18. Umpan Pembalasan

37 8 0
                                    

- Jihye

Melihat Seungbin bergegas keluar kantin usai mendengar kabar dari adik kelas tersebut, menandakan bahwa pemuda itu benar-benar mengkhawatirkan adik perempuannya. Aku dan Namhyuck lantas bersepakat untuk mengekorinya dari belakang. Lagipun Yeonji adalah adik sepupuku, tidak mungkin kalau aku tidak menjenguknya?

Hatiku seakan tercabik mendengar gadis itu dirawat di ruang UKS. Kuharap keadaannya baik-baik saja.

Sesampainya kami di dalam ruang yang didominasi warna putih, spontan aku menutup mulut lalu menghampiri tubuh yang terbaring lemah di salah satu berangkar di sana. Tampak Seungbin berjalan ke sisi berangkar agar dapat mengamati lebih jelas wajah sang adik. Di sebelah berangkar terdapat kantong infus yang digantung di tiang besi dan tersambung melalui pembuluh darah tangan gadis itu.

Aku mengiris pilu, memperhatikan wajah teduh yang tampak sangat pucat di depanku. Terdengar dari samping, Namhyuck mendesah pelan. Pertanda dia turut mengiba.

Sebelum sempat aku bertanya bagaimana kondisi Yeonji bisa seperti itu. Seorang wanita berjas putih kemudian menghampiri kami.

    "Apa yang terjadi padanya?" Tiba-tiba Seungbin bertanya.

    Wanita yang kuyakini sebagai petugas UKS itu memasang wajah prihatin.

     "Dia mengeluh muntah-muntah sejak tadi. Sepertinya keracunan makanan. Dilihat dari reaksi racunnya mungkin dia makan dari jam istirahat pertama."

    Wanita berjas putih itu menghela napas sejenak, kemudian menambahkan. "Tapi kau tidak perlu khawatir. Aku sudah menanganinya dengan baik. Dalam waktu dekat dia akan pulih dengan sendirinya."

"Kamsahamnida." Seungbin lantas membungkuk padanya. Aku dan Namhyuck pun mengikut. Sesaat kemudian wanita petugas UKS itu tersenyum kecil kemudian hilang dari pandangan kami.

"Bagaimana bisa Yeonji keracunan makanan? Masakan yang ada di kantin tidak mungkin diracuni kan?" tanyaku spontan sambil mendekati tubuh gadis malang ini.

"Sejauh ini, belum pernah ada kasus siswa yang keracunan makanan di kantin sekolah, Jihye." Namhyuck menimpali dengan kening berkerut kemudian mendekat ke sisi berangkar tepat di sebelah Seungbin.

"Setiap makanan yang disediakan pihak sekolah selalu melewati pengecekan rasa terlebih dahulu."

Aku menimang perkataan pemuda tambun itu lalu mengangguk-ngangguk

"Apa adikmu ada membawa bekal ke sekolah, bro?"

Pemuda bertindik di sampingnya hanya menggeleng lemah, senantiasa menatap wajah sang adik yang masih tertidur. Terlihat dia mengulurkan sebelah tangan kemudian mengelus-ngelus bagian kepala adiknya dengan sayang.

Hatiku terenyuh menyaksikan pemandangan itu.

Beberapa detik kemudian dia bersuara.

"Yeonji tidak pernah membawa bekal ke sekolah, Namhyuck. Soal makanan dia pilah-pilah. Terutama dia sangat alergi yang namanya cokelat."

Memang benar. Aku jadi teringat saat aku bisa-bisanya sempat menawarkan sebatang cokelat padanya dan itu agak memalukan.

"Aneh. Tidak mungkin adikmu muntah-muntah tanpa sebab. Pasti dia ada makan sesuatu dari rumah."

Namhyuck yang kukenal banyak omong kali ini mengeluarkan teorinya. Aku juga sependapat dengan pemuda tambun itu. Sementara Seungbin mendesah gusar lalu mengalihkan tatapan pada Namhyuck.

"Kau pikir ibuku yang sudah meracuninya ha?" Seungbin menaikan nadanya, membuat Namhyuck bergeser sedikit.

Aku lantas menggeleng-geleng. Namhyuck berkata demikian bukan berarti dia langsung menyimpulkan Bibi Kim Hana penyebabnya.

We Come And GoWhere stories live. Discover now