♪⁹

7.4K 737 47
                                    

*+:。.。 HAPPY READING。.。:+*






Suasana ruang makan kali ini nampak tak jauh berbeda dari biasanya. Keheningan tetap menjadi yang dominan di antara mereka. Hanya suara denting alat makan yang saling beradu.

"Kapan Kak Felipe datang?" Lonnie membuka suara setelah meneguk habis air minumnya.

Felipe Laurencius, Putra sulung Carlos yang kini menginjak usia 20 tahun itu tengah mengerjakan bisnisnya di beberapa manca negara. Membuatnya tak hanya menetap di satu daerah saja. Laki-laki itu selalu berpindah-pindah kota atau negara.

"Dia bilang tiga hari lalu akan datang secepatnya. Tapi sampai sekarang belum memberi kabar." Carlos membalas tanpa menoleh.

Terfokus pada sisa makanan di piring. Pikirannya sedikit berkelana memikirkan keadaan bocah yang tiga hari lalu ia usir dari sini. Namun, cepat-cepat Carlos menggelengkan kepala, menghalau apa yang baru saja ia pikirkan.

"Yelo di mana, ya?" Faustin bergumam lirih yang masih dapat di dengar Carlos dan Lonnie. Arah pandang keduanya terfokus pada pemuda yang tengah menunduk itu. Terlihat murung dari biasanya.

TAK

"Bisa ngga usah sebut nama dia di sini? Bikin mual bangsat!" Lonnie meletakkan kuat sumpit di tangannya, menatap tajam sang Kakak yang berjarak tiga tahun darinya.

Faustin menoleh, balik memandang dingin adiknya. "Ingatkan kalung yang waktu itu dia pakai? Bukankah seharusnya kita selidiki?" tuturnya melirik Carlos.

Mimik wajah pria itu berubah, mulai terfokus pada arah pembicaraan putranya. Kedua tangannya di bawah meja mulai terkepal menandakan ada perasaan yang mengganjal.

"Buat apa? Lo ngarep kalau dia adik kandung kita? Gila!" maki Lonnie. Ia tak setuju dengan ucapan Faustin untuk melakukan tindakan itu.

Lonnie masih belum bisa menerima fakta bahwa bocah itu mempunyai darah yang sama. Perihal status bahwa Yelo merupakan anak haram juga hanya pengamen jalanan membuat Lonnie jelas menolak hadirnya. Walau saat pertama bertemu, ada setitik rasa nyaman, tapi Lonnie menyangkal bahwa ia hanya kasihan.

"Memang apa masalahnya kalau dia adik kita? Tinggal terima apa susahnya? Yelo sudah terlaku sakit buat kita kasih lagi luka dengan kalian yang ngga menerima dia!"

Faustin bangkit mendorong kursi yang di duduki hingga mundur beberapa senti. Ia memandang Carlos dan Lonnie bergantian.

"Dia cuma anak 10 tahun yang kekurangan segalanya, entah dari materi atau bahkan kasih sayang. Tinggal di panti terus di usir karena statusnya sebagai anak haram, hidup luntang-lantung di jalanan sendirian. Dapat cacian dari banyak orang. Untuk makan bahkan harus ngorek sampah. Kalian mikir ngga sih gimana nasib Yelo selama ini?"

Mata Faustin terasa memanas. Yang tak lama tetes air mata mulai jatuh mengalir melewati pipinya. Hatinya terasa sesak, entah kerena iba atau rasa bersalah telah memperlakukan Yelo dengan buruk kala itu.

"Ngga usah munafik, mulut Lo sendiri yang bilang cuma kasihan ke dia. Jangan berlebihan!"

Lonnie memutar bola matanya masalah. Ia memalingkan wajah enggan menatap wajah Faustin yang mulai sembab. Mengapa kakaknya menjadi berlebihan hanya demi bocah yang bahkan untuk ia sentuh saja tak sudi.

Yelo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang