Mia & Johan - 13

2.2K 186 15
                                    

Ucapan teman-temannya sedikit banyak mengusik benak Mia hingga sukses membuatnya uring-uringan karena tak terima dengan opini mereka.

Menurutnya, tidak ada yang salah dengan hubungan beda usia. Salahnya di mana? Toh yang terpenting mereka sama-sama lajang, tidak terikat hubungan dengan siapapun. Masalah status atau usia bukan lah hal yang sepatutnya dijadikan barometer akan sebuah ketulusan. Mungkin masalah harta, semua bisa di logika kan. Tapi kalau masalah hati? Cinta saja buta, jadi bukan hal yang mustahil bukan kalau masih ada ketulusan di balik hubungan beda usia? Teman-temannya saja yang masih skeptis dan berpikiran negatif.

Mia mendengus. Ia sengaja pergi ke kantin fakultas lain karena malas melihat teman-temannya yang bersumbu pendek itu. Setidaknya, di sini ia bisa mendinginkan dan menjernihkan pikirannya agar tidak gegabah dengan perilakunya yang bisa memancing kecurigaan.

Dengan langkah ringan, ia meneliti tiap stan yang ada, melihat-lihat menu apa kiranya yang ia inginkan untuk makan siang hari ini. Pilihannya jatuh pada bakso aci dan juga segelas es teh. Usai memesan, ia lantas segera mencari kursi yang sekiranya masih kosong karena keadaan cukup ramai di jam makan siang kali ini. Matanya berbinar kala mendapati ada spot kosong di sudut kantin yang tepat bersebelahan dengan kebun kecil.

Awalnya, Mia semangat hendak melangkah menuju spot tersebut, namun tidak setelah ia melihat Johan yang sedang makan bersama beberapa rekan dosen. Sebenarnya tidak ada yang aneh, andai saja kekasihnya itu tidak duduk bersebelahan dengan rekan sesama dosen berambut panjang yang tampak manis karena diikat ekor kuda. Posisi Johan yang membelakangi dirinya rupanya cukup menguntungkan bagi Mia yang berinisiatif untuk sedikit menguping pembicaraan para dosen.

Ia menarik kursi kosong yang tepat bersebelahan dengan meja tempat Johan berkumpul. Dan dengan santai ia meletakkan tas lalu meraih ponsel, pura-pura memainkannya meski telinga nya dalam posisi siaga.

"Memang aneh-aneh saja Pak mahasiswa jaman sekarang. Kok mau aja ngaku-ngaku dilecehkan biar bisa dilirik sama dosen."

"Dilecehkan bagaimana Pak?" Ini suara Johan.

"Itu lho Pak, masa Pak Johan nggak tau? Jadi tuh ada mahasiswa yang bikin laporan kalo dia dilecehkan. Kalo pengakuan dari sisi dosennya, beliau cuma bilang mau nolongin mahasiswa nya yang nggak sengaja ketabrak dia waktu jalan. Tangannya nggak sengaja meluk pinggang yang dekat sama bagian payudara."

"Ah, mungkin emang sengaja kali Pak." Kali ini suara si dosen perempuan berambut kuncir kuda yang menimpali.

"Banyak saksi mata Bu. Tapi karena saksi matanya sesama mahasiswa, ya akhirnya mereka bela mahasiswa. Tapi baru belakangan kita tau kalo korban itu ternyata membual."

"Wah, kok kejam sekali itu. Apa nggak kasian sama reputasi dosennya sendiri?" Johan menimpali dengan tak habis pikir.

"Jadi menurut cerita, mahasiswa itu sudah lama godain dosen itu, tapi karena dosennya nggak menanggapi, jadi milih jalan pintas. Makanya saya ngeri sekarang Pak sama mahasiswa. Bukannya terima kasih sudah diberi ilmu, malah balasnya pake fitnah."

"Yah namanya juga masih muda. Nggak mungkin mau dekati dosen-dosen berumur macam kita kalo nggak karena ada sesuatu. Iya nggak Pak Johan?"

Jantung Mia berdetak kencang menunggu respon dari kekasihnya. Apakah kekasihnya itu akan sepemikiran dengan teman-temannya yang sumbu pendek itu? Atau justru berpikiran logis kalau cinta itu tidak memandang usia.

Tawa khas Johan mengalun lembut. "Kebanyakan memang seperti itu Pak. Mungkin pikirnya, kapan lagi bisa memanfaatkan dosen. Kan biasanya kita yang menyulitkan mereka."

Wajah Mia keruh seketika. Ia menatap sedih punggung Johan ketika tanggapan kekasihnya itu sangat mengecewakan dirinya. Jadi selama ini, Johan juga memiliki pikiran sepicik itu? Tidakkah ia sadar kalau kekasihnya juga masih mahasiswa yang memiliki selisih usia sangat jauh darinya? Atau malah selama ini Johan berpikiran seperti itu pada dirinya?

"Nah, betul itu. Makanya jangan gampang terbujuk rayu sama mahasiswa Pak. Sudahlah, mending sama sesama rekan kerja saja. Kaya Pak Johan dan Bu Aya, cocok sekali lho kalo bersanding. Sama-sama masih sendiri juga kan?"

Dosen yang sejak tadi aktif mengghibah itu makin semangat menggoda dosen bernama Bu Aya yang kini sudah menunduk malu dan menggoda Johan yang hanya menanggapi dengan senyum simpul.

"Ck, Pak Doni ini ngawur lho. Pak Johan ya nggak mungkin lah selevel sama janda kaya saya."

"Lho, kenapa nggak level? Toh Pak Johan juga duda. Iya kan Pak? Malah klop Bu, sudah sama-sama berpengalaman. Lebih bisa memahami posisi apa yang enak."

Tawa rekan-rekan dosen sungguh membuat Mia mati-matian menahan emosi dan juga sedih yang muncul secara bersamaan. Apa selama ini Johan hanya menanggapi godaan seperti ini dengan santai dan tanpa ketegasan? Kenapa juga ia tidak berkata saja sudah memiliki calon? Padahal Mia juga selalu berkata sudah memiliki pasangan tiap di jodoh-jodohkan oleh teman-temannya.

"Lho, makin ngaco ngomongnya Pak." Bu Aya makin terlihat memerah karena bahasan yang mulai merambah ke ranah pribadi.

"Ya nggak ngaco dong Bu. Kan memang benar, menjalin hubungan sama yang seumuran dan juga sesama rekan lebih enak ketimbang sama daun muda. Kita nggak perlu ngemong, tapi pasangan udah pengertian."

Mia masih meradang. Bahkan saat penjual mengantarkan bakso aci pesanannya, Mia sudah kehilangan nafsu makan karena obrolan gila para dosen di samping nya.

"Sudah nyaris jam satu nih. Ayo Pak Johan, kita ke ruangannya sama-sama."

Mia buru-buru bersikap anggun dan enggan melirik Johan yang sudah mematung ketika netranya menangkap keberadaan Mia. Ia bahkan masih terdiam ketika rekan dosen lain sedikit menyeretnya untuk segera meninggalkan kantin.

Mia menunduk. Menyeruput kuah bakso aci yang sesungguhnya sangat pedas. Ia mati-matian menahan batuk hingga matanya memerah. Mia menaikkan pandangannya. Menatap punggung Johan yang sudah keluar dari area kantin dengan mata berkaca-kaca. Jadi, pemikiran sumbu pendek teman-temannya rupanya juga sefrekuensi dengan pemikiran seorang dosen senior macam Johan? Mia terkekeh. Dunia ini memang sudah edan. Semua yang tidak sesuai dengan pemikiran orang akan langsung dianggap melenceng dan mendapat caci serta hujat yang sangat kejam.

Setitik air mata turun dari pelupuknya. Akumulasi rasa kesal, marah dan juga kecewa, tentu saja. Saat tangannya akan menyuap bakso aci pesanannya, sebuah denting lembut notifikasi terdengar dari ponselnya yang ada di dalam tas.

Papa Bear

Nanti ke rumah ya sayang. Papa mau jelaskan apa yang tadi sempat kamu dengar. Tolong, jangan salah paham ya. Papa cinta kamu. See you soon


BERSAMBUNG

Nahlohhhhh gimana kalo kalian jadi mia??? Kesel nggak nih?🤣

Btw, yg mau ikut akses cepat hitam dan putih, kalian bisa hubungi ke no wa 083103526681. Untuk saat ini, akses cepat sudah sampai chapter 25 lho. Dan cukup bayar sekali seharga 45k, kalian bisa baca sampai tamat nanti.

Dan kebetulan, ada promo menjelang valentine nih.

Paket 1
Epiphany+Hello darling 55k (normal 70k)

Paket 2
Short story collection+hello goodbye 70k (normal 85k)

Paket 3
Epiphany+Hello Goodbye 65k (normal 80k)

Paket 4
Hello Darling+short story collection 60k (normal 75k)

Paket 5
Epiphany+hello darling+short story+hello goodbye 120k (normal 155k)

PROMO TERBATAS SAMPAI TANGGAL 14 FEBRUARI 2022 SAJA YAAA. YUK GERCEPP😉

120222

Hitam dan PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang