Mia & Johan - 09

3.1K 228 17
                                    

Sore ini Mia mampir ke rumah Johan untuk memberi kejutan pada kekasihnya itu dengan beberapa jenis masakan yang sudah ia buat sejak satu setengah jam lalu.

Kare ayam, cumi telur asin, cah kangkung, dan juga tempe tahu goreng sudah siap terhidang di meja makan. Mia puas menatap piring-piring yang berjejer di atas meja, menampilkan hasil masakannya yang menggugah selera. Ia lantas kembali ke dapur untuk mencuci peralatan sisa masak yang sudah menggunung di sink.

"Lo ngapain ke sini?" Mia nyaris saja menjatuhkan pan yang sedang ia cuci ketika suara Elvan menyapa dingin dirinya. Remaja itu mengambil sebotol air dingin dan meneguknya nikmat di tengah cuaca sore menjelang malam yang cukup gerah ini.

"Eh, Elvan udah pulang ya? Ini, Kakak tadi masak buat makan malam kita. Kamu suka kan sama menu nya?" Mia tersenyum ceria menyambut kedatangan Elvan di dapur. Sepertinya anak ini baru saja selesai ekstrakurikuler karena keringat yang membanjiri seluruh tubuh Elvan.

Elvan menuju ke meja makan, melirik apa saja yang terhidang di sana. "Lo masak kare?"

"Iya. Pake paha ayam kok, biar nggak eneg."

Elvan terdiam lama menatap sayur kare kentang wortel yang terhidang apik di atas mangkuk sayur. Ia jadi mengenang kembali bagaimana kecintaannya pada kare. Dan saat ini, Mia memasakkan kare dengan bagian paha ayam yang menjadi kesukaannya. Elvan tidak pernah bisa menelan sayap ayam atau bahkan paha atas ketika ayam tersebut di masak berkuah. Rasanya menjijikkan saja melihatnya dengan kulit yang lembek hampir menyelimuti seluruh bagian ayam. Ewh.

"Lo yakin ini enak?" Ujarnya lagi dengan suara pelan. Tanpa sadar matanya memerah melihat hidangan di atas meja makan yang ada di hadapannya. Rasanya sudah lama ia tidak mendapat perhatian seperti ini. Johan memang sangat menyayanginya. Namun sebagai sesama lelaki, ada satu rasa yang hampa bersarang di dada Elvan. Dan ternyata yang membuatnya hampa adalah kurangnya kasih sayang seorang wanita di hidupnya.

"Kakak jamin enak. Mau coba?" Mia tiba-tiba sudah berdiri di sisinya dan sekaligus membawakan mangkuk kecil dan sendok untuk mencicip.

Mia dengan telaten mengambilkan potongan kentang, wortel, dan juga paha ayam yang terlihat menggoda selera untuk diulurkan kepada Elvan yang diam mematung.

"Elvan? Ini, di cicip dulu." Mia sedikit heran melihat putra dari kekasihnya yang malah diam dengan tatapan kosong ke arah mangkuk kecil yang baru saja ia isikan sayur kare.

Elvan berdeham dan segera meraih mangkuk kecil tersebut. Ia memotong kentang yang lembut dengan daging paha untuk ia lahap dalam sekali suap. Ia mengunyah, yang makin lama makin pelan, menimbulkan kecemasan tersendiri bagi Mia yang melihatnya.

"Ada yang kurang ya? Kurang enak? Atau keasinan?" Tanya nya cemas. Ekspresi Elvan sangat sulit ditebak saat ini. Remaja itu terdiam mematung dengan bibir yang terkatup rapat.

Elvan menatap Mia sekilas dan menggeleng dengan senyum tipis. "Enak kok Kak."

Kali ini justru giliran Mia yang mematung. Untuk pertama kalinya, selama ia bersama Johan dan mengenal Elvan, remaja itu sudi memanggilnya dengan sebutan Kakak, bukan lagi dengan sebutan 'lo'.

Mencoba menguasai diri, Mia tersenyum lebar dan dengan semangat mengajak Elvan untuk terlebih dahulu makan malam tanpa menunggu Johan.

"Mau makan duluan? Nanti nunggu Papa kelamaan. Elvan udah laper kan?"

Elvan tak banyak berkata. Ia mendudukkan diri dan menunggu Mia mengasongkan sepiring nasi lengkap beserta sayur dan juga kerupuk udang.

Pemandangan ini tentu bagai angin segar untuk Mia yang selama ini berusaha mengerti akan sikap dan tingkah laku Elvan yang seolah malas tiap melihat kehadirannya. Tentu gadis itu bersyukur karena lewat sayur kare yang sederhana, Elvan sedikit banyak bisa membuka diri dan mau lebih dekat dengannya.

"Elvan mau Kakak ambilin air putih apa jus melon aja?"

"Tolong jus melon ya Kak." Bertambah lagi kebahagiaan Mia yang mendengar kata 'tolong' keluar dari bibir remaja tersebut. Dengan hati berbunga, gadis itu lantas mengambilkan dua gelas jus melon yang memang sebelumnya sudah ia buat untuk didinginkan di dalam lemari es.

Ketika ia kembali ke ruang makan, nyatanya, sudah ada sosok Johan yang tersenyum sambil mengelus puncak kepala sang putra.

"Lho, Papa udah pulang?" Tanya Mia riang dan segera meraih tangan Johan untuk ia salim. Mereka berdua tidak menyadari bagaimana raut wajah Elvan yang hanya menunduk disertai senyuman tipis disela kunyahannya.

"Iya. Kalian udah makan duluan?"

Mia menyengir dan mengangguk. "Iya, kita udah laper soalnya. Maaf ya Pa."

"Nggak apa-apa. Papa mandi dulu ya sebentar. Tolong siapin makannya." Johan mengusap puncak kepala Mia sebelum meninggalkan kekasihnya itu menuju ke kamar pribadinya.

Elvan menatap bagaimana riang nya Mia ketika menyiapkan makanan untuk Papa nya. Mata nya menelisik raut wajah gadis muda itu yang tetap penuh keceriaan dan ketulusan meski Papa nya sudah tidak ada di hadapan mereka.

"Kak."

"Ya, Van? Gimana? Mau nambah lagi?"

Elvan mengamati wajah Mia yang antusias menjawab panggilannya. "Nggak kok Kak. Masih ada makananku." Elvan meneguk sesaat jus melonnya sebelum kembali bertanya. "Kakak beneran cinta sama Papa?"

Kening Mia berkerut ketika mendengar pertanyaan Elvan yang baginya cukup aneh untuk ditanyakan. "Pasti dong. Masa Kakak nggak cinta sama Papamu? Dia itu laki-laki idaman Kakak." Bisiknya dengan mengedipkan sebelah mata.

"Walaupun Papa udah tua? Umur Kakak sama Papa itu pantas nya jadi kaya Ayah dan anak ketimbang pacar."

Usai meletakkan piring lengkap dengan lauk nya ke hadapan kursi makan yang biasa ditempati Johan, Mia mendudukkan diri dan menatap teduh wajah Elvan. "Memang nya kenapa kalo Kakak lebih pantas jadi anak ketimbang pacar hm? Elvan, di dalam sebuah hubungan dewasa, masalah usia, strata, atau bahkan keadaan fisik itu nggak jadi halangan buat sebuah hubungan. Selama kedua orang itu berkomitmen, saling sayang dan cinta, dan nggak sedang terikat dengan hubungan lain, nggak ada yang bisa menghalangi bersatunya sebuah perasaan." Mia berusaha selugas dan sesederhana mungkin menjelaskan pada Elvan. Selisih usia mereka mungkin tidaklah terlalu jauh, tapi untuk rentang usia Elvan, remaja itu masih terlalu mendasar untuk memahami sebuah perasaan bernama cinta.

"Kalo gitu, kenapa ada orang yang bercerai? Kenapa Papa Mamaku cerai?"

Mia tersenyum lembut menatap Elvan yang nampak penasaran akan jawaban darinya. "Kalau Elvan penasaran, Elvan bisa tanya hal itu sama Papa ya. Tapi yang jelas, keputusan itu bukan keputusan yang mudah, sayang. Banyak pertimbangan yang harus diambil Papa dan Mama sebelum memutuskan hal itu. Dan mungkin, ada ketidak cocokan yang nggak bisa lagi Papa dan Mamamu kompromikan, sayang."

Elvan merenung sembari mengaduk pelan nasi di piring nya. Ketidak cocokan. Apa hal itu yang memicu perceraian kedua orangtua nya? Lantas kalau seperti ini, siapa yang harus ia salahkan? Papa nya? Mama nya? Atau pernikahan mereka?

TBC

Part ini khusus buat Elvan dan calon emaknya dulu ya dears🤣
Oh iya, dalam rangka menyambut awal bulan, aku adain lagi promo novel2ku nih dear.

KOMBO 1

EPIPHANY+HELL0 DARLING 60K

KOMBO 2

HELLO GOODBYE+SHORT STORY COLLECTION 75K

KOMBO 3

EPIPHANY+HELLO DARLING+HELLO GOODBYE 100K

KOMBO 4

EPIPHANY+HELLO DARLING+HELLO GOODBYE+SHORT STORY COLLECTION 130K

PEMBAYARAN BISA MELALUI REKENING BCA, GOPAY, DAN JUGA DANA.

Yuk, yang berminat, bisa hubungi aku ke nomor whatsapp 083103526681 untuk info lebih lanjut. Promo ini berlaku sampai tanggal 5 Desember 2021 aja ya🤗

01 Desember 2021

Hitam dan PutihWhere stories live. Discover now