Chapter 7 - Nice Place

51 4 0
                                    

Happy reading 🌹

*****
Seraphina

Ku bahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara miliaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu

"Kenapa sih lagu jadul favorit papi ngena begini?" Gue bergumam saat lagu itu berakhir.

Hal yang benar adanya. Papi sangat menyukai lagu berjudul Perahu Kertas. Saking seringnya lagu itu diputar, gue jadi hafal sama lagunya. Dan memang, ada getaran yang nggak biasa saat gue menyanyikan lagu itu sepenuh hati. Mengingat lagu itu merupakan lagu yang sangat berkesan untuk orang tua gue.

Ponsel gue berbunyi singkat, menandakan ada pesan masuk. Segera gue periksa pesan itu, takut merupakan pesan panting. Senyum gue mengembang saat nama Hazel muncul di sana. Hazel mengabari bahwa sudah dalam perjalanan menuju rumah gue.

Gue segera bangkit, menuju walk in closet, mengganti piama dengan legging dan bra khusus olahraga berwarna mint. Tidak perlu mandi karena setelah ini gue akan basah oleh keringat. Toh badan gue nggak bau dan gue bisa mandi di tempat fitnes nanti.

Gue berjalan menuju meja rias dengan membawa jaket tipis warna  abu-abu. Tentu, gue harus pakai jaket itu kalau nggak pengin terkena omelan papi. Nggak lupa, gue menyisir dan mengikat rambut panjang gue dengan gaya ponytail. Nggak ada poni yang menutup dahi, karena gue lebih suka memperlihatkan dahi gue yang berkilau sehat kayak para artis Korea. No make up, no problem. Punya kulit sehat kayak gini udah jadi kebanggaan gue.

"Ra?" suara papi terdengar di luar kamar bersamaan dengan ketukan pintu.

"Masuk aja, Pi. Nggak dikunci." Gue dari dalam.

Sejenak kemudian, pintu kamar gue terbuka. "Kamu mau pergi hari ini?" tanya papi di sela-sela pintu yang terbuka.

"Iya. Mau nge-gym," sahut gue.

"Sama siapa?"

"Biasa. Sama Hazel. Kenapa Pi?" tanya gue seraya menoleh.

Papi terdiam. Mengamati penampilan gue yang hanya terbalut legging dan bra olahraga. "Berangkat pakai baju begitu?"

Gue tertawa kemudian mengangkat jaket itu tinggi-tinggi, menunjukkan bahwa gue nggak segila itu berkeliaran dengan pakaian seperti ini.

"Tenang, Pi. Sera nggak akan berkeliaran di tempat umum pakai baju seksi begini."

"Seriously?" tanya papi dengan mata menyipit. "Waktu di Sydney aja kamu pakai bikini. Apa menurut kamu, Bondi beach itu bukan tempat umum?"

Oh God! Bagaimana papi bisa mengetahui hal itu? I mean, gue nggak pernah mengunggah foto dengan mengenakan bikini di akun sosial media.

"Papi lihat di instagram Marcella," sambung papi saat melihat raut wajah gue yang bingung.

Damn it! Ingin rasanya gue berteriak memanggil nama Marcella dengan kencang. Jujur, gue nggak sedetail itu untuk melihat foto yang diunggah Marcella selama liburan kami beberapa bulan yang lalu.

"Papi percaya kamu bisa jaga diri, Ra. Tapi yang papi khawatirkan adalah laki-laki di luar sana. Pikiran mereka pasti tidak jauh dari ...."

Ucapan papi menggantung. Gue bisa melihat dengan jelas papi gugup saat berucap di akhir kalimat.

"Pikiran mereka nggak jauh dari seks. Right?"

Papi kembali menghela napas. "Yayaya. Papi lupa, anak sulung papi udah dewasa. Rasanya masih aneh lihat kamu ke mana-mana nyetir sendiri, pulang tengah malem, liburan sama temen ke luar negeri. Bahkan, mungkin aja sebentar lagi akan ada laki-laki yang meminta kamu pada papi dan papi harus melepas kamu untuk menikah."

REASON (TAMAT)Where stories live. Discover now