part 3

51 11 2
                                    

Setelah menaiki ojek, kini anindya telah sampai dirumah yang dulu ia tempati, sayangi, jaga, rawat dan tempat saksi bisu bagaimana pahit nya keadaan keluarga didalamnya.

"Assalamualaikum" ucap anindya.

"Ayah....kakak.... adik......" panggil anindya karena pintu rumah yang masih tertutup.

"Apa ayah masih tidur ya??" Tanya nya dalam hati.

Setelah menunggu hampir 15 menit, akhir nya kak chandra membuka pintu.

"Eh, anindya dari kapan disini? Kok ga panggil dek?" Tanya chandra

"Barusan kok kak, tadi anindya udah panggil, tapi kayak nya kakak belum bangun, jadi anindya tunggu aja diluar" jawab anindya dengan senyum di bibir nya.

"Ya udah gih masuk, mau ketemu ayah?" Tanya chandra.

"Ngapain kamu kesini!" Tanya Dharma yang baru saja keluar dari kamar dengan nada yang sedikit meninggi.

"Itu... anu... ayah.. anindya.. itu..."

"Kamu ini bisa ngomong tidak sih! Bicara saja susah begitu, nyita waktu saya saja!" potong dharma.

"Maaf ayah,, anindya mau ambil baju sama seragam anindya" jawab anindya dengan badan yang sudah bergetar karena menahan takut.

"Oh, apa ibu mu tidak mampu membelikan baju dan seragam untuk mu?" Sinis dharma.

"Bukan ayah, seragam anindya masih bagus, jadi sayang kalau harus beli seragam baru" jawab anindya dengan pandangan menunduk.

"Sudahlah ayah, adik kan hanya mengambil baju dan seragam nya, tidak usah di perpanjang kan? Masih pagi udah marah-marah aja" ucap chandra agar sang adik tidak terus di marahi ayah nya.

"bawa semua saja sekalian barang-barang kamu, penuhin rumah aja!" ucap dharma lalu meninggalkan anindya dan chandra.

"Tidak usah di dengarkan ucapan ayah, ayah sayang kok sama kamu, tapi mungkin lagi kecewa aja" ucap chandra menenangkan adik nya.

"Iya kak, anindya gak apa kok, makasih ya kak" jawab anindya dengan senyum manis nya.

🌼🌼🌼

Disebuah kamar bernuansa cat warna putih dan merah muda itu sekarang anindya dan chandra berada. Kamar yang menjadi saksi bisu tangisan anindya setiap malam nya, hingga tiada orang yang tau selain diri nya sendiri.

"Kamu sama ibu sehat kan di sana? Gimana keadaan rumah disana? Kamu betah gak?" Tanya chandra.

"Ibu sehat kok kak, aku juga sehat. Rumah nya nyaman kok kak, sama kayak disini, aku betah juga di sana, anindya mah selalu betah di mana aja" jawab anindya dengan setengah tawa nya.

"Kamu itu ga berubah ya, suka ketawa-ketawa padahal habis nangis" ejek sang kakak sambil mengelus kepala anindya.

"Is kakak, aku tu nangis paling karena kelilipan doang kali, terus jangan gini dong kak, nanti jilbab anind berantakan, tau nggak nata jilbab biar rapi tu butuh tenaga yang tinggi tau" balas sang adik sambil memasukan baju nya ke sebuah koper milik nya.

"Iya deh iyaaa, dasar bawel, sini kakak bantuin. Dasar cewe baju nya banyak, tapi kalo mau keluar bilang nya gak punya baju" ucap chandra sambil membantu anindya memasukan baju kedalam koper.

"Yeeee kakak kayak ga tau cewe aja, makannya punya pacar dong, biar ga jomblo terus" ejek anindya.

"Dih sembarangan ini anak, ganteng gini kamu bilang ga punya pacar? Sorry ya dek, antri noh ciwi-ciwi" ucap chandra dengan PD nya.

"Yaaa yaaa yaaaa oke lah okeeee" anindya mengalah

"Ya udah ya kak, anindya pulang dulu" pamit anindya lalu mencium tangan kakak nya.

"Ayah, anindya pulang dulu ya" pamit anindya pada ayah yang saat ini berada di teras.

"terserah, jangan sampai ada yang ketinggalan! Biar kamu ga usah repot-repot balik kesini lagi!" sinis dharma tanpa menanggapi tangan sang anak.

"Iya ayah, terimakasih" anindya menarik tangan nya karena tak di sambut oleh ayah nya itu.

Anindya kini berjalan sambil menarik koper nya, mencari ojek untuk pulang kerumah yang ia tinggali sekarang bersama ibu nya. Panas terik membuat ia pusing, ia merasa sakit nya mulai kambuh beberapa hari ini, namun ia masih menahan nya dan tak memberitahukan pada siapa pun .






Kira-kira anindya sakit apa nih?
Ada yang tahu nggak?

LARAYNNAWhere stories live. Discover now