10. Tetap Menjadi Rahasia

43 10 0
                                    

- Jihye

Misi pertama adalah memancingnya untuk sekedar mengobrol. Itu cukup mudah. Aku terampil dalam hal ini jika kau bertanya.
Lalu setelah itu ... eum tunggu sebentar. Aku menoleh ke belakang, tepat di meja belajar bagian paling pojok kanan, hanya terdapat ranselnya saja.

Duduk menunggu beberapa menit, sebelum jam pelajaran masuk, tak masalah. Mungkin dia sedang berada di WC sekarang atau mengunjungi kelas adiknya? Entahlah. Aku tidak sepenuhnya yakin apa yang aku lakukan ini demi memenuhi rasa penasaranku atau sekadar membantu Yeonji. Tapi itu perlu kubuktikan bahwa ada alasan logis di balik sikap aneh pemuda tersebut.

Begitu aku memikirkannya, dia sudah berada di depan mata. Masuk dengan santai bersama seseorang yang merelakan tempat duduknya untukku. Dia berjalan dan menatapku sekilas. Lalu pemuda yang di belakangnya, tersenyum sumringah dan menyapaku. "Annyeong, Jihye-ssi."

"Eum ... Annyeong?" sapaku balik sambil menaikkan sebelah alis. Pemuda yang berdiri di hadapanku ini menjulurkan sebelah tangannya.

"Kenalkan, aku Lee Namhyuck. Kita tak sempat berkenalan kemarin," ujarnya masih tersenyum hingga pipi chubby-nya mengembang beberapa inci. Ya Tuhan, kenapa dia menggemaskan sekali seperti buntalan bakpao.

Rasa-rasa ingin menyubit pipinya di saat ini juga tapi kedua tangan berhasil kukendalikan. Tanpa perlu merasa canggung, aku membalas jabat tangannya.

"Senang bisa berkenalan denganmu, Namhyuck." Aku tersenyum.

Sekejap aku menoleh ke belakang, dan mendapati Seungbin tidur dengan menopang tangan di atas meja. Meneliti wajahnya sesaat, terdapat bercak biru-keunguan di sana. Sekitar area mata, rahang dan juga dagu.

"Oh itu ... Semalam aku bertemu dengannya, Jihye," ujar Namhyuck tiba-tiba.

Aku kembali menoleh ke depan. Dia duduk di kursi depan mejaku lalu mencondongkan wajah bulatnya ke arahku, melihat kiri-kanan orang-orang yang asik mengobrol kemudian melihat ke arah Seungbin yang masih tertidur kemudian mengangkat sebelah telapak tangan.

Namhyuck berbisik, "Waktu itu wajahnya jauh lebih berbeda dengan saat ini. Benar-benar habis kena babak belur. Syukurlah ketika diobati sudah mulai mengurangi bekas di wajahnya itu."

Aku membelalakkan mata, melirik kiri-kanan, menoleh sebentar ke belakang agar mengantisipasi Seungbin terbangun lalu turut merendahkan suara.

"Tunggu ... kau bilang tadi Seungbin habis kena babak belur?"

Namhyuck mengangguk. Itu adalah fakta bagus. Mungkin aku bisa mencari tahu lewat pemuda ini lebih dulu.

"Apa kau berteman dengannya?"

Dia berdeham sejenak kemudian berkata, "Ya. Bagiku dia kawanku, tapi aku tidak yakin kalau Seungbin seratus persen menganggapku sebagai temannya."

Tahap berikutnya adalah memastikan seberapa tahu Namhyuck tentang Seungbin. Agak tidak masuk akal juga kalau Seungbin yang dikatakan Yeonji enggan membuka relasi dan cenderung menutup diri enggan memiliki setidaknya satu teman saja? Buktinya dia kemarin bisa mengobrol langsung kepadaku, hanya saja aku merasa bahwa pemuda itu menyembunyikan sesuatu atau ada masalah yang ditimpanya sehingga dia tidak mau mengobrol apalagi terbuka dengan seseorang.

"Lalu ... kau baru saja bilang bertemu dengannya semalam? Dimana?" tanyaku lagi tak sabaran.

Namhyuck mengerucutkan bibir, mengelus dagu, kedua mata melirik sesuatu.

Begitu aku mengikuti arah pandangnya, dia ternyata melirik sebatang cokelat yang tergeletak di atas meja. Cokelat yang seharusnya kuberikan kepada Seungbin. Dengan alasan agar mood-nya kembali dan mudah diajak bicara harus kandas begitu saja.

We Come And GoWhere stories live. Discover now