Bab 10 Kabar Mengejutkan

2.6K 738 155
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
Kemungkinan bab ini banyak typo. Bantu tandain yak
.
.
.
.
Happy Reading❤

Seperti biasa translate dulu
👇

تركاداڠ ياڠ دى چنتائى فاليڠ لاما
بوكنلاه اوراڠ ياڠ بيساكيتا ميليكي سلاماڽا

👑
Pangeran Pesantren

Katanya, setelah kehidupan seorang manusia berakhir, masih ada tempat yang lain sebagai tempat mereka tinggal. Tempat itu bernama Surga dan neraka. Namun sebelum itu harus ditentukan dulu amal perbuatan selama di dunia dan setiap orang harus melewati shirat.

Rasanya Hasna maupun Sang Bapak belum melewati apapun tapi sepertinya mereka sudah ada di surga.

Langit yang cerah, banyak pepohonan dan bunga-bunga yang mekar menebarkan semerbak aroma lembut yang memenangkan jiwa. Aroma ini berpadu dengan aroma citrus, rasanya benar-benar menyegarkan. Kicauan burung yang menenangkan serta semilir angin lembut membawa oksigen menyegarkan ketika di hirup.

Hasna tersenyum ketika Bapak menatapnya. "Bapak jangan pergi lagi ya," pintanya.

Bapak Bian hanya tersenyum lembut seperti biasa. "Jangan pernah menyerah ya, nak. Bapak tahu kamu anak yang kuat."

"Tentu, Hasna kan jagoannya Bapak." Hasna ingat pertama kali ketahuan memar di wajah karena diam-diam ikut silat, ibunya marah besar dan melarang Hasna ikut latihan yang menurutnya hanya cocok untuk lelaki. Tapi, saat itu Bapak yang terus mendukung. Katanya biar bisa sekalian buat jaga diri.

Hasna berada di pangkuan Bapaknya sambil sesekali lelaki renta itu membelai sayang kepala Hasna yang terbungkus hijab.

"Di sini indah ya, Nak," ungkap Bian.

Hasna mengangguk menikmati pemandangan yang indah. "Rasanya ingin menetap selamanya, tapi tidak bisa. Ibu nanti nyariin kita," ucapnya polos.

Bian mengangguk. "Ibu kamu memang pemarah."

"Mukanya merah seperti tinkerbell kalo lagi marah," imbuh Hasna.

Bian tertawa. " juga berisik."

"Suka nyiram Hasna tiap pagi."

"Hahahaha," tawa Bian menggema keras.

Hasna tersenyum senang melihatnya, dia tidak ingin kehilangan Bapaknya lagi.

"Tapi kamu harus pergi," ungkapnya tiba-tiba setelah tawanya reda.

Senyum Hasna lenyap. Berganti alisnya yang tertaut bingung. "Tidak! Bapak janji akan selalu di samping Hasna, dukung Hasna. Kita akan pergi bersama, kemanapun."

Bian mengangguk. "Kalau itu selalu. Bapak selalu di sini." Bian menunjuk dada Hasna. "Di hati kamu."

Senyum di bibir gadis cantik itu kembali mekar.

"Sekarang kamu harus kembali."

"Tidak."

"Jaga Ibuk ya, selama Bapak tidak ada."

"Gak mau!"

Bian melepas pelukan Hasna dan berdiri. Perlahan kakinya melangkah mundur.

"Kami berdua tanggung jawab Bapak."

"Maafkan Bapak, nak. Tapi, ini sudah takdir-Nya."

"Tidak!"

"Tetap tersenyum. Jangan pernah nangis. Anak Bapak tangguh." Setelah senyum itu sebuah cahaya yang menyilaukan membuat pandangan Hasna mengabur.

Pangeran Pesantren [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang