Mia & Johan - 03

4.6K 300 34
                                    

"Iya Ma, Mia mau pamit nginep di rumah panitia aja, soalnya udah malem banget. Dia ngekos nya deket kampus kok Ma."

Mia dan Johan sedang dalam perjalanan menuju ke villa yang tadi sempat di bicarakan oleh Johan. Lelaki yang tengah menyetir itu menatap sekilas pada Mia dengan wajah berbinar.

Ada jeda sejenak dari Mia ketika mendengar respon dari Mama nya perihal izin yang tentu saja penuh kebohongan itu. Tak lama, sebuah senyum terbit di bibir nya yang merekah.

"Siap Mama. Sekalian sampe Minggu ya Ma? Kita mau belanja baju sama ke tempat wisata. Boleh kan Ma? Aaa makasih ya Ma udah di izinin. Mia sayang Mama." Ucap Mia dengan riang. "Kalo gitu, Mia tutup dulu ya Ma. Salamin ke Papa."

Johan melihat semua nya. Bagaimana Mia begitu bahagia ketika mendapatkan izin dari Ibunya yang sesungguhnya hanya alibi demi bisa menginap di villa baru bersama nya.

"Gimana sayang? Mama boleh?" Mia menoleh dengan wajah berbinar dan anggukan penuh antusias. Gadisnya bahkan memekik kencang saking gembira nya bisa menghabiskan akhir pekan bersamanya.

"Boleh, Pa! Duhh Mia seneng banget." Ucapnya manja dengan memeluk lengan kiri Johan yang tak mengendalikan kemudi. Dikecupnya sayang puncak kepala Mia yang bersandar di bahunya. Sungguh, ia sangat beruntung bisa memiliki Mia sebagai kekasihnya.

"Makasih banyak ya sayang. Maaf karena Papa malah bikin kamu jadi durhaka ke Papa Mama." Ujar Johan lembut yang begitu kentara dengan kesedihan di intonasi suaranya. Mungkin, jika dirinya menjalin hubungan dengan wanita yang seusia dengannya, ia tak akan perlu merasa seberdosa ini. Namun karena ia memiliki hubungan dengan gadis muda yang masih ada di bawah pengawasan orangtua, mau tak mau Johan sulit menampik gelayut rasa bersalah nya karena secara tidak langsung mengajari Mia bagaimana cara mengelabui orang tua nya sendiri.

Mia menggeleng lugu dan mengecup bahu Johan dengan sayang. "Kalo ada yang harus di salahin, itu Mia sendiri, Pa. Kan semua yang Mia ucapin itu asalnya dari bibir Mia sendiri. Papa jangan salahin diri sendiri ya. Mia nggak mau Papa sedih."

Coba jelaskan, bagaimana bisa Johan tidak jatuh ke dalam pesona gadis muda ini kalau hatinya saja sebaik ini? Johan tahu kalau perbedaan usia mereka begitu mencolok, namun bukankah yang namanya hati itu tidak bisa dipaksakan?

Perjalanan mereka menuju villa terbaru Johan di tempuh dalam waktu empat jam lebih. Kini waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam. Johan mematikan mesin mobil dan menoleh ke arah Mia yang rupanya tertidur pulas dengan posisi meringkuk dalam balutan selimut yang selalu ada di dalam mobil Johan.

Lelaki itu melepaskan sabuk pengamannya dan lantas mendekatkan diri ke arah Mia. Dengan sentuhan sehalus beledu, Johan mengusap pipi gembil Mia, berupaya membangunkan gadis kecilnya untuk segera memasuki villa milik mereka.

Mia melenguh dan kemudian berupaya keras membuka kelopak matanya, menemukan kalau jaraknya dengan Johan sudah begitu rapat. "Ngghh, udah sampai ya Pa?" Tanya nya serak. Johan tersenyum lembut, dan lantas mengangguk. "Iya, udah sampai nih. Kita turun yuk sayang. Bobo nya lanjut lagi di kamar."

Mia mengangguk, meski matanya sesekali masih terpejam. Johan yang sudah mengerti bagaimana tingkah Mia pun segera turun dari mobil dan memutar arah untuk membukakan pintu Mia. Melepas selimut yang membelit tubuh kekasihnya itu, Johan lantas menggendong tubuh Mia ala koala, layaknya balita. Gadis itu terlihat nyaman meringkuk dalam ceruk leher Johan.

Johan memilih membawa Mia untuk menuju kamar mereka. Tur keliling villa bisa ia lakukan besok, mengingat saat ini bayi kecilnya sudah luar biasa lemas dan mengantuk.

Tidak ada siapapun di sini selain mereka berdua. Oleh sebab itu lah Johan akhirnya berusaha membuka sendiri pintu masuk dan juga pintu menuju kamar mereka. Direbahkannya tubuh lunglai Mia dan ia pun segera membuka pakaian di tubuh kekasihnya untuk kemudian ia lap keseluruhan karena aktivitas melelahkan yang seharian ini sudah dilewati oleh gadisnya.

Mia sesekali bergidik dingin ketika kain handuk yang digunakan untuk mengelap tubuhnya mengenai kulit. Di tambah lagi dingin area pegunungan tempat di mana villa ini berada semakin membuatnya kedinginan.

Johan mengelap tubuh mungil Mia di mulai dari wajah, leher, kedua tangan, area perut dan punggung, lantas kini ia berada di area kaki sebagai area terakhir yang ia bersihkan. Sesungguhnya, ia cukup tersiksa melihat bagaimana molek tubuh Mia. Namun ia tak mau menjadi lelaki pengecut yang menyentuh wanita di saat sang wanita tersebut tidak dalam kesadaran utuh.

Selesai dengan agenda mengelap tubuh Mia, Johan lantas berbenah sedikit di area kamar dan juga dapur ketika ia mengambil seteko kecil air untuk di bawa menuju kamar.

"Papa." Johan sedikit terkejut ketika tiba di kamar, Mia justru sudah terjaga dan duduk sembari mengucek mata nya. Senyum lembut terukir di bibir Johan. Ia bergegas meletakkan teko air ke atas nakas dan mendekati Mia yang sudah merentangkan tangan meminta di peluk. Tentu saja dengan senang hati ia meraih tubuh mungil itu ke dalam dekapannya.

"Kok bangun, sayang? Papa ganggu ya?"

Kepala Mia menggeleng lemas. "Nggak ada Papa. Mia takut." Seraknya sambil mendusal dada Johan. Lihat ini, bagaimana bisa gadis berusia dua puluh tahun masih sebegini manja dan polos nya mengakui kalau dirinya ketakutan?

Bibir Johan mengecup puncak kepala Mia dengan sayang. "Minum dulu ya sayang? Papa barusan ambil air minum."

Ketika Mia mengangguk, Johan dengan cekatan segera menuang air teko ke gelas yang juga sudah sekaligus ia ambil dari dapur. Tangan berototnya mengusap lembut surai Mia ketika gadisnya sedang meneguk air minum dengan rakus. Sangat kehausan sepertinya.

Mereka lantas berbaring bersisian. Mata Johan menatap lembut pada Mia yang juga menatap Johan tanpa kedip.

"Lihat apa, sayang nya Papa? Kerutannya Papa udah banyak ya?"

Mia terkekeh dan mencubit pipi Johan tanpa sungkan. "Papa kan udah tua, wajar kalo banyak kerutannya. Yang penting kan Mia sayang sama Papa. Jadi nggak usah mikirin masalah kerutan dan lainnya."

Hati Johan begitu lega mendengar ungkapan Mia. Mahasiswa yang bahkan berusia setengah dari usianya namun mampu menjungkir balikkan hatinya bak remaja kasmaran.

"Makasih sayang. Papa juga sayang sekali sama Mia." Bisiknya lembut dengan mendekatkan wajah mereka dan melabuhkan bibirnya ke atas bibir Mia yang merekah, siap menerima kehadirannya.

Malam dingin itu mereka habiskan dengan saling menyayangi. Memeluk, mengecup, dan sesekali menyentuh, meski tidak sampai ke tahap yang di luar batas. Bagaimanapun, Johan tetap ingin menjaga kesucian dan menghormati Mia hingga mereka benar-benar menjadi sepasang suami istri nanti. Begini saja sudah cukup.

09 Oktober 2021

Hitam dan PutihWhere stories live. Discover now