06. Perkara Seungbin

63 15 0
                                    

- Jihye

     Sekitar satu menit yang lalu, aku, Yeonji dan Seungbin sempat mengusuli siapa yang pulang dengan siapa. Awalnya, Seungbin menawari adiknya untuk pulang bersama, akan tetapi Yeonji menolak, dia tidak ingin pulang naik motor melainkan bus. Dia juga beralasan kakak laki-lakinya itu terlalu ngebut-ngebutan di jalan raya (ini benar karena aku hampir saja mati tertabrak).

     Sepanjang adu mulut di antara mereka, aku hanya bisa menyimak, (kurang lebih mereka mirip denganku dan Kak Minhee kalau sudah beradu argumen). Di sela-sela itu, aku unjuk diri mengusuli ide, Seungbin pulang sendiri lalu biar aku dan Yeonji yang pulang menggunakan bus. Hitung-hitung agar terbiasa pulang dan pergi bersama. Dan mereka akhirnya menyetujui usulan tersebut.

     Saat ini, kami berdua sudah berada di dalam bus dan mengambil tempat duduk paling tengah. Yeonji duduk sebelah kanan, dekat dengan jendela bus. Sementara aku berada di sampingnya.

     Begitu memperhatikan Yeonji yang terdiam sambil menatap kosong ke arah jendela, aku bisa menebak suasana hatinya sedang tidak baik. Mungkin karena Seungbin, kurasa. Dan beberapa saat yang lalu pun kami berdua tidak berbicara apa-apa lagi. Sangat canggung bagiku.

     Lalu aku mencoba untuk memecah keheningan di antara kami. Tidak baik, jika salah seorang sepupu yang kau kenal sedang kesal atau bersedih tapi kau tidak berusaha mencoba menghiburnya dan membuat relasi yang baik dengannya bukan?

     "Ya, Yeonji." Dia menoleh kemudian kembali menatap ke arah jendela.

     "Apa kau suka makanan manis?"

     Lantas aku merogoh-rogoh ranselku barangkali ada cokelat batangan atau permen loli yang selalu kubawa untuk cemilan, ini justru bisa meningkatkan mood seseorang. Dan tips ini juga berhasil padaku. Kemudian mengulurkan batangan cokelat itu padanya. Yeonji melirik sebentar lalu menatap kembali ke jendela.

     "Tidak, terima kasih. Aku alergi dengan cokelat, onnie."

     Aku ber-oh rendah. Ada rasa malu yang menjalari lalu memasukkan kembali batangan cokelat itu ke dalam ransel. Aku pun mencoba cara lain yang lebih halus.

     "Yeonji-ssi. Aku ada tebak-tebakan. Apa yang nembak ke lantai lalu nusuk ke hidung?"

     Yeonji menoleh sekilas lalu mengidikkan bahu. Walau kurasa dia tidak tertarik, tapi dia bisa mendengar apa yang kukatakan.

     "Kau tahu apa? Ya jawabannya adalah kentut. Karena kalau kau sudah duduk di lantai lalu menembaknya. Maka orang di belakangmu akan tertusuk bau busuknya itu."

     Setelah aku menyebutnya, Yeonji sama sekali tidak tertawa. Padahal Kak Minhee saja sampai tertawa terbahak-bahak, menggeliat-liat tak karuan. Ternyata selera humornya tidak serendah itu ya?

     "Hei. Ada apa? Kau bisa menceritakannya padaku kalau itu membuatmu lebih baik," saranku sambil mengelus kepangan rambutnya setelah usaha yang telah kucoba tidak berhasil. Yeonji akhirnya menoleh dan menatapku lekat-lekat dan aku melihat dari kedua netranya, ada berupa semacam kekecewaan yang begitu dalam.

     "Onnie pasti dengar kan, kalau Oppa tadi bilang dia akan pulang terlambat?"

     Aku mengangguk setuju. Lalu Yeonji meneruskan, "Itulah yang tidak kusuka darinya. Tidak seperti dirinya yang dulu. Aku juga sudah bilang pada onnie kalau dia belakangan ini menutup diri, terutama pada keluarganya sendiri."

     Aku menaikkan satu alis, tidak bisa membayangkan bagaimana Seungbin enggan terbuka dengan mereka. Pernyataan Yeonji barusan serius membuatku tercengang lantaran tadi pagi di sekolah Yeonji tidak mengatakan semuanya dari awal.

We Come And GoWhere stories live. Discover now