Mia & Johan - 07

3.3K 229 22
                                    

Setelah sesi penyambutan maba usai, biasanya kegiatan kampus memang akan berjalan normal layaknya hari biasa. Jadwal ospek yang biasanya dibuat mendekati hari masuk usai liburan semester panjang tak pelak membuat mahasiswa senior juga ikut sibuk mengurus kegiatan di semester baru.

Namun semua kesibukan itu tak berlaku bagi Mia. Ia adalah mahasiswi yang tidak ingin terlibat hal apapun, kecuali sebagai anggota BEM, bahkan dalam pemilihan penanggung jawab mata kuliah sekalipun. Mia tidak ingin waktu berharga nya harus di usik oleh teman-teman hanya untuk menanyakan materi apa saja yang mereka lewatkan, atau paling sederhana nya diganggu hanya karena ingin tahu apa sang dosen terkait bisa mengampu pada hari tersebut. Rasanya menyebalkan dan membuatnya terkekang.

Namun dari semua rasa tidak nyamannya akan tetek bengek perkuliahan, untuk semester ini, Mia tidak ingin lagi pasif, apalagi sekarang sedang gencarnya mencari penanggung jawab untuk tiap-tiap mata kuliah. Tentu bukan tanpa alasan ia menjadi begitu semangat mencalonkan diri sebagai penanggung jawab. Ia begitu semangat karena di semester ini, Johan akan mengampu mata kuliah statistik penelitian sesuai jadwal yang ia dapat dari akademik.

Dengan cepat, ia segera mengetik pesan di ponselnya untuk memberitahukan Johan yang sedang rapat akreditasi hari ini.

Me
Papa ngajar Mia semester ini yeayyy😚

Tulisnya dengan wajah penuh senyuman. Rasanya, semester ini pasti akan sangat menyenangkan karena setidaknya, sehari dalam empat hari jadwal aktif perkuliahannya, ia bisa berpuas diri menatap karisma Johan ketika sedang mengampu di kelas. Serius, berwibawa, tegas, namun diam-diam selalu menatapnya penuh cinta. Astaga, memikirkannya saja sudah mampu membuat kewanitaan Mia basah karena rindu ingin di manja.

"Serius gais, ini nggak ada yang mau jadi PJ matkul statistik nih? Kaprodi kita dia woy, tunjukin respek kalian dong." Keluhan Monita, si ketua angkatan kelas mereka mendapat riuh tukasan dari para mahasiswa lain yang mendengar.

"Ogah gue Mon, terakhir gue denger dari prodi lain, yang jadi PJ dia bakalan nggak tenang dunia akhirat disuruh ini itu. Gue masih sayang sama hari libur gue, jadi maaf aja nih." Itu suara Braga.

"Gue juga ogah ah. Takut. Ditatap beliau tuh kaya ditelanjangin. Berasa gue jadi tersangka tau nggak." Kali ini Verana yang beropini.

"Jadi serius nih nggak ada yang mau? Yaelah, masa gue harus ngerangkap sih? Gue udah jadi PJ matkul lain ini." Keluh Monita kesal.

Melirik ke sekeliling, Mia lantas dengan mantap menawarkan diri untuk menjadi PJ mata kuliah Johan.

"Kalo gitu gue aja Mon." Ucapnya lantang namun tetap sopan dan penuh tekad. Semua mata mahasiswa menatap Mia layaknya pahlawan super yang menyelamatkan mereka dari serangan alien.

"Seriusan lo Mi? Gila, gue yang laki kalah jauh mental nya sama lo." Puji Rully, salah satu teman lelaki yang terkenal sangat pemberani dan tidak takut pada apapun.

"Lo serius Mi mau jadi PJ statistik?" Tanya Monita lagi demi memastikan ucapan Mia yang anti mainstream itu.

Mia mengangguk dengan senyum lebar. "Serius dong. Lagian nggak ada yang mau juga kan? Besok udah jadwalnya beliau ngajar, nggak mungkin kalo sampe sekarang kita masih nggak bisa nentuin siapa PJ nya. Beliau kan kaprodi, jangan sampe bikin beliau tersinggung."

Kasak kusuk terdengar cukup riuh di antara seratus mahasiswa yang hadir di kelas siang kali ini. Dan Mia yakin, semua akan setuju dengan pengajuan dirinya menjadi penanggung jawab mata kuliah yang di ampu oleh Johan.

"Oke deh, kalo gitu fix ya lo yang jadi PJ nya. Nggak boleh berubah pikiran, nggak boleh minta gantiin ke orang. Harus tetep lo dari awal sampe akhir, no debat no kecot." Ujar Monita dengan tampang di buat menakutkan.

Siapa juga yang mau melewatkan kesempatan? "Oke, gue bakalan konsisten sampe akhir." Tukas Mia dengan senyum mengembang. Hatinya sedang berbunga karena tak sabar untuk menghabiskan waktu bersama Johan dengan alibi dirinya sebagai penanggung jawab mata kuliah.

HITAM DAN PUTIH

"Sayang, maaf tadi Papa nggak sempat balas chat kamu. Lagi banyak evaluasi buat rencana akreditasi dan nggak bisa pegang ponsel."

Mia tersenyum dengan kepala menggeleng. Ia lantas mendekati Johan dan memeluk pinggang kekasihnya yang masih terasa keras kendati usia sudah nyaris setengah abad. Mia memeluk manja pinggang Johan, yang di balas dekapan erat lelaki itu.

"It's okay Pa. Lagian itu bukan chat yang penting kok."

"Buat Papa, semua yang berhubungan sama kamu itu penting, sayang. Papa minta maaf ya."

"Dimaafin, asal kasih ini." Ucap Mia sambil mengetuk-ketuk bibirnya yang hari ini terlapisi lipcream berwarna salem. Johan tertawa keras dan dengan senang hati melabuhkan bibirnya di atas bibir manis Mia. Mengulum dan mencecapnya lembut, namun menuntut. Mereka berdua masih berdiri, dengan bibir saling tertaut dan juga tangan yang masing-masing menggerayangi tubuh.

"Pintunya udah dikunci kan Pa?" Tanya Mia berbisik dengan napas terengah. Johan menjilat permukaan lidah Mia sebelum menyesap liur yang ia telan dengan sangat gembira. Liur Mianya terasa manis dan hangat.

"Udah, sayang. Lagian udah pada pulang semua. Kita sendiri di sini." Bisik Johan yang sudah berganti mengulum daun telinga Mia. Mia mendesah tanpa menahan, meskipun posisi mereka masih ada di ruang prodi kampus. Hari sudah malam, dan tentunya aktvitas kampus sudah tidak seramai tadi pagi hingga sore. Mereka bisa bebas melakukan apapun, karena kelas karyawan juga sudah usai tiga puluh menit lalu.

"Kalo kita dikunciin gimana?" Tanya Mia di sela desahannya ketika bibir Johan mulai menyusuri belahan dadanya.

"Nggak bakal. Nanti kalo kekunci, Papa bisa minta tolong Pak Syarif buat ke kampus terus bukain kunci."

Mia tak lagi mampu berpikir jauh ketika lidah Johan sudah menyesap puting nya rakus, menenggelamkan aerola dada nya ke dalam bibir lelaki itu. Johan menyusu dengan kuat layaknya bayi yang kehausan.

"Coba keluar ASI nya ya. Pasti lebih nikmat." Mia hanya bisa terengah, mencoba mengais oksigen setelah akhirnya Johan melepaskan sedotannya pada payudara Mia yang kini memerah karena kuatnya sesapan Johan.

"Hhh...kalo...gitu...kita terapi aja." Sahut Mia dengan terbata-bata. Mendengar kesetujuan Mia, kepala Johan dengan sigap terangkat dan menatap penuh binar pada Mia.

"Kamu bersedia?" Johan nyaris memekik, tak sabar membayangkan bagaimana asyiknya nanti ketika meremas payudara Mia dan payudara tersebut bisa memancarkan air susu yang pasti terasa sangat lezat sekaligus sensual.

Mia tersenyum letih dengan tangan menyusuri wajah Johan yang cukup berdebu dan berminyak setelah seharian beraktivitas. "Buat Papa, Mia mau serahin segalanya. Karena bagi Mia, Papa itu segalanya."

Penuturan Mia terasa begitu tulus dan juga penuh cinta, hingga Johan bahkan sudah menahan tangis karena bahagia. Johan menyatukan kening mereka dan menghirup napas dalam-dalam.

"Papa beruntung karena bisa ketemu sama wanita seindah kamu, sayang. Selain indah paras, hati dan juga perilaku kamu sangat indah. Bikin Papa sangat bersyukur meskipun harus menunggu kamu dewasa dulu agar kita bisa bersatu. Yang perlu kamu tau..." Johan mendekatkan bibirnya pada telinga Mia, membisikkan kata-kata yang juga terdengar sangat membahagiakan bagi Mia.

"...kamu juga segalanya untuk Papa, Miaku. Papa hanya berharap, Papa diberi umur panjang agar bisa terus bersama kamu, menghabiskan waktu mengurus Elvan dan adik-adiknya kelak. Membangun keluarga bahagia sama kamu, selamanya."

Mia menatap wajah Johan, dan tanpa aba-aba segera meraup bibir Johan, mengajak lelaki itu terjun ke dalam kuluman penuh cinta dan juga bahagia.

TBC

Akutuh ga kuat kalo sama laki-laki berumur yang so sweet kaya gini. Jujurly, aku ga pernah kebayang bakal punya pasangan yg seumuran atau bahkan lebih muda. Di benak akutuh pasti kebayang kalo visualiasasi pasanganku bakal lebih tua, 10 atau bahkan 20 tahun dan dia dengan sabar ngetreat aku selayaknya tuan puteri. Duh, haluku dah ga ketolong ini🙈🙈 tapi semua tinggal campur tangan Tuhan siapa dan seperti apa nantinya jodoh yg bakal dateng buat aku. Semoga aja sesuai sama yg aku pengen🤣

13 November 2021

Hitam dan PutihWhere stories live. Discover now