Chapter 5 - Memulai Dari Awal

53 4 0
                                    

Happy reading 🌹

*****
Kevin

Aku hanya bisa terdiam seraya memandang punggung Seraphina. Lagi, Seraphina kembali meninggalkanku sebelum aku merespons ucapannya. Ia berjalan menjauh dengan cepat. Seolah-olah seperti menghindariku karena kejadian itu. Ah, atau mungkin ini hanya perasaanku saja.

Perlahan, senyumku mengembang. Seraphina. Pemilik nama yang indah. Sosok yang mengajakku berkenalan pertama kali saat aku datang ke Indonesia. Ramah, ceria, dan terlihat menyenangkan. Kini, aku berharap, semoga aku akan bertemu dengannya lagi. Dan nanti jika kami bertemu lagi, aku akan mencoba berteman dengannya. Teman pertamaku.

"Bang!" seru Fero, membuatku tersentak. "Siapa tadi? Temen lo?"

"Kamu cukup tahu kalau saya tidak punya teman di Indonesia."

"Ck!" Fero berdecak. "Tapi dari jauh kayaknya akrab. Mana lo sempet senyum sama tuh cewek."

"Kamu salah lihat," kataku mengelak.

"Bilangnya nggak suka Indo. Eh, baru sampai bandara udah dapet gebetan juga lo!"

Aku mendengkus. Kesal. "Dia pinjam ponsel untuk hubungi driver-nya karena ponselnya mati. So, please, jangan membuat kesimpulan sendiri."

Tentu saja harus membohongi Fero. Jika Fero tahu perempuan yang meminjam ponsel barusan adalah Seraphina—perempuan yang memiliki story denganku di Bondi beach, sepupuku itu tidak akan bisa berhenti menggoda.

"Anyway, Tante barusan telepon gue soalnya hape lo nggak bisa dihubungi. Katanya udah nunggu di arrival gate," kata Fero.

Aku mengangguk. Tatapanku menyapa sekeliling bandara, sementara kakiku melangkah mengikuti Fero. Maklum, aku sama sekali buta mengenai Jakarta. Dan aku bersyukur memiliki Fero di sini, karena aku tidak cukup dekat dengan sepupu yang lain. Selain karena usia yang terpaut cukup jauh, kebanyakan mereka adalah perempuan.

"Mama," gumamku saat melihat wanita berusia 50-an berdiri tidak jauh dari pintu kedatangan. Mengenakan bucket hat dan kaca mata hitam, seperti menyamarkan penampilan.

Seolah-olah memiliki telepati, mama mendongak. Senyum lebar itu terpancar dari wajahnya yang nyaris tertutup saat melihat sosokku dan Fero berjalan mendekat seraya membawa koper besar.

"Welcome home, boy!" seru mama saat memelukku.

"Ma, i miss you so bad. It hurts," gumamku dalam pelukan mama.

"I miss you too," sahut mama seraya menepuk bahuku.

"Tante nggak kangen sama aku?" tanya Fero, merusak suasana melankokis antara aku dan mama.

Mama melepas pelukanku, lalu beralih menatap Fero yang tertawa-tawa. Seolah-olah ia bahagia bisa merusak momen kami.

"Ya kangen," kata mama seraya memeluk Fero singkat. "Gimana? Aman?"

"Wah, aman banget, Tante!" seru Fero seraya melirikku dengan nakal, membuatku was-was. "Oh ya, Tan. Kayaknya Tante harus siap-siap bikin pengumuman di grup keluarga. He finally found someone."

"Oh ya?" tanya mama kaget.

"Jangan menyebar berita palsu," geramku pada Fero. "Jangan percaya sama Fero," pesanku pada mama kemudian.

Mama tersenyum. "Kalau pun iya, mama akan senang sekali, Vin. Selama ini kamu nggak pernah serius kalau pacaran sama perempuan. Terakhir kali, hubungan kamu cuma bertahan satu minggu."

"Kevin tidak mau terburu-buru, Ma. Apalagi kita baru pindah ke Indonesia. Banyak hal yang harus kita lakukan lebih dulu untuk menata hidup."

Mama tersenyum. Aku tahu, mama sangat mengerti keinginanku. Aku ingin bekerja lebih dulu dan menghasilkan banyak uang di sini. Tentu saja, memulai dari nol di sini sama sekali tidak mudah. Gaji yang ditawarkan nantinya pasti tidak seperti saat aku bekerja di Sydney. Namun, selama ada mama yang mendukung semua keputusanku, bukan menjadi masalah bagiku.

REASON (TAMAT)Where stories live. Discover now