Prolog

1K 23 8
                                    

Flashback Seno.

Juli 2013.

Hari perginya bokap dari rumah. Hari dimana gue dan Kak Sarah terpaksa memilih untuk ikut siapa.

Diantara semua pilihan di hidup gue, pilihan ini yang paling brengsek. Nggak ada pertanyaan yang lebih bingung di dunia ini selain pertanyaan "Kamu lebih sayang siapa? Mama atau Papa?"

Gue mulai mempertanyakan eksistensi gue di dunia. Begitu banyak anak yang lahir di dunia, begitu banyak pasangan yang menikah, begitu banyak perpisahan yang terjadi di dunia, kenapa harus gue yang harus ngerasain semua ini? Kenapa harus bokap dan nyokap yang pisah?

Apa gue nggak cukup jadi anak baik? Apa gue nggak cukup membuat mereka bertahan? Apa kehadiran gue dan Teh Sarah nggak membuat cinta mereka bertahan?

Derap langkah Teh Sarah yang sepagi ini sudah keluar rumah membuat gue sadar kalau Teteh mungkin lebih ngerasain beban yang parah dibanding gue. Dia anak pertama, kuliahnya baru aja kelar tapi dia belum juga dapat kerja. Sepagi tadi dia bilang sama gue buat jangan khawatir soal uang walau bokap sudah lepas tangan.

Bibirnya bilang jangan khawatir, padahal matanya sudah menyiratkan kekhawatiran luar biasa.

Gue yang nggak tahu arah ini malah membelokkan setir motor ke kampus lagi. Ini hari libur, mungkin kampus bakal sepi dibanding hari biasa. Gue coba melongok ke Direktorat Kemahasiswaan, menengok madingnya, berharap ada kesempatan buat gue dapat beasiswa. Malang nggak bisa ditolak, gue masih belom menemukan yang cocok.

Gue memutuskan duduk disalah satu kursi panjang tepat di depan mading itu, membuka Twitter dan melihat salah satu akun yang check in via Foursquare.

I'm at Perpustakaan LSI IPB.

Gue langsung membuka daftar kontak dan meneleponnya. Dering kedua, dia langsung angkat.

"Halo?"

"Dimana?"

"Perpus,"

"Lantai berapa?"

"Satu."

Dengan cepat langkah kaki gue tahu-tahu udah sampai di gedung perpus yang dipenuhi mahasiswa itu even di hari libur. Setelah drama scan KTM gue yang udah mulai bengkok, akhirnya gue masuk dan melintas di daerah mahasiswa yang duduk dengan laptopnya masing-masing. Celingukan sambil memperhatikan setiap orang sekitar gue. Batang hidung anak itu nggak keliatan sejauh ini.

"Lo nggak lagi di Perpus FMIPA kan? Awas aja lo lagi di Perpus FMIPA," sahut gue sambil meneleponnya lagi dan berjalan kesana kemari mencari sosoknya.

"Kagak lah emang gue bego apa. Gue lihat lo kok. Gue kesitu,"

Wendi dengan kacamata tebalnya dan rambut kuncir kudanya, datang menghampiri gue sambil kewalahan bawa buku-buku diktat. "Dari sekian banyak hari, lo memilih hari ini buat nyiksa gue?"

"Wen--"

"Ya?" sahutnya sambil menaruh satu-satu bukunya di meja dan mulai nyalain laptopnya di samping gue. Fokus dia masih pada laptopnya, gue dengan cepat menahan tangannya yang terus bergerak dan menggenggamnya. Ini selalu berhasil karena dia pasti langsung fokus lagi ke gue dengan cara itu.

Wendi menatap gue sekarang. "Gue sibuk, minggu depan Bokap ngajak mudik ke Yogya, jadi gue harus kelarin ini laporan sore ini--"

"Loh, mudik?"

Wendi mengangguk lagi, "Iya dong libur seminggu lumayan lah sebelum penelitian. Nanti susah kalau udah penelitian--"

"Kalau gue bilang lo jangan ikut. Boleh nggak?"

Into The Light (Seungwoo X Wendy) | COMPLETEDDonde viven las historias. Descúbrelo ahora