Mia & Johan - 01

7.9K 402 52
                                    

Universitas Kebangsaan adalah salah satu universitas swasta terbaik di kota tempat di mana Mia tinggal. Ribuan calon mahasiswa bersaing ketat untuk bisa lolos seleksi menjadi salah satu mahasiswa di universitas favorit warga tersebut.

Melihat riuh nya acara ospek yang diadakan oleh kampus tempat nya menimba ilmu, seolah membawa kilas balik ingatan Mia ketika pertama kali dirinya menjadi seorang mahasiswi dengan segala keribetan atribut nya. Kuncir kepang sesuai dengan tanggal lahir, ronce an kalung dari berbagai macam sayuran, pita dua belas warna yang harus dijadikan gelang, tentu membawa senyum tersendiri di kotak memori otak Mia kala mengingat hal memorable tersebut.

Selaku anggota BEM yang dalam acara kali ini bertanggung jawab sebagai kakak pembimbing kelompok ospek, tentu Mia sangat menikmati tahun ketiga nya berkuliah di sini. Ia senang melihat bagaimana riuhnya suara para mahasiswa dan juga bagaimana heboh nya games yang sengaja di buat oleh para panitia ospek.

Mia mendapat jatah sebagai kakak pembimbing kelompok lima belas yang keseluruhan mahasiswa nya begitu kompak dan juga saling mendukung satu sama lain. Tidak ada yang nama nya saling menyudutkan ketika panitia sedang marah dan menginterogasi kelompok asuhannya.

Ia bangga, dan ia senang. Point kelompok binaannya cukup tinggi dan menempati posisi ke dua untuk nantinya mendapat reward atas kerja keras mereka selama lima hari di adakannya ospek bagi Maba.

"Kak, ini minuman jelly nya masih sisa agak banyak. Sumpah Kak, kita udah nggak kuat lagi ngehabisinnya. Bikin sakit tenggorokan." Keluh salah satu mahasiswa bernama Rumi yang sekaligus menjabat sebagai ketua kelompok lima belas.

Mia memutar otak. Tujuan games kali ini tentu untuk melihat bagaimana kerja keras dan kekompokan antar kelompok ketika mengharuskan untuk menghabiskan salah satu produk jelly dari salah satu sponsor, yang sayang nya kurang enak untuk di konsumsi. Mia juga jelas tidak setega itu untuk memaksa mereka meminum minuman tersebut jika nantinya malah bisa membuat maba bimbingannya jadi sakit sendiri.

Dengan cepat, Mia segera membuang air putih dari botol minum nya dan meminta mereka untuk segera membuka sisa jelly yang masih ada untuk di pindahkan ke botol minumnya.

"Tolong Rumi dan yang lain buka sisa jelly yang masih ada ya. Sisain aja satu atau dua, biar nggak dicurigain nantinya. Kalian masukin ke botol minumnya Kakak aja." Instruksi nya dengan mata yang sesekali memindai sekitar.

Rumi terlihat ragu. "Tapi Kak, nanti..."

"Udah nggak apa-apa. Percaya sama Kakak ya? Daripada nanti tenggorokan kalian sakit, mending di buang aja. Tapi diem-diem aja, okay?"

Mereka semua mengangguk dan segera menjalankan instruksi dari Mia untuk memindahkan isi dari jelly tersebut ke botol berwarna hijau gelap milik Mia.

Ketika tengah sibuk membantu adik bimbingannya, ponsel milik Mia berdering nyaring dari dalam saku baju korsa miliknya. Ia tak serta merta mengangkat panggilan tersebut karena sedang di buru waktu yang hendak habis untuk menyelesaikan games kali ini.

Namun rupanya, si penelpon tak semudah itu menyerah begitu saja. Terus menerus berdering keras, hingga akhirnya Mia di tegur oleh rekan panitia lain untuk segera mengangkat panggilan itu.

"Mi, itu mending lo angkat deh telepon lo. Berisik sumpah. Jangan sampe nanti ketua negor lo juga." Tegur Rafan, salah satu kakak pembimbing dari kelompok satu.

Mia nyengir dan segera berpamitan untuk mengangkat teleponnya. "Kalo gitu gue melipir dulu ya Raf. Nanti plis izinin gue kalo ada yang nyariin gue." Gadis itu segera berlalu setelah permintaannya di sanggupi oleh rekan panitia lain.

Kaki Mia membawa tubuhnya menuju ke saung yang ada di area taman universitas. Posisi nya yang berada di belakang kampus, lumayan menjadikan tempat ini sepi di saat semua mahasiswa sedang heboh di lapangan untuk acara ospek hari terakhir ini.

Ia merogoh kantung pakaiannya untuk melihat siapa gerangan yang tanpa putus asa terus memanggilnya sejak tadi. Ketika melihat siapa yang menelponnya, senyum tak bisa Mia tahan di bibir. Dengan riang, ia segera menggeser panel tombol hijau untuk menerima panggilan tersebut.

"Halo Papa." Sapa nya riang.

"Ya ampun sayang, daritadi Papa telepon kenapa nggak di angkat? Kamu nggak tau kalo Papa cemas banget nungguin kamu? Di whatsapp nggak dibaca, di telepon nggak di angkat-angkat."

Mia meringis ketika mendengar omelan dari Papa tercinta nya itu. "Maaf ya Pa. Soalnya tadi lagi hectic banget sama games. Maklum Pa, ini udah hari terakhir ospek soalnya. Nanti malem tinggal inagurasi aja."

"Kamu ikut juga?"

"Iya dong Pa. Kan aku juga salah satu anggota panitia ospek juga."

Helaan berat terdengar dari seberang sana. "Papa kangen kamu, sayang. Harusnya ini jatah kencan Papa sama kamu. Inget nggak sama cerita Papa yang kemarin barusan beli villa? Papa mau tunjukin itu ke kamu. Mumpung besok Sabtu dan kita bisa nginep sampe Minggu."

Mia menghela napas sedih mendengar suara lesu dari sosok Papa tercinta nya ketika jadwal kencan mereka terinterupsi oleh seabrek kegiatan dalam rangka pengenalan lingkungan pada para mahasiswa baru.

"Mia juga kangen sama Papa." Bisiknya sedih. "Mia mau ikut Papa aja."

"Makanya kamu pulang cepet ya sayang? Minta izin ke ketua. Bilang aja Papa sakit. Pasti mereka bakal izinin kamu." Bujuk nya pada Mia yang sudah goyah.

"Tapi Papa Mia kan nggak sakit, Pa."

Papa terbahak di seberang sana. Menertawakan kepolosan Mia. "Papa kandung kamu memang nggak sakit, sayang. Tapi calon Papa nya anak-anak kamu yang sakit. Mau ya baby?"

Ide tersebut bagus juga. Katakanlah Mia bukan orang yang sepenuhnya bertanggung jawab pada kewajiban, tapi sungguh, rasa rindu nya membuncah setelah sekian lama sosok Papa, yang tak lain adalah kekasihnya, Johan Agusta, selaku Kaprodi di kampusnya, sulit untuk menghabiskan waktu bersama lantaran sibuk mengurus akreditasi program studi di kampus mereka. Biasanya, nyaris setiap hari mereka menghabiskan waktu bersama, entah itu dengan jalan-jalan, memasak bersama, atau malah saling cuddling bersama.

"Nanti Mia kabarin ya Pa. Kalo di setujui, kita pergi besok pagi. Gimana?"

"Siap, sayang. Mau malem ini juga nggak apa-apa kok. Biar besok kita tinggal istirahat aja di villa sampe hari Minggu."

"Tapi udah malem, Pa. Nanti Papa kecapekan. Papa juga rabun ayam. Bahaya nanti di jalan." Tegur Mia tak setuju dengan usulan kekasihnya itu.

Johan tertawa, bahagia dengan perhatian kecil dari kekasih kecilnya itu. "Yaudah, kalo kemaleman, malem ini kamu nginep aja di rumah Papa ya? Kebetulan Elvan lagi Persami, jadi nggak bakal ada yang gangguin." Kekeh Johan antusias.

Mia terbahak mendengarnya. "Siap kapten. Nanti jemput di ujung gang kaya biasa ya Pa. Aku tutup dulu teleponnya. Jangan lupa vitamin nya, aku simpen di deket meja TV. Jus jeruk nya jangan di minum, udah mau basi. Minum jus jambu nya aja. Baru tadi pagi aku bikin terus aku masukin kulkas. Makanan udah aku stok juga, tinggal panasin ke microwave, dan jangan ngopi lagi! Tadi sepagian udah dua cangkir."

Johan tersenyum mendengar perhatian dari kekasih yang sudah ia pacari sejak setahun lalu. "Iya sayangku. Makasih ya udah diingetin. Kamu juga jangan lupa makan dan minum air putih yang banyak. Istirahat kalo capek ya sayang. Papa sayang dan cinta sama kamu. See you nanti malam."

Mia menahan semburat malu-malu setiap Johan selalu mengutarakan rasa sayang dan cinta untuknya. "Mia juga sayang dan cinta sama Papa. Tunggu kabar dari Mia ya Pa."

"Selalu, sayang. Papa akan selalu tunggu kabar dari kamu."

Ini cerita agegap, pake banget. Jadi kalo ada yang ilfil, plisss, skip aja. Jangan hujat apalagi ninggalin jejak kebencian.

Buat yang suka, jangan lupa vote dan komen buat next chapter ya. Makasih😚

01 Oktober 2021

Hitam dan PutihWo Geschichten leben. Entdecke jetzt