Chapter 13: Menawan

133 28 1
                                    

"Sangat.."

"Uh?"

"Menauwan!" seru imut Thorn menjadi seorang yang menyuarakan pendapatnya mendahului kedua kakak yang ternganga dengan betapa indahnya gelang elemental kepunyaan yang mereka dapatkan baru saja ini.

"Terukir dengan sangat detail, bahkan bentuk logonya mirip dengan yang ada di pakaian, serta topi kami," jelas Genpa melanjutkan seruan adiknya itu.

"Jorgor!"

"Ha-"

"Gorgus?"

Seketika Taufan dan Thorn terdiam dikarenakan tidak paham dengan apa yang Blaze ingin katakan, sama halnya dengan Ice meskipun dia memang sudah diam dari awal.

Solar dan Gempa pula terkekeh, sedangkan Hali nge-pft.

"U-uh," Blaze terbingung, tidak terpikir olahan kata benar yang harusnya ia katakan itu apa.

"Gorgeous kak!" tawa Solar lansung seketika pecah melihat kebingungan dari raut sang berapi.

Menawan

"Eh iya ya! Aihh maluuuu"

"Kalau belum sehafal itu jangan coba-coba! Malu kan, pft!" ejek Solar lagi diikuti kekehan Hali di belakang sana. "Baru, belajar lagi blaze," ujar Gempa. Blaze mengangguk malu sambil menutupi wajahnya.

"I-intinya, ini bagus banget hhe.." jelas Blaze dibalas dengan senyuman oleh sang termuda, Solar.

"Jaga ya, kak. Aku menghabiskan sebulanan hanya untuk membuat itu semua, kalian tau," minta Solar dengan mata berbinar penuh harapan.

"Anggap hadiah, sekaligus lambang persaudaraan kita!" serunya melanjutkan permintaan itu karena butuh penghargaan dari ke-enam kakaknya.

Mereka segera mengangguk seraya beberapa fokus memperhatikan gelang elemental itu. "Baiklah sol."

"Tenang saja.., kami semua pasti akan menjaganya dengan baik."

"..haih...," lirihan mulai terdengar, mengiringi heningnya batang tubuh yang tertunduk di area dekat meja tinggi itu.

Jari berpeluk, meremas erat gelang menawan kepunyaan kakaknya itu yang dia pikir menjadi satu-satunya gelang yang tidak berada di tangan sang pemilik.

Juluran tangan kanan terlihat di depannya dengan telapak memperlihatkan gelang salah satu elemental lagi.

"?" Taufan menoleh ke atas sedikit, melihat salah satu adiknya berdiri dengan wajah datarnya. "Bukan cuma satu, tapi terlepas dua dari pergelangan tangan pemiliknya," ujar ice dengan nada biasa saja.

"Ouh.., baiklah!" senyum Taufan mengambil gelang di telapak tangan Ice dengan sigap. Sipitan mata terlaku, hanya segera menurukan tangannya dari terangkat itu. "..stop  your masked smile, its tiring."

..hentikan senyum topengmu,
itu melelahkan.


Sontak hal itu mengejutkan Taufan yang sedang memegang kedua gelang elemental. "Apa maksudmu, Ice? Ku tidak mengerti," bohongnya berpura-pura tidak tau maksud perkataan itu.

Helaan nafas terdengar, tepukan lembut di bahu pun terlaku. "Lucu."

"Eh?"

"Kau bertingkah seakan baik-baik saja, padahal nyatanya kebalikan dari itu. Lucunya lagi.., kau masih bisa menghibur demi membuat Solar berpikiran positif, sedangkan.." Mendekat, lalu mengarahkan jari telunjuk tangan kanannya ke dada Taufan, membuat terkejut dia yang merasakan. "Diri ini hancur, berkeping tak terhitung."

Taufan seketika terdiam. Wajah was-was pun lansung terukir di dirinya.

Segera mundur setapak dengan mata menoleh berlainan. "Kau mungkin.. sa--"

"Berhenti mengelak." dingin Ice menyentak seketika. "T-tidak!"

"Kau memang salah Ice. Aku memang baik-baik saja kok, jadi tidak usah khawatir," lanjut Taufan memperjelas sambil tersenyum dengan lembut padanya. Tangannya mendorong jari telunjuk Ice cepat, menyipitkan dia yang merasai hal tersebut.

Helaan nafas pun terlaku, seakan lelah untuk berdebat lebih lanjut.

"..okelah. Jaga dua gelang itu. Jika hilang, harapan mungkin sirna," ujar Ice pasrah, berjalan meninggalkan lokasi berdiri sebelumnya. Mengangguk cepat. "Baiklah!"

Kedua mata kembali memperhati gelang di telapak tangannya. Tak lama helaan dilakukan, lalu kaki segera menapak meninggalkan lokasi.

Kamar pribadinya ditujukan, sebagai tempat terbaik memendam segalanya.

▪▪▪

"Kak ice!" panggil seseorang dari belakang sana. Menoleh, menampak lelaki muda dengan kacamata bulatnya, pemberi kesan berwibawa.

"Sol?" tanya Ice bingung. Tak tertebak, seorang itu adalah Solar. Namun kenapa menggunakan kacamata bulat?

Apa ada yang salah?

"Ya," jawabnya. Sedikit menurunkan kacamata itu, lalu berpose tampan.

Keluar sudah jiwa narsisnya._.

Ice yang menampak menatap sinis, amat tidak menyukainya. "Hehe~" Solar terkekeh seraya membenarkan kembali kacamatanya.

"Kau mau apa?" tanya Ice menyilangkan tangannya segera, menatap datar dengan mata sedikit tersipit. "Ku butuh sedikit es mu yang dapat mengalir," minta Solar. Alis menurun tajam, maksud bingung maksud dari Solar memintainya hal seperti itu. "Untuk apa?"

"Penelitianku. Masih tidak tau sih apa yang sedang ku buat, karena asal saja. Jadi ya, beri saja kak," jelas Solar memintai. "Ouh.., tapi kenapa tidak dengan es di kulkas?"

"Beda."

"Oh.. baiklah," boleh Ice mempersiapkan kotak untuk diisi dengan es yang cair. "Tidak kusangka kau masih meneliti."

Solar tersenyum. "Kak.. Taufan kan bilang padaku untuk tetap positif. Lakukan terus apa yang ku biasa kerjakan, jangan berharap kan kematian! Karena itu, aku mencoba keluar dari zona itu. Ya, dia benar-benar menginspirasi," jawabnya panjang lebar.

Ice terdiam seraya menyelesaikan apa yang Solar minta. "Orang positif memang beda. Terima kasih," lanjut Solar seraya diberikan kotak berisi es itu.

"Ya." Berjalan meninggalkan dengan bisikan kecil. "Padahal aslinya penuh dengan kenegatifan." Yang berhasil membuat Solar tersentak.

Juluran tangan terlaku, menarik lengan sang kakak yang meninggalkan lokasi. "Apa.. maksudmu tadi?" tanya Solar bahkan melupakan panggilan kakak dalam pertanyaannya. "..tidak ada."

"Tap--"

"Nggak penting."

"I-"

"Paling juga salah dengar. Lupakan saja," senyum tipis Ice melepas genggaman itu, lalu berjalan meninggalkan dengan ukiran mulut yang terhentikan.

Solar terdiam. Tangannya terjatuh ke bawah, selurus dengan badannya.

"Oh.., baiklah."

-Tbc-

NWNE 2: Tell Me The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang