Chapter 26 - Gara-gara Patah Hati

22 2 4
                                    

Selamat membaca, untuk teman ngabuburit 🥰

Happy reading 🌹
*****
Kevin

"Kamu ini ... kenapa sih maksain diri buat olahraga begitu? Olahraga emang bagus buat kesehatan tubuh kamu, Vin. Tapi kalau sampai berlebihan, bisa jadi cidera gini, kan?"

Aku menghela napas saat mama selesai mengompres bahuku yang masih terasa nyeri.

"Aduh! Pelan-pelan, Mama!" seruku.

"Habisnya kamu bandel. Mama nggak pernah melarang kamu olahraga, Vin. Tapi, kalau kamu merasa tubuh kamu nggak baik-baik aja, bilang. Jangan sampai begini baru ke rumah sakit," ucap mama lagi.

"Iya, Mama. Iya. Kevin nggak akan teledor lagi. Sebentar lagi Kevin mau kompetisi lari."

"Kamu mau ikut kompetisi lari?"

"Iya."

"Di mana kompetisinya?"

"Di Jogja."

"Dengan kondisi bahu kamu yang begini?" tanya mama. "Kamu yakin?"

"Kevin sudah mendaftar dari jauh-jauh hari."

"Sama siapa kamu ke Jogja? Sera?"

Sial! Aku tidak menyangka mama akan menyebut nama Seraphina. Namun, bukan salah mama. Aku memang belum memberi tahu mama jika hubunganku dan Seraphina sudah berakhir.

"Jangan menyebut namanya lagi, Ma. Hubungan kami sudah berakhir."

"I'm sorry to hear that. Kenapa, Vin? Padahal, mama lihat kamu sangat menyukai dia. Dia juga terlihat sangat bahagia bersama kamu. Mama suka melihat kalian bersama. Tapi, kalau memang tidak bisa dipertahankan hubungannya ya apa boleh buat."

Aku menghela napas panjang. Terasa berat saat aku akan menjawab pertanyaan mama.

"Oh, forget it. Mama nggak akan bahas kalau kamu belum siap," ucap mama. "Anyway, Udah bilang ke Papa soal kamu mau ke Jogja?"

Mendengar pertanyaan dari mama, aku langsung terdiam. Izin kepada papa? Untuk apa? Papa adalah alasan kenapa hubunganku dan Seraphina berakhir. Dan Bagiku, tidak ada yang lebih penting daripada mama. Kebahagiaan mama, adalah hal terpenting dalam hidup. You know? Aku sangat menyayangi mama, dan sampai kapan pun akan tetap begini.

"Vin."

Mendengar panggilan lembut dari mama, aku langsung menyentuh punggung tangannya, memberi kode kepada mama untuk berhenti mengompres bahuku. Perlahan, aku merubah posisi agar bisa duduk berhadapan dengan mamaku tercinta.

"Untuk apa, Ma?" tanyaku seraya menatap sepasang mata milik mama.

"Vin, dia papamu," ucap mama seraya menatapku pasrah. Sepertinya mama sudah lelah mengingatkanku akan hal ini.

"Kevin tahu. Tapi ... untuk apa Kevin peduli sama Papa kalau Kevin dan Mama nggak pernah ada di hati Papa?"

"Sampai kapan kamu mau begini terus? Itu semua masa lalu, Kevin. Mama bahagia bisa menikah sama Papa, apalagi saat kamu hadir di tengah-tengah kami. Mama bahagia."

Aku tersenyum sinis mendengar ucapan mama. Terlalu menyakitkan untuk melihat tatapan teduh dari ibu yang telah melahirkanku ke dunia ini.

"Mama bahagia?" tanyaku. "Kalau Mama bahagia, Mama nggak akan sering nangis diem-diem. Kevin tahu, Ma. Mama jangan pernah bohongi Kevin. Kevin sudah dewasa dan tahu banyak hal."

Mendengar ucapanku, mama menunduk. Air matanya menetes begitu saja. Benar kan, tebakanku? Mama masih merasa sakit hati karena papa dan ibu kandung Seraphina.

REASON (TAMAT)Where stories live. Discover now