Chapter 29 - Cinta Butuh Waktu

27 1 3
                                    

Happy reading 🌹
*****
Seraphina

Gue tertegun saat melihat pemandangan itu dari kejauhan. Walaupun nggak lihat mukanya, tapi gue hafal gimana penampakan Kevin dari belakang. Gue kenal punggungnya dan gimana cara dia berpakaian.

Kevin benci gue karena mami. Dia anggap sosok mami yang ngerusak dan bikin keluarga dia nggak bahagia. Tapi, apa yang gue lihat sekarang?

Kevin berada di San Diego Hills, mengunjungi makam mami. Dia benar-benar bersimpuh di samping pusara mami. Dan gue bisa lihat ada buket bunga mawar putih segar yang terletak di sana. Kevin ... berada di sana dalam waktu yang cukup lama.

Jujur, kaki gue berasa mati rasa saat menunggu Kevin menyudahi kunjungannya. Pengin rasanya gue mendekat, tapi kaki gue nggak bisa melangkah. Yang ada malah mata gue yang berkaca-kaca saat Kevin berdiri dan berbalik badan, menatap gue. Saat melihat gue, Kevin sedikit terlonjak. Mungkin terkejut melihat gue berada di sini. Yah ... siapa sangka kami akan bertemu di makam yang jauh dari Jakarta?

Yang bikin gue tercengang kali ini adalah ... mata Kevin merah, kayak habis nangis. Kenapa dia nangis saat datang ke sini? Kenapa dia menangisi perempuan yang kata dia udah bikin keluarganya nggak harmonis?

Kami saling berpandangan cukup lama dalam diam dari jarak yang cukup jauh. Agak bingung menghadapi situasi ini. Bagaimana gue harus bersikap? Pura-pura tidak melihat Kevin, atau menyapanya seperti tidak terjadi apa-apa di antara kami?

Gue meremas jemari gue yang terasa dingin. Menatap Kevin sayu saat dia melangkah mendekat lebih dulu. Tentu aja gue nggak mau terlihat lemah di depan Kevin.

"Kamu ...." Apa kabar? "Ngapain di sini?"

Gue menutup mata sejenak saat pertanyaan bodoh itu terlontar dari bibir gue.

"Saya hanya ingin mengunjungi makam mami kamu," jawab Kevin lirih.

Kamu sangat benci mamiku, kan? Lalu, untuk apa kamu datang?

"Why?" Gue memberanikan diri menatap Kevin. Jantung gue berdebar karena gue udah mengira bagaimana jawaban Kevin. Gue yakin, Kevin sudah tahu semuanya dan saat ini dia menyesal. Dia ingin memperbaiki semuanya. Jadilah dia datang jauh-jauh dari Jakarta, mengunjungi makam mami.

Kevin terdiam. Dia terlihat bingung saat akan menjelaskan. "Maafkan saya, Sera."

No! Gue nggak mau Kevin meminta maaf. Gue nggak mau terlalu mudah memaafkan. Gue pengin menunjukkan kalau meraih hati gue lagi nggak semudah itu. Walaupun di dalam hati gue masih ada rasa yang sangat kuat untuk Kevin. Gue ... masih sangat mencintainya. Damn!

"Vin," panggil gue lirih.

"Ya?"

Aku kangen kamu, kangen kebersamaan kita.

"Jangan pernah datang ke sini lagi ya?"

Dada gue sesak saat kalimat itu terlontar dari bibir gue. Dan mata Kevin terlihat begitu terluka. Gue tahu, gue masih menempati tempat terdalam di hatinya. Namun, ada hal yang membuat kami sulit menggapai kebahagiaan kami jika bersama.

Gue yang masih mengingat dengan jelas bagaimana Kevin menyebut mami sebagai perusak keluarganya. Hal yang membuat gue nggak mudah memaafkan dia. Di sisi lain, hati gue terlalu sakit saat melepas Kevin pergi dari hidup gue. Dan gue yakin, Kevin pun sangat menyesali semuanya ketika dia tahu bagaimana kisah sebenarnya. Apa yang terjadi di antara orang tua kami.

Sial, mata gue mengabur saat Kevin tidak menjawab permintaan gue. Dia hanya menatap gue dengan sorot mata sayu.

"Please, don't come again," pinta gue lagi, lalu berjalan melewati Kevin begitu saja.

REASON (TAMAT)Where stories live. Discover now