Bab 3 Masuk Pesantren

3.8K 789 241
                                    

Assalamu'alaikum... Cuma mau minta satu hal.

Komen tiap paragraf.

Happy Reading ❤❤

_______

ياالله... جيكاٱوجيان إني ممفو منجاديكان اكو منوسيا ياڠ لبيه تابه ماكا اكو اخلاص، يارب...

Irham Fahrullah Hanafi

©Pangeran Pesantren

Satu tahun lebih sudah Hasna berada di pesantren ini, dia mulai belajar banyak hal terutama bersikap. Pertama kali berada di sini, ia memang kesal karena semua hal diatur. Bahkan bicara lo gue saja dimarahi. Untunglah Hasna orangnya bisa beradaptasi dengan baik. Meski urakannya sulit dihilangkan. Seperti saat ini, dia terlihat menahan amarah saat sandalnya hilang entah kemana.

"WAHAI PARA AHLI GHAZAB CALON PENGHUNI NERAKA! Kembaliin sendal Ana woy! Astaghfirullah, bedosa kali kaki kau bah!"

Hasna Az Zahra Alfatunnisa gadis yang lebih suka dipanggil Ana itu baru saja keluar dari mushala asrama putri—sehabis shalat dzuhur berjamaah.

Badgirlnya santri putri itu langsung berteriak seketika mendapati kedua sandalnya telah raib dighazab kaki-kaki tak bertanggung jawab. Padahal sudah tertulis jelas di sandal swallow miliknya dengan nama MILIK ANA SYANTEK dengan huruf besar pula. Awas saja nanti kalau ketemu!

"Bulbul, kemari dulu kau, Nak." Bukan Ana namanya jika harus nyeker ke kamar seperti anak ayam yang tak pernah dibelikan sandal oleh mamaknya.

Dia sudah tiga kali dalam dua bulan membeli sandal, tapi tetap saja hilang. Yakali dia harus menyusuri satu persatu kamar di asrama putri yang luasnya subhanallah. Apalagi yang terakhir itu, hasil hutang di kapotren (kantin pondok pesantren)

"Gak mau ah, pasti mau jadiin aku kuda lagi, yakan? Aku gak kuat. Badanmu tuh segede kingkong gitu mana kuat Bulan yang seksi ini." Bulan menolak mentah-mentah.

"Astaghfirullah, lisanmu Bul. Badanku tidak gendut, cuma sedikit berisi aja, dikiiit banget."

"Gak mau."

"Oh, gitu ya. Oke, nanti kamu tidur gak usah kasur."

Bulan kontan menoleh sambil melotot. Perempuan gak ada akhlak, sahabat sendiri di tindas juga. "Bodo! Mending tidur di lantai dari pada pinggangku encok."

"Ayolah, Bul. Besok di sekolah aku traktir mie instan rasa soto."

Bulan yang sudah beranjak langsung berbalik, menelan ludah ketika mendengar traktiran mie favoritnya. Terlebih kiriman bulan ini sudah telat dua hari. Uang jajannya sudah menipis. Makan nasi dari ndalem aja tidak cukup memenuhi nafsu makannya.

"Dua porsi?" tawarnya.

"Halah, rakus sekali kau Bul. Gak ennek mie instan dua porsi?"

Bulan langsung menggeleng. "Apalagi dikasi cabe sepuluh, Beh.. Sip lah pokoknya." Ia langsung berdiri di depan Hasna menawarkan punggungnya. Gak papalah sakit pinggang sebentar demi mie soto.

"Iye, ujung-ujungnya nyusain, tengah malem minta anterin ke toilet," keluh Hasna langsung menggeleng tak percaya. Bulan terkekeh membiarkan Hasna naik ke punggungnya. Untunglah jarak mushala dan kamarnya terbilang yang paling dekat.

Baru setengah perjalanan napas Bulan sudah ngos-ngosan, badan seberat 45 kg tengah nemplok di punggungnya seperti Syaiton yang tengah menempeli manusia yang jarang sholat, selalu merasa capek dan malas karena sibuk menggendong setan. Padahal jika dilawan, syaiton pun akan pergi dengan sendirinya. Tapi, Bulan sedang tidak ingin melawan Hasna. Sahabat yang satu ini begitu baik padanya meski kelakuannya naudzubillah.

Pangeran Pesantren [New Version]Where stories live. Discover now