♪¹

14.2K 745 26
                                    

*+:。.。 HAPPY READING。.。:+*













Yelo. Itu namanya. Tanpa marga atau pun nama lengkap seperti kebanyakan nama orang di luar sana. Sosok yang tak pernah mengenal apa itu orang tua bahkan sanak saudara. Keluarga, kata yang teramat jarang terbesit dipikirannya.

Tujuan hidup Yelo hanya untuk hidup dengan tenang. Yelo selalu berharap ia bisa mendapat asupan makan dan minum tanpa harus bersusah payah mengorek sampah. Tak ada penindasan dan kekerasan yang setiap hari Ia rasakan.

Dunia terlalu keras untuk manusia rapuh seperti Yelo yang baru menginjak usia 10 tahun. Bukan keluarga Yelo saja yang menolak hadirnya, bahkan manusia-manusia jahat di sekitar juga.

Seperti saat ini, tubuh kecil Yelo yang tengah di keroyok tanpa ampun hanya karena bocah itu menolak memberi hasil kerjanya pada preman. Memang salah Yelo yang mencari mati pada pria-pria kekar ini.

"A-ampun, Paman! Tubuh Yelo sakit sekali, Ampun!!" Lio menjerit di sela rasa sakitnya.

"Ampun? Bocah sialan, berani sekali menantang kami. Ini hukuman mu, kau tau." Salah satu pria dari ketiganya tanpa iba menendang kuat tengkuk belakang Yelo. Beruntung, si kecil menahan dengan tangan yang membuatnya tak kehilangan kesadaran.

"Yelo salah, to-tolong sudah ... Paman Yelo mohon," rintih Yelo bergetar, yang sialnya hanya di balas tawa remeh oleh ketiga preman itu dan malah semakin menggila mengeroyoknya.

BUGH BUGH BUGH!

Tanpa ampun ketiga preman itu menendang kuat punggung sempit Yelo yang berusaha menahan dengan posisi meringkuk. Kawasan yang sepi dan jarang dilewati penduduk membuat mereka tidak takut akan ada seseorang yang memergoki atau melaporkan pada pihak berwajib atas tindak kekerasan yang dilakukan.

"Masih tidak mau memberi uang heh?!" sentaknya teriak keras, melihat bocah kecil yang berada di bawah kakinya itu masih setia memeluk erat bungkusan permen berisi hasil kerjanya.

Salah satu preman yang merupakan pemimpin itu menghentikan aksi diikuti dua preman lain. Mencengkram kuat rahang Yelo hingga menggores pipi si membuat ringisan kesakitan dari si empu terdengar yang jelas tak mereka acuhkan.

"Ki-kita berbagi saja ya paman. Yelo lapar belum makan dari lusa tau." Dengan lugu Lio memberi tawaran. Mata bulatnya menatap polos penuh harap. Tak tahu jika ucapannya justru membuat si pemimpin para preman itu marah.

"Berbagai? BOCAH SIALAN KAU KIRA AKU SUDI BERBAGI DENGAN SAMPAH SEPERTI MU!!"

DUGH!!

Tendangan kuat tepat di wajah Yelo terima mentah-mentah. Darah dari hidung mengalir dan beberapa sisi area wajah mendapatkan luka lecet. Sangat perih. Bibir Yelo mencebik ke bawah menahan tangis.

Belum selesai dengan rasa sakit di wajah dan tubuhnya. Pemimpin preman itu langsung merebut kasar uangnya. Yelo tak bisa memberontak, tubuhnya sudah tak berdaya untuk kembali menerima pukulan lagi.

Cuih

Salah satu preman sengaja meludahi tepat dihadapan Yelo sebelum pergi tanpa memberi sedikit sisa uang pada pemiliknya. Tatapan nanar terus Yelo perlihatkan, sebelum detik selanjutnya tangis yang sedari tadi Yelo tahan akhirnya pecah tak tertahan.

"HUWEEE JAHAT!! PAMAN JAHAT!! SAKIT TAUKK!!! Padahal Yelo sudah berbaik hati mau berbagi, tapi malah di pukuli." Jemari mungil Yelo menghapus kasar air mata yang terus mengalir deras.

"Setidaknya berterima kasih karena sudah Yelo nafkahi hiks ... , jangan asal main pergi kaya banci. Dasar paman jelek seperti monyet!!"

Bibir si kecil tak henti-hentinya mengomel dan memaki ketiga preman yang telah tak terlihat oleh penglihatannya. Mana berani kalau masih di sini. Bisa-bisa Lio dipukuli tanpa henti sampai mati.

Posisi Yelo duduk dengan kaki pendek yang diselonjorkan. Lengannya kecilnya terus menghapus jejak air mata di pipinya yang tak mau berhenti. Yelo sedih sekali. Bingung mau makan apa hari ini. Masa iya tidak makan atau minum lagi.

"Yelo ga suka! Yelo ga suka! Pokoknya Yelo ga suka sama paman monyet! Awas aja kalau ketemu lagi bakal Yelo pukul tanpa ampun! Pow Pow pow!" Tangan mungil itu terangkat memukul-mukul udara, seraya bibir mungilnya menirukan suara tinjuan-nya.

Namun, di beberapa detik selanjutnya otak minimalis nya tersadar kalau itu hanyalah khayalan semata. Mana bisa tubuh kurus kecil yang kekurangan gizi ini melawan preman berbadan king kong seperti mereka.

Wajah Yelo kembali sendu. Perlahan ia menegakkan tubuh. Embun bening dari pelupuk mata mengalir kembali melewati pipi tirusn

"Hiks ... Kenapa si Yelo harus jadi gembel. Yelo juga ga punya orang tua. Katanya Yelo anak Haram hiks ... tapi waktu Yelo tanya Haram siapa ga ada yang kenal."

Ingatkan bahwa gembel satu ini tak tahu menahu tentang kata-kata seperti itu. Yelo hanya bocah teramat polos yang sialnya mendapat takdir menjadi gembel.

Sembari kaki kecil tanpa alas kaki itu melangkah pelan, Yelo terus meratapi nasib. Uang nya di rampas habis yang artinya tak ada setoran pada atasan. Yelo pasti dipukuli lagi. Makan pun ia harus mengorek sampah, berharap ada orang yang membuang sisa makanan.

Terus mencari di beberapa tempat sampah, tapi tak ada yang masih sedikit layak diterima. Kalau hanya berjamur atau kadaluarsa Yelo masih sangat bisa menerima, hanya saja yang ia temui benar-benar tak bisa ia terima. Kebanyakan sudah membusuk hingga dipegang saja tak bisa. Yang ada Yelo langsung mati saat ini juga.

"Dede-dedenya Yelo masih bisa tahan kan? Yelo lagi mencari mam kok buat kalian." Lengan kecil itu mengelus perut ratanya yang terus mengeluarkan suara.

Hingga tanpa sadar kaki Yelo sudah melangkah di jalan raya. Di seberang ada tempat pembuangan sampah yang menumpuk. Rasa lapar yang tak bisa ditahan membuat Yelo merasa amat senang.

Berharap bahwa akan menemukan banyak makanan sisa di sana. Menunggu lampu berubah berwarna merah, Yelo mulai melangkah mendekat.

Benar saja, tumpukan roti yang sepertinya sudah kadaluarsa dan banyaknya makanan sisa membuat senyum cerah dari bibir Yelo terlihat.

"Ini baru namanya makan besar! Yelo seneng bangett, habis ini pasti bisa tidur nyenyak," soraknya gembira.

Membuka bungkus roti terburu, Yelo langsung melahap tanpa ragu. Tak tahukah bahwa bisa saja nyawanya hilang kerena hal yang Lio sebut keberuntungan.

Hingga beberapa bungkus roti telah habis di makan. Mata bulat itu mulai terasa berat. Lio merangkak pelan mencari tempat yang bisa ia jadikan sandaran.

"Ish dada Yelo kok sesak."

Mulut mungil itu terbuka berusaha mencari udara yang terasa menjauhi dirinya. Menggunakan sisa tenaga yang ia punya, Lio memukuli dada. Yang semakin ke sini pendangannya semakin memberat, dan perlahan mulai terpejam erat.

Di detik ini yang tak Lio sadari, bahwa tidur panjang tak berujung di raga ini akan membawa jiwanya pergi untuk memulai takdirnya kembali.

Takdir yang membuatnya memulai awal dari segalanya. Awal ia mulai merasa derita dan bahagia yang tercampur bersama. Semua alur tergantung Yelo, sosok bocah lugu yang menginginkan hidup tenang di dunia.














TBC

Hai, ketemu lagi sama Jong cerita baru dengan tema baru juga. Tapi, masi tentang brothership dan family hehe.

Semoga suka teman-teman! Dan ketemu lagi di part selanjutnya (≧▽≦)

Jangan lupa tinggalkan jejak vote & komen

Yelo Where stories live. Discover now