Chapter 2 - Bondi Beach Tragedy

230 34 30
                                    

Kali ini kita bertemu dengan si cantik Seraphina 😍

Maaf ya, lagi-lagi aku harus edit dan repost bagian Seraphina. Ada yang mau aku ubah hehehe

Happy reading 🌹

*****

Seraphina

Buat kebanyakan orang, Sydney adalah kota terbesar di Australia yang sangat indah dan tertata rapi. Ada bangunan Opera House yang menjadi satu destinasi ikonik di Ibu Kota Negara Bagian New South Wales. Tapi, di mata gue, Sydney adalah kota yang identik dengan sun, beach, and brunch.

Gue tersenyum lebar di bawah teriknya matahari Bondi beach. Gue suka berjemur di pinggir pantai pakai bikini. Menikmati segarnya hembusan angin dan suara deburan ombak di laut lepas. Rasanya benar-benar melegakan dan bikin tubuh gue jauh lebih ringan dari sebelumnya. Bukan berarti pantai di Indonesia nggak bisa bikin mood gue membaik, tapi rasanya jauh berbeda.

"Yeee ... malah molor ini bocah!"

Gue refleks menoleh saat dengar seruan itu, lalu menaikkan kaca mata hitam hingga bertengger di atas kepala. Perlahan, gue bangun dari posisi dan menegakkan badan. Marcella, sahabat gue udah kembali sambil bawa dua cup orange juice.

"Gue nungguin lo lama banget. Jadi ngantuk dan berakhir bisa merem bentar. Lo beli minum di mana sih?" tanya gue sambil mengibaskan rambut yang terkena pasir pantai saat tertidur tadi.

"Tuh, di ujung! Mana antri lama banget. Maklum, baru pada brunch."

Marcella menanggalkan robe dan duduk di samping gue. Nggak lupa, sahabat gue itu mengambil sunblock yang terletak di tengah-tengah kami—mengoleskan sunblock agar kulitnya tidak terbakar.

"Cel, lo nggak mau nyoba surfing?" tanya gue.

"Nggak ah! Takut gue, ombaknya gede begitu. Salah dikit, auto mendekat sama malaikat maut," tolaknya.

"Kan bisa sewa pelatih. Seru tahu!"

Marcella menutup sunblock, lalu menatap gue tajam. "Daripada disuruh latihan surfing, mending gue dipanggil dan ditatar sama bokap lo buat masuk ruang operasi."

Sontak aja tawa gue meledak. Marcella adalah salah satu anak didik papi gue di rumah sakit. Sebetulnya, papi adalah orang yang hangat dan penyayang. Namun, gue baru tahu kalau papi bisa berubah menjadi tegas dan sangat serius saat sedang berhadapan dengan para dokter residen. Itulah yang membuat para dokter residen bedah jantung nggak tenang saat bertemu papi. Mereka harus bersiap mendapat pertanyaan atau panggilan untuk membantu menyelesaikan tindakan.

"Nanti gue bilang ke bokap gue deh. Cella semangat banget kalau papi minta bantu di ruang operasi," goda gue.

"Heh!" seru Marcella panik. "Nggak usah aneh-aneh lo!"

Lagi-lagi, gue tertawa keras melihat wajah Marcella berubah masam. Gue tahu, dia cuma berpura-pura marah. Mengingat kami sudah lama berteman dan gue tahu jelas gimana sifatnya.

"Gila ya lo. Hari pertama di sini langsung mau surfing di ombak gede begitu. Harusnya buat pemanasan, lo ke Manly beach dulu yang ombaknya nggak terlalu gede," kata Marcella saat mengamati suasana pantai.

REASON (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang