22. Here I Am

69 12 3
                                    

Seno memasuki lift gedung tempat kantornya bernaung dengan helaan napas panjang. Sepanjang weekend, ia susah tidur. Menyesali ucapannya pada Wendi yang tidak ada persiapan sama sekali. Pasti membingungkan untuk Wendi berada pada posisi itu. Gadis itu baru saja kecewa, hatinya sedang kalut, ditambah lagi dengan pengakuannya yang tiba-tiba.

Berulang kali ia menghela napas, hingga ia memutuskan untuk pergi ke lobi dan mencari secangkir kopi. Ia sudah berniat untuk membeli kopi langganannya yang sedikit menjorok letaknya di lobi itu ketika ia melihat Shila yang baru saja datang dari lobi depan dan terkesiap menatapnya.

"Seno. Boleh bicara sebentar?"

Tanpa banyak kata, Seno mendatangi gadis itu dan mengikutinya masuk ke kafenya. Seno duduk di meja yang paling dekat dengan jendela, menunggu Shila yang mempersiapkan minuman untuknya. Ia membuka pesan yang masuk ke hpnya, pesan dari Wisnu.

Wisnu MKT
Aman Bang, dia udah berangkat kerja

Senyum Seno mengembang seketika. Ia sudah hendak membalas ketika Shila datang membawakannya secangkir kopi hangat.

"Sorry, pagi ini jadi minum kopi buatan gue, bukan kopi sebelah,"

Seno hanya tersenyum sambil mengangkat cangkirnya dan mencoba mencium aromanya, "Hmmm Kintamani nih?"

Senyum Shila mengembang, "Baru kemarin datang,"

Seno mengecap rasa kopi itu perlahan, kemudian terfokus kembali pada gadis di depannya itu. "So, mau ngomongin apa?"

Shila duduk sambil memainkan jarinya, entah karena gugup atau karena bingung memulainya.

Seno mengetuk-ngetuk jarinya perlahan di pahanya sendiri, kemudian mencoba menebak sendiri, "Ini soal Wendi, Sakti, sama lo? Iya?"

Kepala Shila otomatis terangkat, "Lo udah tahu?"

"Pas banget gue abis ada acara sama Wendi, jadi gue yang anter ke Kokas. Tahu-tahu pas pulang dia nangis,"

"Gitu yah ... sumpah gue nggak tahu dia sekarang sama Sakti,"

Seno hanya tersenyum pahit.

"Kayaknya emang ada yang salah sama gue. Sampai ngancurin hati orang berulang kali," ucap Shila lagi dengan lirih.

"Not again ngomongin reinkarnasi,"

"Hah?"

Seno sedikit tergelak melihat wajah Shila yang kaget itu, "Wendi kemarin bilang katanya bisa jadi leluhur dia pernah ada salah sama leluhur lo. Aneh banget dia sampai mikir begitu,"

Shila hanya tersenyum pahit mendengar Seno yang tertawa sendiri, matanya menatap Seno lirih, "Lo ... sadar nggak sih kalau lo sesayang itu sama Wendi?"

"Oh ya?"

"Dari dulu Sen. Lo beneran nggak sadar ya?" sahut Shila sambil matanya menatap lurus ke arah Seno yang kini menghabiskan kopinya itu.

"Mata lo tuh berbinar tiap ceritain dia. Tiap lo ketemu gue, pasti lo cerita Wendi habis apa, Wendi sukanya apa. Liat gue makan, lo juga komen, 'Liat lo makan itu, gue jadi inget Wendi suka juga makanan itu'. Gue dulu jealous sama dia, Sen,"

Mata Seno membulat mendengar pengakuan Shila barusan. Ia tersenyum ganjil, "Sesering itu gue nyebut nama dia ya?"

"Gue udah tahap tahu dia suka apa aja, dia nggak suka apa aja, dia nggak bisa makan apa aja, dia punya riwayat sakit apa. Semuanya Sen,"

Seno diam-diam tersenyum. Memori akan masa-masa itu terulang kembali tiba-tiba di benaknya.

"Jujur sekarang gue bingung, gue ngerasa bersalah banget sama Wendi pas malam itu. Tapi pas gue lihat lo sekarang, gue juga ngerasa lo berhak berjuang buat Wendi. Gue kadang mikir, coba dulu gue nggak duain Sakti dan nggak mencoba main sama lo. Mungkin, lo sama Wendi udah berbeda sekarang,"

Into The Light (Seungwoo X Wendy) | COMPLETEDWhere stories live. Discover now