♪²

11.2K 788 10
                                    

*+:。.。HAPPY READING。.。:+*























Matahari saat ini tengah pada titik teriknya. Cahaya yang menyilaukan serta panas yang menyengat membuat banyak orang enggan menampakkan diri untuk keluar rumah.

Namun, hal itu tak menjadi hambatan untuk bocah gembel seperti Yelo untuk melunturkan semangat mencari nafkah. Senyum manis terukir saat lantunan lagu dari ukulele butut mengalun saat dipetik oleh jari-jari mungil Yelo.

"Semoga hari kalian menyenangkan, terima kasih atas uang yang sudah disisihkan."

Yelo menunduk kepala pada orang yang menaiki angkutan umum sebagai ucapan terima kasih. Segera turun, Yelo mengusap dahi yang bercucuran keringat.

"Panas banget sih, pusing tau."

Yelo mengambil asal potongan kardus yang tergeletak. Mengipaskan pada wajahnya. Kaki kecil Yelo mengalun mencari tempat berteduh. Sesekali membenarkan baju kumuh kebesaran yang sampai memperlihatkan pundak kurus Yelo.

"Dapat berapa milyar hasil ngamen hari ini ya?"

Yelo terkikik senang setelah duduk di bawah pohon beringin pada taman dekat jalan raya. Dengan amat sangat fokus, Yelo menghitung uang hasil ngamennya dari pagi sampai tengah hari, dan nanti akan lanjut lagi.

"Sembilan belas ribu ... Dua puluh ribu ... tiga pul— eum salah, dua puluh dua, dua puluh tiga limaratus!!!"

Yelo memekik saat merasa uangnya terkumpul hampir cukup untuk setoran menyewa ukulele.

"Yelo bisa makan enak pasti."

Yelo tersenyum manis yang membuat mata bulatnya membentuk bulan sabit. Tangan kecil nan pendeknya memeluk erat uang hasil kerjanya.

Mengamati sekitar, banyak orang tua dan anak yang tengah menikmati hari bersama. Padahal bukan hari libur, tapi kenapa banyak sekali orang tua yang mau memberi waktu hanya untuk bermain dengan keluarga kecilnya. Yelo jadi iri, sedikit.

"Yelo hidup cuma buat nunggu mati doang ya?" tanya nya pada diri sendiri.

Tiba-tiba Yelo merasa dadanya berdenyut tak nyaman. Wajah cerahnya berubah murung. Menekuk kaki di depan dada, Yelo menyembunyikan wajah di lipatan kakinya.

Hidup luntang-lanting sejak kecil nyatanya tak membuat Yelo benar-benar terbiasa walau terus berusaha. Hidup sendiri dan bertemu dengan banyak macam sifat manusia membuat Yelo paham dengan kerasnya dunia luar.

Tak sekali dua kali Yelo menerima tatapan belas kasihan, atau bahkan tatapan jijik yang tertuju. Sampai rasanya Yelo ingin mencolok saja mata mereka. Padahal hidup Yelo tak seburuk itu sampai harus mendapat tatapan seperti itu.

Menurut Yelo, semua harus disyukuri dengan lapang dada. Karena pasti masih ada banyak orang yang lebih kurang beruntung dari kita.

Yelo terus melamun sampai beberapa saat. Sebelum pandangannya terhalang oleh orang tak Yelo kenal. Ia hanya dapat melihat kaki yang terbalut celana jeans berdiri tak lebih dari satu meter di depannya. Belum sempat mendongak untuk memastikan siapa sosok yang mengganggu istirahatnya, Yelo dibuat menegang hebat oleh sapaan sosok itu.

"Lama ngga ketemu, bocah."

Perlahan Yelo mendongak, menatap takut preman yang beberapa saat lalu mengambil uang kerjanya. Reflek Yelo memeluk erat uang dalam bekas bungkus makanan.

Yelo Onde histórias criam vida. Descubra agora