Chapter 17: Bodoh

112 29 1
                                    

"I.. kau ada benarnya," jawabku hanya menyetujui, namun tidak berkata pasti.

"....."

"Sepertinya kau harus menjawabnya."

"Lagian, kenapa kau menyembunyikan sesuatu dari Kak Hali??" tanya Gempa melanjutkan ucapan Blaze yang tentunya tidak dapat didengar oleh Hali.

"Dia semakin menyebalkan. Jadi.. tentu ini waktunya," batinku tidak memberi mereka jawaban, namun meyakini suatu hal pasti.

"Thorn baik-baik saja," ujarku memberi jawaban kepada Hali dengan entengnya. Tangan ku silangkan dengan kepala yang menoleh berlainan. Kusadari ruh Gempa dan Blaze bersembunyi di belakangku seperti orang yang menjauhi wilayah. Namun tentu aku hiraukan saja.

"I-"

"Biar kuulang.." Ku menoleh hati-hati, lalu memberi tatapan tajam penuh arti pada Hali yang berkemungkinan membuat ia tak mampu bertolak. "Thorn ... baik-baik saja."

Kulihat kekosongan seketika muncul pada mata Hali, membuat keheranan ada pada ruh di belakang.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Semakin hening.
Tidak muncul secercah suara dari mulutnya, sehingga..

PLAK

Tamparan tanpa permisi kulayangkan pada pipinya. Kulihat ia. Bukannya menjerit kesakitan secara intens, pupil matanya justru perlahan menatapku layu. "Kenapa baru sekarang?"

"Hm- Mencari waktu yang tepat?"

"Alasan dia?" Bukannya meng-ouh atau apalah, Hali kembali mempertanyakanku. Amat terlihat betapa dia sangat membutuhkan kejelasan.

Tanpa basa-basi, segera kalimat penuh penjelasan kuberi secara pasti. "Dia lebih nyaman tinggal bersamaku. Ingatan dahulu mungkin sedikit ... mengganggu pikirannya. Juga.."

Ya begitulah. Kuceritakan secara singkat namun jelas. Tapi entah kenapa wajah Hali menampakkan raut yang seakan tak paham akan kejelasannya.

Tak.. tak

Ia kembali terduduk. Kepalanya seketika ia tidurkan di atas bantal, membuat dua yang di belakangku menatap bingung bukan main.

"Uh..."

"..well then.." Seketika Hali bersuara dengan wajah datarnya. Ia sama sekali tidak menatapku, hanya terfokus ke tangannya yan memelintir ruas jari dalam hitungan waktu.

"Kau tidak mempermasa--"

"I'm a bad big brother. That's all."

Aku seorang kakak yang buruk.
Itu saja.


Kata cukup singkat langsung Hali keluarkan sambil dengan mudahnya memotong ucapanku. Nada bicara datar seakan tenang, membuatkan aku maupun 2 ruh belakang ini terbingung, sulit menebak isi hatinya saat ini secara pasti.

"Oh.. tapi kau tau bu--"

"Apa kau mendengarku, Reverse? Aku kakak yang buruk. Sangat buruk yang seburuk-buruknya!" tegas Hali mulai menatapku lagi dengan pupil yang sedikit menyipit, memastikan dirinya tampak kesal. Ya, nyatanya memang.

NWNE 2: Tell Me The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang