#22 ‒ Ketakutan Alden

11.4K 546 25
                                    

Hi Hi!!🥰

Maaf telat 30 menit omg😭

Seminggu ini aku gak sempat terus untuk review akhir padahal chapter udah readyyyy, maaf ya guyssss😢

Anywayyy, Alden udah 5K readers!!!!! Gila gak nyangka banget cerita yang awalnya gak mau aku update karena takut a b c d sampai aku keep selama 3 tahun ini, sampai akhirnya memberanikan diri dan ternyata ada aja yang suka yaaaa😭💖

Aku mau bilang makasih banyaaakk buat kalian yang masih setia nungguin Alden update, aku pasti gak akan bisa sampai di titik ini tanpa adanya kaliannnn, ilyyy!🤗

Anywayyy, aku minta vote + comment juga gapapa kannnn?? hehe😋 jangan malu-malu buat spam comment bb!🥰😍 jujurrr, comment kalian tuh bikin mood aku naik bangeeettt!!!

Selamat membaca!!😆

♚☠♛

Sesampainya di mobil, Nando, Nico, dan Andra dapat melihat Alden terlihat sangat panik sampai-sampai ia jadi bingung sendiri harus melakukan apa. Akhirnya mereka pun langsung mendekati Alden dengan Aretha yang berada di gendongannya.

"Gue aja yang bawa mobil Al." ucap Nico yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Alden. Melihat kondisi Alden sekarang, dapat dipastikan pria itu tidak akan bisa fokus menyetir.

Alden sudah tidak bisa berpikir jernih. Pada kejadian-kejadian kemarin, Aretha masih dalam kondisi sadar, membuat Alden menjadi tidak terlalu panik. Setidaknya ia bisa mengajak gadis itu berbicara. Tapi sekarang? Untuk sekadar menatapnya saja Aretha tidak bisa.

Menyaksikan Aretha yang pingsan dalam rengkuhannya tadi, membuat dunianya serasa hancur. Lagi dan lagi ia telat menyelamatkan Aretha nya.

Alden tidak melepaskan Aretha sama sekali dari rengkuhannya. Bahkan posisi mereka sekarang, Aretha yang berada di pangkuan Alden dengan Alden yang tidak hentinya mengecup dan mengusap kepala gadis itu, seperti menyalurkan kekuatan pada Aretha walaupun Aretha tidak memberikan respon apa pun.

Nando hanya melirik Alden yang berada di sebelahnya sudah seperti orang yang sudah kehilangan arah. Baru pertama kali dalam hidupnya melihat Alden seperti ini. Matanya yang selalu menatap orang-orang dengan tajam sudah sirna, tergantikan dengan tatapan cemas dan takut.

Tiba-tiba Alden berdecak kesal lalu melirik jalanan dan Nico dari kaca secara bergantian, "LO BISA BAWA MOBILNYA CEPETAN GAK SIH?!" teriak Alden pada Nico, membuat pria itu mendecakkan lidahnya, "Sabar kenapa sih? Lo gak lihat dari tadi macet?!" memang sore ini entah mengapa jalanan terlihat sangat padat.

"Ck, gue berhenti disini aja. Kelamaan!" Alden hendak membuka pintu mobil ketika lengannya tiba-tiba ditahan oleh Nando, "Lo jangan gegabah gitu Al." ucap Nando, membuat Alden langsung menghembuskan napasnya kasar dan menarik lengannya dari genggaman Nando. Ia kembali mendekap Aretha dan mengusap kepalanya pelan. 

Sedangkan Andra yang duduk di kursi pengemudi disamping Nico, sudah menelan ludahnya dengan cukup sulit, ia cukup kaget mendengar teriakan Alden yang tiba-tiba. Tidak pernah ia melihat ketuanya seperti ini. Biasanya Alden merupakan orang yang sangat handal dalam menjaga ekspresi wajahnya. Tetapi sekarang? Entahlah, ia juga bingung mengapa gadis di pelukannya itu sangat mempengaruhi ketuanya itu.

Alden mendekatkan bibirnya ke telinga Aretha, "Reth... Bangun dong?" bisik pria itu sembari mempererat rengkuhannya, "Jangan buat gue khawatir kayak gini." Alden terdengar putus asa. Ia membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada gadis di rengkuhannya ini.

Bayangan akan kehilangan gadis itu sudah memenuhi isi kepalanya. Membuatnya menggelengkan kepala berkali-kali.

Untuk pertama kalinya, Alden takut kehilangan seseorang.

ALDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang