12. Kawan Bisa Jadi Lawan

50 8 0
                                    

- Jihye

     Begitu keluar dari gedung sekolah. Langit terlihat sangat gelap dan mencekam. Lampu-lampu sorot pun menyinari sudut-sudut sekolah. Kami bertiga lantas berjalan bersisian menuju parkiran sekolah dimana motor sport hitam Seungbin dan vespa merah Namhyuck terparkir di sana.

     Mungkin kau agak heran kenapa kami, para pelajar korea, selalu pulang malam bahkan sampai larut? Karena budaya pelajar di sini memang begitu. Setiap pelajar punya ambisi kuat untuk memasuki universitas atau perguruan tinggi favorit mereka lalu dituntut untuk bisa menguasai bidang tertentu sesuai ekstrakurikuler yang mereka ambil.

Aku, Seungbin, Namhyuck sama-sama mengambil jam tambahan dan ekstrakurikuler yang berbeda-beda. Seungbin mengambil bidang olahraga, Namhyuck mengambil bidang seni dan aku mengambil bidang IT. Untuk hari kedua sekolah, cukup melelahkan kurasa. Oleh karenanya, malam ini aku bisa memenuhi janji mereka berdua untuk mentraktir tteobbokki dan menghilangkan rasa letih sehabis belajar suntuk.

     "Di antara kalian, ada yang berbaik hati memboncengku?"

     Sambil menunggu dari jauh, aku berteriak spontan, begitu mereka berdua siap dengan kendaraan masing-masing. Sebenarnya aku bisa saja pakai bus. Namun, dengan membawa uang pas-pasan dan cukup untuk membayar makan bertiga, bagiku ide bagus jika menumpang salah satu dari mereka. Menghemat pengeluaran juga. Kalau saja Yeonji tidak pulang awal, mungkin dia bisa sekalian membayarkanku uang ongkos.

     Tampak Seungbin dan Namhyuck saling pandang sejenak kemudian menolehku.

     "Lebih baik kau sama si Tambun saja,"balas Seungbin berteriak dari jauh sembari memakai helm hitamnya.

     Sementara Namhyuck yang sedang memakai helm tanpa kaca berwarna cokelat menatapku lamat kemudian menoleh ke arah Seungbin.

     "Bro, kau jantan apa sebenarnya? Sepupumu sendiri masa tidak dibantu?" Namhyuck pun menimpali sembari menepuk punggung bidang Seungbin.

     Walau aku berdiri menunggu sepuluh meter dari sini. Apapun yang mereka katakan dapat kudengar dengan jelas, ditambah tak ada suara berisik orang-orang di sekitar selain kami bertiga yang mengisi kesenyapan malam.

     Seketika pula Seungbin membuka kaca helm kasar, lalu mendekat ke arah Namhyuck, melempar tatapan yang mengintimidasi.

Yang benar saja? Jangan bilang mereka akan bertengkar gara-gara sepele begini. Entah perkataan Namhyuck yang menyinggung sehingga dia menjadi agak sensitif atau memang sifat dasarnya seperti itu, aku memilih diam menonton tanpa berusaha sekalipun melerai. Malah dari hal kecil seperti ini, aku bisa mengobservasi sikap Seungbin dan mencari tahu alasan di balik perubahannya.

      "Apa masalahmu ha? Mau aku membantunya atau tidak itu bukan urusanmu." Seungbin lantas meninggikan suara. Dan tampak Namhyuck berusaha melawan.

     "Aku kan sudah berkali-kali bilang padamu dari kelas 10 untuk menjadi jantan dan perlakukan perempuan dengan ramah. Tak heran kenapa gadis-gadis selalu menjauh karena sikapmu itu, Bro!"

Mataku mengerjap-ngerjap usai Namhyuck berkata demikian. Berarti satu dari beberapa alasan perubahannya adalah faktor menarik perhatian lawan jenis ya? Tanpa sadar aku menyeringai. Menatap Seungbin penuh selidik. Kini, aku punya ide cemerlang supaya bisa mengorek informasi darinya langsung.

"Masa Bodoh dengan itu."

Seungbin menjawab ketus lalu bergegas naik ke atas motor sport hitam kemudian menyalakannya. Suara knalpot motor lekas berdesing-desing setiap kali dia memutar pada salah satu setang. Dan kini kudapati motornya meluncur keluar dari parkiran dan kian melesat ke arahku yang berdiri berjarak sepuluh meter dari parkiran.

We Come And GoWhere stories live. Discover now