bisa ngapa-ngapain juga. Mba Fitri itu suruhan nenek. Telepon nenek saja."

Mona merengut. "Susah lo PR-nya. Aku enggak bisa."

"Kan diajarin."

Mona menggeleng. Ia mulai menangis. "Mba Fitri marah kalau aku enggak bikin sekarang. Udah ngulang tiga kali, tapi aku belum ngerti." ia mulai terisak.

"Gimana dong? Dulu sama Tante salah, sekarang sama mba Fitri juga enggak bisa. Coba papamu nanti."

"Papa sibuk, pasti enggak sempat ngajarin."

Ariana harus bertahan, ini demi kebaikan anak-anak. Saat Mona meninggalkannya Ariana berusaha tidak menyusul.

Tidak jauh seseorang menatap tajam ke arahnya. Ariana tidak tahu, jika kehadirannya ke kantor hari ini membuat suasana kacau, terutama hati laki-laki itu.

The Stepmother (Tamat-Cerita Lengkap Ada Di PDF)Where stories live. Discover now