28: 11 tahun yang lalu

21.1K 1.8K 757
                                    

"Reino" panggil Kania.

Mata Reino mengerjap-ngerjap saat didapatinya mama serta adiknya yang kini tengah menangis. Reino kira mama dan adiknya menangis karena haru bahagia dia sudah siuman. Tapi ternyata salah, sorot mata Kania dan Rika terlihat begitu terluka.

"Reino papa kamu Rei—" ucap kania sambil terisak.

Andaikan hari itu adalah mimpi buruk bagi Reino. Tapi itu benar-benar nyata, Reino tidak melihat papanya ketika dia sudah sadar.

"Maksud mama... Papa kenapa?" Tanya Reino dengan suara serak dan air mata yang sudah tidak terbendung lagi.

"Papa kecelakaan Mas, waktu mau ke Apartment mbak Sintia" ucap Rika juga dengan terisak.

"Nggak, nggak mungkin papa udah gak ada. Papa masih bicara sama Reino waktu Rei masih di Apartmant mbak Sintia" teriak Reino dengan nada histeris.

Dia begitu terpukul, bagaimana bisa orang yang Reino cintai dua duanya pergi dalam waktu yang bersamaan.

"Tapi itu kenyataan nya mas" Rika juga masih menangis. Dia juga sama tidak percayanya dengan semua itu. Sementara kania, dia terduduk dengan badan yang begitu lemas.

"Mam semua ini bohong kan? Gak mungkin papa ninggalin kita" teriak Reino pada Mamanya.

Kania menggeleng. "Ini semua benar Reino"

Hati Reino begitu hancur mendengar kabar duka ini. Hidupnya yang indah dan penuh kasih dengan kedua orang tuanya tiba-tiba hancur dalam waktu satu malam. Cinta pertamanya pun pergi memberi luka yang begitu dalam bagi Reino. Senyuman indah Sintia, dan perhatian yang Reino dapat dulu sekarang sudah tidak ada lagi.

Reino turun dari ranjangnya dan keluar dari ruang rawat VIP nya. Namun belum juga dia sampai di kamar mayat papanya, mata Reino mendapatkan wajah Sintia dengan baju suster yang kini akan menghampirinya.

Reino menggeleng, "nggak-nggak mungkin itu mbak Tia"

"Mas maaf, dokter belum mengijinkan mas buat keluar ruangan" suster itu mengingatkan.

Sebenarnya itu adalah suster, namun di mata Reino suster itu terlihat seperti Sintia. Entah kenapa itu bisa terjadi, Reino begitu ketakutan dan dadanya begitu memburu. Seakan-akan oksigen di dalam paru-parunya terasa menipis. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya berharap wajah itu adalah suster. Tapi wajah itu tetap terlihat seperti Sintia.

Reino akhirnya berlari menjauhi Suster itu, namun saat dia berlari dia juga bertabrakan dengan dokter yang kini wajahnya juga seperti wajah Sintia. Bahkan yang lainpun terlihat seperti Sintia. Reino begitu ketakutan. Dia berlari ke atas atap rumah sakit agar dia tidak menghampiri orang lain.

Hanya Rika, dan Kania yang tampak tidak seperti Sintia. Semua perempuan yang Reino tadi hampiri semuanya berwajah seperti Sintia. Dia mengusap matanya dengan kasar. Entah kenapa dengan diri Reino. Senyuman itu, senyuman yang Sintia tampilkan sebelum dia pergi ke alam baka sekarang terlihat di mana-mana. Bibir merah darah itu terlihat menyeramkan di mata Reino.

Reino menangis sejadi-jadinya di atap rumah sakit itu. Entah kenapa dengan dirinya sekarang, dia terduduk di lantai. Bayangan itu terus berputar di otaknya.

***

Langit menjadi gelap gulita, hanya bintang-bintang yang terlihat di langit. Reino tengah menekuk lututnya, dia masih ketakutan. Masih terduduk di atap rumah sakit. Di lantai paling tinggi, hingga kota Jakarta terlihat kerlap-kerlip dari ketinggian. Rasa takutnya mengalahkan Reino untuk singgah dari tempat itu.

My Perfect Teacherजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें