Mia & Johan - 02

4.8K 366 76
                                    

Malam inagurasi sudah di mulai dan sejauh ini berjalan cukup lancar. Di saat semua sedang berkumpul di lapangan yang sudah dipasangi tenda, Mia justru berada di ruang BEM dan menghadap ke ketua untuk meminta izin, sesuai permintaan Johan tadi.

"Emang nggak bisa ya lo nunggu dulu sampe acara puncak ini selesai? Biar gimana pun, lo itu kakak pembimbing kelompok, siapa yang bakal dampingin kelompok lo kalo lo nya izin?" Tanya Gifar, selaku ketua BEM sekaligus ketua panitia penyelenggaraan ospek Universitas Kebangsaan.

Mia tentu sudah mempersiapkan ini semua, demi melancarkan aksi nya. "Gue udah minta tolong Berly buat gantiin gue. Dan gue nggak mungkin bisa lebih mentingin acara ini ketimbang bokap gue sendiri, Far. Gue anak satu-satunya, dan nggak mungkin gue tetep stay di sini sedangkan bokap lagi sakit." Dalam hati Mia terus menerus memohon ampun pada Tuhan dan Ayahnya, berharap kalau dosa nya kali ini yang menamengkan Ayahnya bisa diampuni oleh sang empunya hidup.

Gifar terlihat berpikir sejenak sebelum menghela napas panjang. "Yaudah, lo gue izinin buat balik duluan, tapi masalah sertifikat ospek, besok lo yang urus. Bantuin Darla buat nyetak sama bagiin ke maba buat syarat yudisium nanti."

Bukan main girang nya Mia saat angin segar berembus memihaknya. Dengan cepat, kepalanya mengangguk dan segera berterima kasih pada Gifar.

"GWS buat bokap lo ya Mi. Salamin buat nyokap lo juga."

"Makasih ya Far. Makasih banget. Nanti gue sampein ke bokap sama nyokap."

Dengan itu Mia segera menuju ke loker khusus para panitia, meraih tas berwarna krem miliknya dan segera keluar dari kampus melalui pintu samping. Ia lega bukan main. Setelah memberitahu Berly kalau ia mendapat izin dari Gifar dan sudah meninggalkan kampus, kini giliran dirinya mengirim chat pada Johan.

Me

Paaa, aku udah keluar dari kampus nih. Jemput yaa.

Papa Bear🤎🤎

Okay baby girl. Papa otw ya. Tunggu di halte aja.

Me

Siap sayang. Hati-hati, nggak usah ngebut. Aku sabar nunggu kok.

Mia tersenyum dan segera berjalan menuju tempat ia biasa di jemput oleh sang kekasih. Sepanjang perjalanan, ia menatap ceria area hijau yang masih masuk dalam kawasan kampus nya dengan mata berbinar.

Rencana kencan kali ini sungguh menyenangkan. Ia bisa sepuasnya memeluk Johan dan juga berbagi cerita sampai pagi tanpa takut kesiangan atau bahkan parahnya sampai tertangkap basah oleh mahasiswa ataupun dosen dari kampusnya.

Menjalin hubungan dengan Johan memang sedikit tricky. Ia harus pandai-pandai dalam mengatur ekspresi dan juga dalam mengatur perasaannya yang kadang sering membuncah bahkan memberontak. Johan adalah dosen sekaligus kaprodi yang sudah cukup berumur, namun meski begitu, tak sedikit dari mahasiswi yang mencoba-coba mencari perhatian pada kekasihnya itu. Dan ketika hal itu terjadi, tentu saja Mia di buat uring-uringan karena Johan yang kurang peka terhadap godaan para mahasiswinya.

Lima menit berjalan, Mia lantas menunggu di halte, sesuai instruksi Johan sebelum berangkat menjemputnya tadi. Ia meraih ponsel nya dan memberi kabar kalau ia sudah duduk manis di sana. Tak lama berselang, sebuah klakson menjadi kode bagi Mia untuk segera bergegas menuju mobil berwarna brown matte tersebut.

"Papaaa." Sapa Mia riang begitu sudah menutup pintu. Ia segera membuang tas nya kebelakang dan duduk di pangkuan Johan, meringkuk manja dalam dekapan kekasihnya tersebut.

Johan yang sudah mengerti tabiat kekasihnya pun sudah berancang-ancang memundurkan jok kemudi, bersiap kalau-kalau tindakan seperti ini terjadi. Dan nyatanya, memang terjadi, mengingat manja nya Mia setiap bersama dirinya.

Dengan penuh kasih sayang, Johan mendekap hangat tubuh Mia yang mungil. Kendati Mia sudah berpeluh dan berdebu, entah kenapa, selalu ada aroma cologne bayi yang gemar gadisnya pakai. Padahal cologne bayi sendiri sangat mudah hilang jika terkena matahari.

Mia mendongak, di sambut dengan senyum manis Johan. Ia meneliti lamat-lamat wajah kekasihnya itu. Wajah yang masih sangat tampan dengan kerutan di kedua sisi mata nya, serta kulit wajah yang sedikit mengendur, sama sekali tidak menghilangkan aura ketampanan yang di miliki lelaki ini. Dan ia bersyukur, karena lelaki ini adalah miliknya.

"Kenapa hm? Kok lihatin Papa sampe segininya?" Johan menegur lembut keterdiaman Mia yang betah mengamati wajahnya. Ibu jarinya mengelus pelan kedua pipi gembil gadisnya dengan gemas.

"Pengen di cium." Rajuk Mia sambil mengerucutkan bibir, pertanda ingin segera di kabulkan permintaannya.

Tawa menggelegar Johan mengudara. Ia segera mendekatkan bibir mereka dan melahap bibir merekah Mia dengan lembut. Oh ya, ciuman dengan Mia selalu berhasil membuatnya bahagia dan juga kecanduan. Meski masih belia, tapi Mia mampu membuatnya frustasi karena berujung menginginkan gadis itu seutuhnya.

Suara decapan bibir di antara mereka menjadi satu-satu nya suara yang ada di mobil tersebut. Mia berkali-kali mengubah kepalanya ke kanan dan ke kiri, ikut frustasi karena tubuhnya terasa panas dan kewanitaannya terasa lembab akibat ciuman intens mereka.

"Ngghh, Pa." Rengek Mia gelisah dengan terus menerus bergerak tak nyaman di atas pangkuan Johan.

Johan memutus ciuman mereka, memberikan kesempatan untuk mereka sama-sama menarik oksigen usai menggila dengan ciuman. Ia mengecup lama kening Mia, masih di iringi napas terengah darinya dan juga Mia yang pasrah di atas pangkuannya.

"Pa, itu aku nggak enak." Rintihnya gelisah. "Kaya nya aku pipis lagi." Bisiknya malu.

Johan tersenyum lembut dan menyibak surai Mia yang sedikit berantakan. "Mia pipis? Mau Papa bantu tuntasin?"

Mia menatap malu-malu pada Johan dan mengangguk pelan. "Boleh..kalo Papa nggak keberatan." Bisiknya.

"Papa nggak akan pernah keberatan, sayang." Ucapnya lembut. "Tapi sekarang, kita cari tempat dulu ya. Jangan di sini. Nanti temen-temen kamu bisa lihat kamu. Sabar dulu, ya?"

Mia menyanggupi dan segera berpindah duduk di sisi kemudi. Ia merapikan lagi pakaiannya dan segera meraih sebelah tangan Johan yang menganggur untuk ia genggam erat. Sesekali ia usapkan telapak tangan yang mulai sedikit keriput itu ke sisi kanan pipinya. Layaknya kucing yang ingin terus bermanja dengan sang tuan.

"Papa ganteeenngg banget pake baju ini. Mia suka." Komentarnya ketika melihat penampilan Johan yang sesungguhnya hanya memakai kaus polo biasa dan dipadankan dengan celana berwarna krem selutut.

"Mia suka? Kalo gitu, Papa bakal sering-sering pake baju ini." Tanggap nya dengan senyum manis. Ia berganti meraih jemari Mia dan mengecupnya penuh cinta.

Gadis itu terkikik senang karena kecupan Johan di punggung tangannya. "Mia sayang Papa."

Johan menoleh sesaat dan mengelus pipi memerah gadis kecilnya. "Papa juga lebih sayang sama kamu, baby girl."

Tes ombak ya. Kalo respon baik, nanti bakal berlanjut. Btw, kalian punya fetish sama orang2 yg lebih dewasa ga sih? Aku kok bisa nya kesengsem itu sama laki2 yg udah agak berumur ketimbang yang seumuran😂 apa ini normal?

Jangan lupa vote dan komen yaa.

02 Oktober 2021

Hitam dan PutihWhere stories live. Discover now