♪¹⁵

4.2K 642 34
                                    

ABSEN DENGAN MENYEBUT NAMA YELO!
1) YELO TAMPAN

*+:。.。HAPPY READING。.。:+*
























Suara ketukan pantofel menggema keras di lorong rumah sakit. Wajah dari si pemilik sepatu nempak memerah menahan emosi dan kalut yang menyelimuti. Felipe, Laki-laki itu mendobrak keras pintu ruang VIP.

Napas memburu. Entah karena faktor berlari dari parkiran atau keadaan yang membuatnya demikian. Pundak lebar nya meluruh begitu mata elang Felipe mendapati bocah yang baru saja tadi pagi dia pandang dengan cerah, kini terbaring lemas. Helaan napas panjang terdengar.

Langkah jenjang Felipe berjalan mendekat. Bibirnya dia gigit kuat. Tiba-tiba matanya memanas. Konyol rasanya, kenapa dia jadi merasa cengeng. Felipe ingin menangis. Ingin mencabut semua benda-benda menjijikan yang menempel di tubuh kurus Yelo.

Felipe mendudukkan diri di kursi samping ranjang. Tangan kekarnya terulur menggenggam jemari mungil Yelo yang bebas dari infus.

"Nakal banget sih, bikin kakak nangis kaya gini. Mau balas dendam ceritanya?" Felipe terkekeh hambar. Mencolek hidung pesek kecil Yelo. Kemudian menunduk saat setetes air mata terjun melewati pipi tegasnya.

"Baru tadi pagi teriak-teriak kaya monyet, sekarang malah kaya gini sih. Gagal jadi anak terong dong."

Ucapan Felipe seperti gurauan. Tapi, suaranya bergetar menahan isakan. Dia terkekeh sesekali tapi air matanya justru semakin banjir. Hingga lama kelamaan, Felipe tak kuasa. Dia menarik tangannya. Menutup wajah dengan telapak tangan. Mulai terisak kencang.

"Kakak harus gimana kalau kamu seolah nutup diri buat kita, Dek. Kakak takut kalau kamu kaya gini, kakak takut Mama kecewa. Tolong buka hati kamu buat maafin kita .... "

Felipe kacau. Dia baru saja berada diperjalanan untuk menuju kantor tempat dia bekerja dengan perasaan yang berseri. Hingga ponselnya berdering nyaring, laporan dari salah satu pekerja tentang keadaan rumah membuat nya membeku seketika. Tanpa banyak kata, Felipe memutar balik mobilnya. Mengendarai dengan kecepatan kencang menuju rumah sakit.

Carlos tidak di sini. Pria itu memilih pergi setelah memberi izin bawahannya membawa Yelo ke rumah sakit. Carlos seolah tidak ingin peduli. Ego nya terlalu tinggi. Felipe bukan tidak ingin marah, dia kecewa lantaran Carlos penyebab rusaknya hubungan yang mereka susun sebaik rupa. Tapi, Felipe mencoba netral.

Felipe menarik napas yang tersendat. Hingga suara decitan pintu terdengar. Buru-buru dia mengusap air matanya. Menoleh, ada Fautin di ambang pintu. Kondisinya hampir sama dengan pertama dia datang.

"Kenapa bisa gini?" tanya Faustin terdengar frustrasi. Faustin mendekat. Mengusak rambut kasar. Sama seperti Felipe, dia bahkan belum sampai ditujuan. Tapi, dipaksa putar balik lantaran keadaan yang diluar dugaan.

Ekor mata Faustin melirik wajah sang kakak yang kacau. Laki-laki 20 tahun itu diam. Dia tahu, Felipe pun bingung harus menjelaskan seperti apa.

"Dia ngomong apa sampai bikin Papa ngamuk. Ga biasanya." Faustin duduk di sofa. Dia belum mendengar cerita sepenuhnya. Mencoba menggali informasi.

Faustin panik. Dia juga khawatir pada keadaan Yelo. Tapi, empatinya belum sebesar itu. Insting seorang kakak untuk Yelo belum sepenuhnya bangkit. Faustin merasa, ini hanya bentuk belas kasih sesama manusia.

"Yelo tadi kejang." Bukan menjawab. Felipe justru berkata lain. "Kakak takut." Omongan Felipe terdengar bergetar. Kedua tangannya meremat di bawah sana. Menunduk dalam.

Yelo Where stories live. Discover now