08. Alasan Tersembunyi

48 15 0
                                    

- Seungbin

     Perlahan membuka mata. Memfokuskan bayangan yang ada di sekitar. Ternyata langit telah gelap yang menambah kegelapan di sepanjang gang sempit ini. Begitu aku menoleh ke ujung gang, terdapat cahaya yang menyinari sepanjang jalan sana. Tapi penerangan di sini sangat minim. Hanya berdiri lampu sorot yang berpendar kekuningan, tepat berada satu meter dari tempatku terbujur.

     Ketika berusaha bangkit, aku merasakan nyeri hampir di seluruh tubuh. Terutama pada bagian lengan dan perut. Ah, sial! Jika saja dia tidak ditemani kawanannya pasti aku bisa membalas perbuatannya tersebut. Dasar pengecut kau, Dosan!

     Sambil memegang kepala yang terasa kunang-kunang. Aku mencoba mengingat kapan terakhir kali aku terbujur di sini. Kalau tidak salah pada siang hari. Dan sungguh tidak menduga bahwa selama itu aku tidak sadarkan diri. Setelah menetralkan diri sejenak, dengan terhuyung-huyung menghampiri motor yang terparkir berdekatan dengan lampu sorot.

     Begitu menelisik wajahku pada pantulan kaca spion dibantu pendaran cahaya kekuningan, terdapat luka lebam pada bagian kelopak mata, pada bagian rahang kiri, dan pada bagian bawah dagu. Aku menyentuh ujung hidung, terdapat cairan kental pekat yang sudah mengering. Juga pada bagian mulutku.

     Bagaimana caranya aku pulang dengan keadaan seperti ini? Lantas aku merogoh saku celana dan melihat empat digit angka pada ponsel genggam bermerek Blueberry ini.

     Pukul 20.00 PM. Gawat. Jam segini keluargaku masih terjaga, mereka baru bisa tidur di antara pukul 21.00 dan pukul 22.00 malam.

     Kalau mereka melihat keadaanku yang seperti ini, pasti mereka bertanya-tanya. Yang mana pertanyaan tersebut enggan kujawab. Tanpa berpikir panjang, lantas aku melangkah gontai menuju jalanan sana. Berharap sesiapapun agar bisa membantuku sekarang. Begitu tiba di bagian ujung gang. Kepalaku mencuat dari balik dinding, mengamati keadaan sekitar.

     Lengang. Hembusan angin lewat sejenak. Aku menggerutu. Beberapa saat, aku menemukan seseorang yang berjalan keluar dari toko. Ketika diperhatikan dengan seksama, aku sangat mengenali perawakannya. Sebelum punggungnya pergi menjauh, lantas meraba-raba di dekatku, sebuah kaleng soda penyok kemudian mengambil ancang-ancang lalu membalingkan benda alumunium itu dan mengenai sebidang punggungnya.

     Dia berbalik badan. Aku semakin mencuat kepala dari dinding, mengibas-ngibaskan tangan agar dia berjalan mendekat.

     "Bro, wajahmu persis seperti kau dipukuli oleh Hulk. Apa kau tadi habis berkelahi?"

     Kami berdua berada di luar mini market sekarang. Duduk di sebuah kursi dan meja yang tersedia. Setelah bertanya kenapa Namhyuck terlihat berada di sekitar sini, ternyata dia memang tinggal di suatu wilayah Gangnam rupanya. Jadi, bisa dibilang pertemuan kami bukan merupakan suatu kebetulan.

     Seperti yang kuminta, Si tambun membelikan salep, tisu beserta krim wajah supaya menyamarkan bekas luka. Aku menoleh sinis sekilas ketika tangan gempalnya berhenti memoles wajahku. Tisu-tisu bercak merah darah berserakan di atas meja. Selain mengelap darah yang mengering, sempat pula hidungku mimisan tadi.

     "Apa kau perlu berhenti ketika memujiku? Kalau iya memangnya kenapa?"

     "Ah, oke oke. Aku hanya cukup tercengang."

     Namhyuck cengengesan. Lalu kembali melakukan seperti yang kuminta. Sekali dua kali aku mengaduh perih saat tangan gempalnya sedikit menekan bagian wajah yang lebam.

     "Jadi, kau berkelahi dengan siapa sampai membuatmu babak belur begini? Aku yakin sekali kau punya maksud tertentu seperti halnya yang kau lakukan dengan anak kelas sebelah tahun lalu," ujarnya sembari menaikkan sebelah bibir ke atas seolah meledekku.

We Come And GoWhere stories live. Discover now