03. Di Atas Hidup dan Mati

99 22 6
                                    

- Seungbin

Motor sport hitam yang kukendarai membawa ke suatu tempat, di mana aku beserta para pemain lainnya akan bertemu dan menggelar sesuatu yang sangat kami nantikan. Setelah melalui jalanan raya pada malam hari yang begitu sesak.

Kini aku menelusuri sebuah jalanan suatu wilayah Distrik Gangnam, tiap kali melintas berjejer pertokoan dan gedung bertingkat yang berderet-deret. Lampu-lampu neon yang di dominasi biru dan merah muda berpendar ke arah ku di setiap papan reklame yang terpasang di sepanjang jalan yang kulalui ini hingga aku melajukan motor ke jalanan yang lengang, berbelok arah kemudian berhenti tepat di gang sempit nan gelap.

Aku membuka helm, menyinggung senyum tipis terhadap sekumpulan orang-orang yang berada di ujung sana tentu dengan motor mereka masing-masing. Lantas aku turun, menghampiri salah satu dari mereka yang sudah mendekat. Jarakku dengannya hanya satu meter, sementara para pemain lainnya menyimak dari belakang pemuda yang aku hadapi saat ini, dialah Jang Dosan.

"Ya! (Hei) Han Seungbin!"

"Bagaimana jika kita lakukan saja sekarang? Malam ini di sini." Dosan menantangku penuh energik.

Aku tidak perlu menimbang-nimbang lebih lama kemudian menjawab, "Baiklah!"

Jika kau bertanya, apa yang akan kulakukan bersama Dosan? Maka jawabannya adalah taruhan. Dari semalam kami berdua sudah sepakat untuk bertaruh satu sama lain di atas lintasan beraspal. Justru hal itu tertunda lantaran ayah tiba-tiba menelponku, menyuruh pulang untuk mendiskusikan rumah sebelah yang mau ditempati tersebut.

Kali ini, Dosan menentukan rute mana yang nanti kami berdua lalui dan setelahnya dia menjelaskan padaku hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan selama memacu kendaraan. Mulai dari para pesaing diperkenankan melaju di atas 150 KM/Jam. Kemudian dilarang memakai mesin yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga selisih kecepatannya akan jauh berbeda dengan kecepatan seperti biasanya.

Lalu ditutup dengan satu aturan, pihak yang menang akan mendapat uang taruhannya lalu pihak yang kalah harus bersedia merelakan uang taruhan ke pihak yang menang itu sendiri.

Aku dan Dosan sudah bersedia mengambil ancang-ancang dengan motor andalan masing-masing. Di kala seseorang berdiri di depan kami mulai menghitung waktu mundur.

Belum sempat terhitung menuju angka tiga, Dosan menyeringai diselingi ketawa mengejek. Menarik gas begitu dia mengatakan, "Sampai jumpa nanti di garis finish dan semoga beruntung, pecundang!"

     Kemudian berlalu meninggalkanku di tempat. Begitu hitungan mundur habis lantas aku melajukan motor, menyusuli Jang Dosan tepat berada di depan memimpin jalan. Aku tidak mau kalah sampai sini, jantungku berdegup cukup kencang bersamaan pacuan kendaraan yang menggebu-gebu membelah jalanan yang lengang sehingga aku dengan leluasa menamcapkan gas lebih dalam lagi.

     Yang awalnya kudapati siluet Dosan dari kejauhan, sekarang terlihat berada tepat di hadapanku. Aku menyamakan kecepatan dengan kecepatan motornya.

     "Selamat tinggal Dosan!" sahutku setengah berteriak kemudian berlalu darinya, beralih memimpin jalan. Dari kaca spion saja, presensi Dosan menghilang dari pandangan.

     Motor berbelok arah, menelusuri gang-gang sempit yang diapit oleh dua tembok besar kemudian memasuki kawasan jalanan yang tadi. Garis finish tinggal 2 KM lagi, Ini adalah kesempatan emas bagiku dan aku tidak ingin menyia-nyiakannya begitu saja.

     Akan tetapi anggapanku salah besar. Dosan ternyata sudah berada di belakangku, berusaha melawan kecepatan. Jantungku berdegup sangat kencang, kedua telapak tangan berkeringat dingin, membasahi setang. Hanya tinggal dua kelokan menuju garis finish.

We Come And GoWhere stories live. Discover now