Celi versi 2 |04|

12.1K 1.5K 49
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca!

🍁🍁🍁

"Appa! Atu au idul ama Appa." (Papa! Aku mau tidur sama Papa.)

Celi tiba tiba muncul di depan pintu kamar Rion. Piyama biru muda polos anak itu sudah terlihat kusut, apa lagi rambutnya yang jelas sekali sangat lepek.

Sebenarnya apa yang terjadi kepada anak itu sebelum datang ke kamarnya? Pikir Rion bertanya tanya dalam hati.

"Ogah! Tidur sendiri. Gue udah buatin kamar yang bagus bagus buat Lo, dan Lo harus memanfaatin apa yang gue kasih sebaik mungkin." Tolak Rion mentah mentah, dia mendudukkan dirinya di atas ranjang sedetik kemudian dia sudah berbaring terlentang di ranjang besar miliknya.

Celi cemberut. Dia mempoutkan bibirnya sebal, padahal tadi dia sudah berusaha menyiapkan mental yang kuat untuk menanggung malu yang di terimanya jika dia nekat meminta Rion tidur bersama dengannya.

"Api Teli atut, Appa." (Tapi Celi takut, Papa.) Ucap Celi beralasan, apa cowok itu tidak sadar seberapa besar persiapan Celi hanya untuk mengajak cowok itu tidur bersama?

Oh ayolah, dirinya yang merupakan gadis berumur 14 tahun di kehidupan lalu ditambah lagi umurnya sekarang 2 tahun. Coba jumlahkan, sudah berapakah umurnya saat ini? 16 tahun! Dia itu gadis normal, dan akan merasa canggung dan deg deg kan jika berada di atas ranjang yang sama dengan cowok berumur 18 tahun. Di tambah lagi pesona Rion yang tidak main main semakin membuat jantungnya lari maraton.

Rion mendengus dia menaikkan selimutnya menjadi sebatas dada. "Alasan! Kemaren kemaren Lo juga tidur sendiri."

Celi menghentak hentakkan kakinya melampiaskan rasa kesalnya. "Ih! Api atu atutnya cekalang! Teli ndak boong loh." (Ih! Tapi aku takutnya sekarang! Celi gak bohong loh.)

Rion tak menanggapi, cowok itu malah membalikkan badannya menghadap jendela dan membelakangi pintu. Dia juga menutup kedua telinganya menggunakan bantal.

"Gak denger."

Celi menggeram, terpaksa dia harus membuang rasa malu dan gengsinya jauh jauh. Ini demi keberlangsungan hidupnya di masa depan, hanya cowok itu yang bisa membuat hidupnya jauh lebih baik.

Apa lagi Celi sudah bertekad membuat cowok itu bucin sebuncin bucinya pada dirinya.

Rion yang sedang berpura pura tidur terusik oleh pergerakan sisi ranjang kosong di belakangnya. Cowok itu spontan berbalik ketika merasakan cubitan kuat di bagian lengan atasnya.

"Aw!"

Spontan cowok itu mengambil posisi duduk sembari mengelus lengannya yang terasa nyeri bekas cubitan maut dari makhluk mungil yang kini hanya mengerjap polos menatap dirinya yang kesakitan.

"Atit Appa? Teli ndak cengada ubit Appa." (Sakit Papa? Celi gak sengaja cubit Papa.)

Ucapan polos dari Celi tentu saja membuat Rion kesal. Apa katanya tadi? Gak sengaja? Jelas jelas cubitan anak itu kuat sekali, mengalahkan cubitan maut dari Maminya. Dan anak itu dengan polosnya mengatakan kalau dia tidak sengaja? Hebat sekali!

"Celi."

Rion mengeluarkan senyuman mautnya. Dia tersenyum dengan mata yang melotot seram kepada Celi.

"I-iya Appa?" (Iya Papa?) Tanya Celi gugup. Ini pertanda bahaya! Batin anak kecil itu berteriak.

"Mau tidur disinikan?" Rion tampak berfikir, sedetik kemudian dia mengangguk angguk masih mempertahankan senyuman mautnya. "Boleh, boleh. Sini!" Cowok itu menyuruh Celi berbaring di sebelahnya.

Dengan takut takut Celi menurut, di berbaring di dekat Rion kemudian melirik gugup ke arah cowok itu.

"Teli ndak cengada Appa, uel." (Celi gak sengaja Papa, suer.) Ujar Celi dengan wajah yang di imut imutkan.

"Gak sengaja, ya? Kalau begitu gue juga gak sengaja..." Rion menggantung ucapannya dan sedetik kemudian tangan cowok itu sudah menyergap perut Celi dan menggelitik anak itu hingga membuatnya memohon ampun.

"Gelitikin Lo sampai kencing di celana!" Seru cowok itu dengan tangan yang masih bergerak liar menggelitik perut mungil Celi.

"Hahaha... Ampun Appa! Teli ndak tengada!" (Hahaha... Ampun Papa! Celi gak sengaja!) Celi berusaha menyingkirkan lengan Rion dari perutnya. Tapi apalah daya, kekuatan anak kecil tidak setimpal dengan pemuda berusia 18 tahun.

"Apa?! Gue gak denger? Gue cuma bisa denger suara anak anjing yang kejepit pintu."

"Hahaha... Udah Appa! Ampun! Teli ndak tengada!" (Hahaha... Udah Papa! Ampun! Celi gak sengaja!)

Rion akhirnya mengakhiri gelitikin ya ketika maniknya melihat rawut wajah Celi yang tampak kelelahan. Dia berbaring di sebelah anak itu dan bersyukur dalam hati karena Celi tidak kencing celana seperti terakhir kali dia menggelitiknya.

"Appa ahat!" (Papa jahat!) Teriak anak itu sebal, bibirnya mengerucut dan langsung membelakangi Rion.

Sementara cowok itu hanya terkekeh dan kembali berbaring. Dia berbaring menghadap Celi yang memunggunginya, tangannya mencolek pinggang kecil anak itu.

"Marah?"

Celi menyentak tangan Rion dan kembali memejamkan mata. Pura pura tidur.

Rion kembali mencolek pinggang Celi.

"Marah?"

"Awas Appa! Atu au idul!" (Awas Papa! Aku mau tidur!) Ketusnya menyentak tangan menyebalkan milik Papanya.

Cowok itu akhirnya menyerah, dia memejamkan mata dengan tangan yang perlahan membawa tubuh mungil Celi kedalam dekapannya.

"Good night."

Celi mendongak, dia menatap wajah tampan milik Papanya. "Too." Balas anak itu tanpa suara dan membalas pelukan Rion dengan erat.

🍁🍁🍁

Sekian terimakasih.

Bye👋




CELI versi 2 [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang