Mia & Johan - 10

3.1K 227 19
                                    

Usai makan malam, Johan dan Mia memilih duduk di teras belakang rumah dengan ditemani secangkir teh hangat dan juga kue lapis untuk teman ngobrol mereka. Elvan yang diajak bergabung lebih memilih masuk ke kamar, hendak mengerjakan PR katanya.

Cuaca malam ini sangat cerah. Bintang bertaburan di langit layaknya pasir. Putih, dan juga bergerombol, memanjakan pasang mata yang menatap keindahan malam hasil karya mereka. Dan syukurnya, malam ini angin tidak berhembus dingin, melainkan hangat. Sepertinya musim hujan masih enggan untuk segera datang meski bulan sudah memasuki ke sepuluh.

"Papa senang lihat kamu sama Elvan. Ada apa gerangan nih, kok tiba-tiba jagoan Papa jadi akrab sama kamu?"

Mia terkekeh pelan dan mengulurkan kue lapis ke arah Johan. "Malah bagus kan Pa? Mia bersyukur karena Elvan perlahan mulai terbuka sama kehadiran Mia." Ungkapnya sumringah. "Mia nggak tau pasti apa yang bikin Elvan jadi akrab, tapi kaya nya, setelah Elvan lihat kalo Mia masak kare, dia jadi sedikit aneh."

"Aneh gimana?"

"Elvan sempet kaya ngelamun gitu." Tukas Mia dengan mulut yang mengunyah legit nya kue lapis. "Dia suka sama kare sih kelihatannya."

Johan meneguk teh hangat nya sebelum menghela napas. "Elvan memang suka sama kare ayam. Dari kecil. Tapi semenjak Papa cerai, dia nggak pernah lagi makan kare ayam. Ada Mbak yang bantu-bantu pernah masak kare, tapi Elvan malah marah besar dan nggak mau makan waktu itu."

Kening Mia mengernyit mendengar kilas balik masa lalu kehidupan putra kekasihnya itu. "Kalo dia segitu marahnya, terus kenapa dia nggak marah waktu Mia masak kare?"

Johan mengedikkan kepalanya. "Mungkin dia akhirnya sadar kalo dia kangen makan kare." Kekeh Johan sembari meraih tangan kiri Mia untuk ia kecup. "Elvan bukan anak yang nakal, tapi semenjak perceraian Papa, dia memang jadi pendiam dan suka berontak, atau malah apatis sama apapun. Kalo dia pernah ngomong hal apapun yang bikin kamu sakit hati, Papa mewakili dia untuk minta maaf ke kamu ya sayang. Dia masih belum bisa menerima perceraian kami, sampai sekarang."

Mia lantas teringat kembali pada obrolan singkatnya bersama Elvan mengenai alasan kenapa orang tua nya bercerai. Jadi, itu semua karena remaja itu belum bisa menerima perpisahan kedua orangtuanya? Dalam hati Mia mendesah sedih. Apa itu artinya, tak akan ada tempat untuknya menggantikan posisi Ibu untuk remaja itu? Mia tahu, selamanya posisi Ibu tak akan bisa digantikan oleh siapapun, tapi paling tidak, ada keinginan besar untuknya bisa menjadi sosok perempuan yang bisa mengayomi Elvan, layaknya seorang Ibu.

"Pantas dia nanya ke Mia kenapa Papa dan Mama nya pisah." Gumam gadis itu yang rupanya masih terdengar di telinga Johan.

"Dia nanya gitu?" Johan tentu saja kaget, sekaligus merasa tidak enak pada Mia. Biar bagaimanapun, meski mantan istrinya itu adalah masa lalu di hidupnya, namun bagi sang putra, tentu saja sosok seorang ibu akan menjadi masa lalu, masa kini, dan juga masa depan di hidup seorang anak. Tidak ada yang namanya mantan orangtua, pun tidak ada yang namanya mantan anak. Sebab itulah kenapa sampai sekarang Johan tidak pernah memberitahu alasan apa yang melatarbelakangi perpisahannya dengan sang mantan istri.

"Hmm. Tapi Papa tenang aja, Mia nggak berbicara yang aneh-aneh kok."

Johan menatap lekat wajah ayu Mia yang entah kenapa terlihat menyembunyikan sebuah kesedihan.

"Kenapa, sayang?" Mia menatap Johan dengan raut bingung.

"Kenapa gimana maksudnya, Pa?"

"Ada kesedihan di sini, sayangku." Tutur Johan dengan mengusap penuh kelembutan kelopak mata Mia yang kini otomatis mengatup. Ia menikmati bagaimana belaian jemari kokoh Johan yang sedang menari di atas matanya. Lembut dan penuh kasih sayang.

"Kelihatan banget ya Pa?"

"No, tapi sebagai laki-laki yang mencintai kamu, Papa bisa tau perubahan sekecil apapun di tubuh kamu. Mau cerita ke Papa? Mungkin nantinya bisa bikin kamu lega, dan kita nggak saling memiliki prasangka satu sama lain."

Dengan perlahan, Mia membuka kelopak matanya dan menatap Johan dengan raut bimbang. "Mia takut Papa marah." Bisiknya takut-takut. Sedangkan Johan yang melihat kebimbangan Mia justru tertawa kecil dan menangkup gemas pipi Mia.

"Apa kamu pernah lihat Papa marah hm? Marah itu bukan kebiasaan Papa, kecuali di kampus. Papa nggak bisa marah kalo sama kamu, sayang."

"Beneran?"

"Kamu bisa pegang ucapan Papa."

Untuk sesaat, Mia menelisik lebih dalam ke mimik wajah kekasihnya, menebak apakah nantinya sang kekasih betul akan bisa menerima keluh kesahnya atau justru malah berbalik marah karena tersinggung.

"Jangan tersinggung ya Pa."

"Try me, honey."

"Mia sedih, karena dengan omongan Papa yang bilang kalo Elvan belum bisa menerima perceraian Papa sama mantan istri papa, itu artinya, sampai kapanpun nggak akan ada tempat buat Mia mengisi hidup Papa sekaligus Elvan." Cicitnya sendu. "Mia sadar kalo Mia memang masih muda, tapi Mia cinta sama Papa, Mia juga sayang sekali sama Elvan. Walaupun mungkin berbeda sama mantan istri Papa, tapi Mia akan selalu berusaha jadi perempuan terbaik untuk kalian berdua. Tapi...tapi..."

Dengan lembut, Johan lantas membawa tubuh Mia ke dalam pelukannya. Membiarkan kekasihnya itu menangis tersedu-sedu karena overthinking dengan praduga nya sendiri.

"Sayang." Johan berusaha menenangkan Mia yang sesenggukan dalam dekapnya. Jemarinya menyibak rambut Mia yang lepek karena keringat dan tangis yang membasahi kulit wajahnya.

Dengan penuh kasih sayang, Johan menangkup wajah Mia. Memberikan ciuman cinta nya di setiap jengkal wajah lembab sang kekasih.

"Sayang, yang perlu kamu tau, nggak ada seorang pun anak yang rela orangtua nya bercerai, terlepas dari apapun alasan dari kedua orang tua nya. Dan sebagai seorang anak, Elvan hanya sedang di tahap mencoba mencari alasan dan juga mencari penerimaan sama perpisahan kami berdua. Karena nggak ada yang namanya mantan anak, ataupun mantan orang tua. Meskipun kami bercerai, Elvan tetap harus sayang dan hormat sama Ibunya, tapi bukan berarti Elvan kekeuh agar Papa dan mantan istri Papa bisa kembali rujuk seperti dulu. Elvan hanya butuh di yakinkan, sayang. Dia butuh yakin kalo kamu bisa menggantikan posisi Mama nya yang sudah lama hilang dari hidupnya. Dan Papa yakin, seiring berjalannya waktu, Elvan bisa menerima kamu secara terbuka. Menerima kalau Papa nya sudah punya kisah hidupnya sendiri sama perempuan lain. Kita nggak bisa memaksakan, karena perasaan seseorang nggak ada yang tau seperti apa. Tapi Papa harap, kamu bisa sedikit bersabar. Kita berdua berjuang sama-sama, ya. Berjuang meyakinkan Elvan kalo kamu sudah lebih dari cukup untuk jadi ibu sambung buat dia. Kamu bersedia kan sayang berjuang sama Papa?"

Kedua sejoli itu larut dalam obrolan mereka, hingga sama sekali tidak menyadari kalau ada sepasang telinga yang mendengar betul apa yang menjadi perbincangan keduanya. Matanya memerah, merasa bersalah karena nyatanya, sikap yang selama ini ia tunjukkan justru sangat menyakiti perempuan sebaik Mia. Perempuan yang berkemungkinan besar menjadi ibu tirinya.

BERSAMBUNG

Inget dears, nggak selamanya ibu tiri itu sejahat gothel atau sekejam penyihir😂 btw aku tuh lupa pernah jelasin apa nggak penyebab cerainya si Johan sama istrinya. Kalo ada yg inget, kasih tau aku ya🤗

Kalo aku bikin fast access cerita ini, apakah ada yang berkenan? Mengingat vote cerita ini yang paling stabil dari semua ceritaku. Kasih pendapat ya, biar aku tau harus di jadiin fast access atau nggak🤗

Buat yg belum paham fast access itu apa, jadi fast access itu semacam akses cepat buat baca chapter selanjutnya dibanding update part di wattpad. Sistemnya berbayar, dan biasanya aku cukup sekali bayar sampai tamat nanti. Dan tentu nya fast access bakal dapet ekstra chapter ketimbang yg di wattpad.

08 Desember 2021

Hitam dan PutihHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin