♪⁷

7.1K 654 58
                                    

*+:。.。 HAPPY READING。.。:+*






Suara gumaman tak nyaman dari bibir mungil Yelo terus terdengar. Menggeliat mencari posisi yang membuat semakin nyaman terus Yelo lakukan. Tidak peduli dengan siapa ia bersikap seperti ini. Tubuh Yelo sekarang tengah memberontak keras. Mulai dari demam hingga nyeri di kepala belakang.

"Eungg hiks pusing ... kepala Yelo pusing~" rengek Yelo terisak kecil.

Faustin, sosok yang menggendong koala Yelo itu mengusap lembut pelipis Yelo yang terdapat bulir keringat. Wajah Yelo nampak pucat membuat Faustin iba. Terlebih lilitan perban di dahi dengan bercak kemerahan di yang menembus di bagian belakang. Namun, Faustin tidak ada niatan membawa Yelo ke kerumah sakit. Lantaran takut publik akan mengetahui keberadaan Yelo saat ini sebagai bungsu Carlos.

"Sakit, Utin, kepala Yelo sakit ...," adu Yelo mendongak menatap Faustin. Bibir mungilnya mencebik dengan mata bulat yang berkaca. Tangan kecilnya mencengkram piyama Faustin.

Remaja itu diam-diam menggigit bibir dalam. Telinganya memerah melihat wajah melas Yelo yang justru nampak begitu lucu. Semburat merah alami di pipi Yelo menjadi daya tarik untuk Faustin gigit. Terlebih sikap lemah yang Yelo tunjukan menumbuhkan perasaan aneh dari dirinya.

"Sssttt, nanti sembuh oke?" ujar Faustin berniat menenangkan.

"Yelo mau sembuhnya sekarang!" sentaknya beralih menarik sebelah telinga Faustin. Bibir Yelo mulai bergetar siap menumpahkan tangisnya.

"Iya, sebentar lagi sembuh kok. Habis makan pasti sembuh," balas Faustin sabar seraya melepas berusaha melepas jeweran tangan kecil Yelo ditelinga. Kemudian ekor mata Faustin melirik jam digital di atas nakas samping ranjang.

Faustin teringat jika hari sudah menunjukkan waktu makan malam. Tak sadar bahwa ia sudah hampir empat jam bersama bocah yang bahkan belum sepenuhnya ia terima hadirnya. Bahkan rela mengurus dengan suka rela saat Yelo terserang demam.

"Yelo ngga boleh makan sama Papanya Utin," beri tahu Yelo dengan suara pelan. Yelo menyenderkan kepala di dada bidang Faustin. Menikmati setiap detak jantung dari remaja yang mendekapnya.

Tungkai yang sebelumnya hendak Faustin bawa keluar ia hentikan. Menunduk, menatap wajah Yelo yang memerah faktor saat demam. Wajah anak itu nampak sayu dan sendu. Faustin mengusap pipi tirus Yelo, membuat si empu menatap nya.

"Siapa yang berani melarang mu makan, eh? Biar Utin pukul dia!" Faustin mengubah mimik wajah sok garang. Ia juga ikut menyebut dirinya 'Utin' seperti yang anak itu katakan.

"Utin mana berani," kata Yelo remeh. Ia mulai teralihkan dari rasa tak sakit dan tak nyaman yang menyerang. Hanyut dalam gurauan sosok Faustin.

" Tidak ada yang bisa membuat Utin takut, siapapun itu pasti akan lari ketakukan saat mendapat pukulan dariku," katanya songong sembari menyibak rambut cokelatnya ke belakang. Tidak lupa wajah angkuh khas Faustin.

"Yelo juga bisa pukul,  Yelo hanya malas," ujar nya tak mau kalah. Walau tak se-menggebu biasa, tetap saja lebih baik dari pada terus merengek tak nyaman.

Faustin terkekeh pelan. Ia membenarkan lekat gendongan. Membawa tungkai menaiki lift menuju ruang makan. Di sana sudah terdapat Carlos dan Lonnie yang menunggunya duduk di kursi masing-masing. Kentara raut heran mendapati ia yang datang bersama Yelo.

Yelo حيث تعيش القصص. اكتشف الآن