10

8.2K 923 28
                                    

"Jelaskan. Sudah sampai di mana hubungan kalian?"

Bukan hanya cucu, Hanindya juga harus mengurus anak dan menantunya. Dua orang yang baru dipertemukan dalam pernikahan ini belum menampakan kelanjutan hubungan mereka.

"Cukup satu kamar saja?"

Ardi berdeham. "Kami masih harus komunikasi dulu Bu." yang jelas saat ini pikiran Ardi tertuju pada Saira.

"Bagaimana cara kalian berkomunikasi? Pagi kamu sibuk bekerja, jam segini baru pulang. Kira-kira apa yang bisa dibicarakan saat tubuh lelah?"

Ariana tidak bisa menjawab apa-apa. Sama hal-nya dengan Ardi wanita itu masih syok dengan keadaan Saira.

Tanpa mereka ketahui jika Hanindya sedang membuat urusan dengan keluarga laki-laki yang membawa Saira hari ini, laki-laki yang juga satu sekolah dengan Saira dan telah melecehkan cucunya.

"Sabtu dan minggu, habiskan waktu di rumah Ibu."

Tentu Arya tidak setuju. "Ibu menginginkan cucu?"

"Tidak. Yang sudah ada tidak sanggup kamu jaga."

Ariana menarik napas dalam mendengar kalimat ibu mertuanya. Benar, Ardi harus mengurus mereka dulu, Saira sudah memberi mereka pelajaran. 

"Aku berkerja Bu."

"Mulai makan siang di rumah. Minggu sore kalian pulang."

Ardi melirik Ariana. Tidak ada tanda-tanda wanita itu menyanggah apalagi menolak, matanya entah menatap ke mana.

"Aku akan istirahat. Ajak istrimu masuk." 

Tahu ibunya tidak akan langsung pergi, Ardi mengajak istrinya masuk. "Kita masuk."

"Begitu saja?" sindir Hanindya. "Seperti mengajak orang asing."

Ariana mengucapkan selamat malam dan berlalu dari sana setelah mengulas senyum untuk ibu mertuanya.

"Wanita seperti apa yang kamu mau? Tidak kamu lihat lehernya? Putrimu memiliki bakat akting."

Setelah mengatakannya, Hanindya meninggalkan Ardi.

******

Pernikahan ini kemauan ibunya juga kepentingan anak-anak. Sedang Ardi tidak menggantung hidup di pundak Arina. Ariana bukan tipe istri ideal, lagi pula Ardi sudah memiliki calon sendiri.

"Kenapa tidak memikirkan jalan keluar?"

Tidur satu ranjang, dengan bantal guling sebagai pembatas bertahan sampai pagi.

"Ibu tidak akan diam saja. Kita harus mencari cara agar tidak perlu menghabiskan waktu di sana."

Ariana menarik selimut menutup wajahnya. Ia tidak ingin memikirkan kata-kata Ardi. Bagaimana harga diri Ariana dilecehkan itu yang menjadi buah pikirnya.

"Kamu diam saja, artinya kamu setuju dengan rencana Ibu? Apa yang sebenarnya kamu inginkan?"

Ardi menatap tidak suka pada Ariana. Bisa-bisanya wanita itu tidur saat dirinya bicara.

"Jangan menempatkan diri pada posisi yang salah. Kamu tidak begitu penting."

Ariana mendengar semuanya. 

"Lihat sendiri kan, kamu lebih tahu kenapa Saira melakukan itu." menarik napas kesal, Ardi turun dari ranjang. Lebih baik tidur di sofa satu ranjang dengan wanita itu membuatnya marah. 

Jadi laki-laki itu menyalahkannya? Memangnya apa yang dilakukannya pada anak-anak Ardi? Ariana tidak menyiksa mereka, perhatian yang diberikannya juga tidak berlebihan.

Ariana mendengar Ardi menelepon seseorang tapi ia tidak begitu peduli bahkan saat laki-laki itu keluar dari kamar. Barulah setelah Ardi pergi Ariana menyingkap selimut dan duduk bersandar di ranjang.

Saat Saira melakukannya, apakah Saira tidak takut dosa, atau setidaknya ingat bundanya di alam kubur? Atau tidak takutkah gadis itu digerebek sehingga mempermalukan keluarga besarnya? Yang lebih penting, kenapa gadis itu tidak menjaga maruahnya sebagai perempuan? Ariana tidak Habi pikir. Untung ada Hadi, kalau tidak maka kali ini Saira akan lolos.

Keputusan ibu mertuanya akan mengirimkan Saira ke luar negeri tidak bisa diganggu gugat. Ariana tidak bisa membayangkan akan seperti apa hidup Saira di sana? 

******

Tidur di mana Ardi tadi malam? Ariana tidak bertanya. Karena saat Ardi pulang dia baru saja selesai sholat subuh. Wanita itu tidak menyapa Ardi, keluar dari kamar dia langsung turun dan menuju ke dapur. 

Pagi ini tidak sama seperti pagi kemarin. Walaupun tidak bersemangat Ariana tetap melakukan pekerjaannya. Saat bi Tinah masuk ke dapur hanya perlu menggoreng telur. 

"Biar Bibi saja."

Ariana mengulas senyumnya. "Kalau enggak kerja bawaannya lesu, Bi. Apalagi keadaan seperti ini."

Semalaman dia tidak tidur memikirkan Saira. Bagaimana cara bisa menghentikan rencana ibu mertuanya? Karena Ariana tidak sanggup kalau harus menjamin Saira. Bagaimana kalau terulang lagi dan lebih parah?

"Kalau ada yang bertanya, bilang aku ke pasar Bi," kata Ariana. Sinar matahari pagi sudah terlihat, sebentar lagi akan ada tangis pilu mengantar kepergian Saira dan Ariana tidak sanggup melihatnya.

Ia akan pergi sebentar. 

Tidak ada drama. Semua ada di rumah saat Saira akan berangkat. Hanya Ariana yang tidak ada. Selain Hanindya, tidak ada yang bertanya keberadaan wanita itu. Mona dan Uki menangis dalam pelukan Ardi, Jun diam tak berbicara. Salam terakhir sebelum Saira terbang bersama Hadi menyesakkan dada Jun. Seandainya ia bisa menjaga Saira mungkin tidak akan ada kejadian ini, tapi kemarin Jun berpikir jika Saira sudah besar dan bisa menjaga diri. 

Ariana duduk di taman komplek. Ia bersyukur karena tidak ada yang mencarinya. Sesekali ia melihat ke atas di mana langit terhampar luas. Ia tidak sanggup melihat wajah sedih anak-anak jadi akan mengucapkan selamat jalan dan baik-baik selalu pada Saira dari sini. Ariana menunggu pesawat yang membawa Saira pergi.

The Stepmother (Tamat-Cerita Lengkap Ada Di PDF)Where stories live. Discover now