15. Yang Ingin Dibahas

41 8 2
                                    

- Jihye

Selama pembelajaran berlangsung, pikiranku melayang-melayang ke topik percakapan antara Seungbin dan Ilkwon. Aku tahu itu bukan urusanku, tapi hal itu semakin dibuat kepikiran pada saat guru menerangkan materi di depan kelas.

     Sedikit-sedikit fokus belajarku jadi terdiktraksi sampai aku tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana oleh guru seperti "kapan era Joseon terbentuk?" Lalu disusuli pertanyaan, "siapa raja pertama kerajaan Joseon?" Dan seterusnya.

     Bagiku pelajaran sejarah itu terkadang menyenangkan untuk ditelusuri terkadang pula jadi membosankan. Apalagi ketika sudah menghafal tahun-tahun bersejarah, nama-nama tokoh masyarakat di masa lampau, dan sistem-sistem yang diterapkan pada masa itu. Benar-benar menguji kemampuanku.

     Aku jadi berpikir, apa ada gunanya bagiku mempelajari semua itu yang tak ada kaitannya dengan masa sekarang?

     Walaupun begitu, dari salah satu kutipan buku yang pernah kubaca mengatakan, cerita masa lampau itu ada banyak tapi belum tentu semua itu adalah sejarah. Sejarah adalah sesuatu yang bisa jadi patokan untuk mengubah sistem yang lalu menjadi lebih baik di masa akan datang. Jika itu tidak dapat mengubah apa-apa, bukan sejarah namanya melainkan dongeng belaka.

     Jadi ketika Buk Jung mulai menceritakan peristiwa-peristiwa pada era Joseon pada kami semua, sebagian besar hanya bisa kuanggap dongeng dan sebagian kecil barulah dikatakan sejarah yang benar-benar berguna untuk masa sekarang. Mungkin harus diabadikan sebagai pelajaran seumur hidup.

     Terlepas dari kataku tadi, kau bisa berpendapat lain tentang hal ini.

     Balik ke permasalahan sebelumnya. Aku harus berbicara pada Seungbin. Karena kalau tidak kubicarakan akan terpikir terus mungkin sampai pulang sekolah. Jadi di sela-sela Buk Jung tidak memperhatikanku, aku lantas menoleh ke belakang ke arah meja di pojokan. Seketika pula tatapanku bertemu dengan matanya.

    Tidak seperti yang kuharapkan, dia menatapku sinis. Apa mungkin karena aku tidak sengaja menguping pembicaraan di antara dia dan teman lamanya beberapa menit yang lalu? Terlihat sekali waktu kami bertiga kembali ke kelas tadi, dia menggeram tak karuan. Aduh, kalau begini rencanaku untuk menggodanya gagal total nanti.

     Tiba-tiba suara dehaman keras memblokir perhatianku. Begitu kulihat dari mana asalnya, hatiku jadi tidak enak saat Buk Jung menyilangkan kedua lengannya di depan kelas. Begitu menyisir seisi kelas, orang-orang rupanya tengah menatapku penasaran. Sontak aku menggigit bibir bawah dengan cemas.

     "Maaf, tapi apa kau keberatan Han Jihye? Saya tidak mentolerir siapapun yang tidak memperhatikanku."

     Lantas aku membeku di tempat. Tidak tahu harus merespon bagaimana. Beberapa saat kemudian, Buk Jung kembali bersuara.

    "Dari tadi kau tidak dapat menjawab pertanyaanku, Jihye. Kalau tidak berniat belajar lebih baik kau keluar saja."

     Buk Jung menatapku skeptis, aku kemudian menjawab dengan kepala tertunduk. "Jeosonghamnida (maaf), Buk Jung. Saya kepikiran sesuatu, jadinya saya tidak fokus belajar."

    Kudengar wanita itu berdeham panjang. "Nee. Jika itu ada hubungannya dengan Han Seungbin, saya mengerti. Kau bisa berbicara padanya setelah kelas ini."

    Kemudian aku mendongak ke arahnya sambil melotot. Ahh, pasti karena menoleh ke belakang barusan sehingga wanita itu bisa menebak isi kepalaku. Lekas aku mengangguk patuh, membiarkan diriku berlarut dalam sejarah kerajaan Joseon sesi berikutnya.

   Tak lama kemudian, seseorang yang duduk di belakang mejaku menepuk pundakku. Tangannya mengulurkan sebuah lipatan kertas tepat di samping lenganku yang bergantung. Seseorang itu berbisik. "Ambil ini. Dari Seungbin."

We Come And GoWhere stories live. Discover now