10. White Night

81 15 1
                                    

Muka tertekuk Wendi semakin menekuk sekian ruas begitu melihat Seno dan ibunya kini tampak akrab saling bernostalgia. Ibunya yang selama ini membutuhkan waktu cukup lama untuk bisa nyaman berbicara dengan Sakti, kini justru seakan tidak pernah kehabisan cerita di hadapan Seno.

"Oh emang anak Ibu tuh dua-duanya sama aja. Makan bakwan ada kolnya aja langsung sesak nggak karuan dan dibawa ke UGD," celoteh Ibu Wendi diselingi anggukan cepat Seno.

"Kayak gitu sok-sokan minum kopi tuh, Bu,"

"Emang Sen, besok kamu jewer aja itu. Wisnu itu ampun deh ndak bisa dibilangin. Katanya asem mulutnya kalau nggak ngopi seharian. Pusing Ibu,"

Wendi yang sejak tadi berada di dapur untuk membuatkan minuman, hanya bisa melengos. Situasi ini pasti tidak akan mengenakkan juga untuk Sakti yang tadi sudah bela-belain jemput ibunya ke bandara. Sakti yang seharusnya bisa langsung pulang sehabis lembur demi berkutat dengan mesin-mesin itu, justru kini terjebak di rumahnya dan melihat masa lalunya begitu akrab dengan ibu dari pacarnya.

Pelik banget memang. Rasanya Wendi mau menghilang aja saking tidak tahu harus berbuat apa.

Kepala Sakti tiba-tiba nongol, ia habis berbincang juga dengan Wisnu yang memang mutusin buat tiduran di kamar. Padahal Wendi yakin banget kedua orang itu pasti main PS di kamar bukannya istirahat.

"Wisnu main PS terus ketiduran,"

"Nggak heran, tapi dia udah minum obatnya kan?"

"Udah kok di hadapan aku langsung minum," sahut Sakti sambil perlahan mendekat dan berdiri di samping Wendi yang masih mengaduk teh, "Capek nggak? Biar aku aja sini,"

Wendi menggeleng lemah, "Udah kamu duduk aja,"

Sakti tidak menurut, ia tetap berdiri di samping Wendi sambil sedikit mengintip ke arah sofa tempat Seno dan ibunya Wendi bercengkrama. Wendi bisa tebak dari gurat wajahnya kalau pria itu sedikit tidak nyaman, "Jangan dipikirin yah. Ibu lama nggak ketemu Seno soalnya jadi agak heboh,"

Sakti hanya diam sambil tatapannya masih menerawang ke arah kedua manusia yang menjadi objek pembicaraan itu mereka itu. Suara denting sendok dari tangan Wendi terdengar sejenak diantara keduanya yang terdiam dengan pikiran masing-masing.

"Jadi Seno itu atasan kerjanya Wisnu?"

Wendi yang sejak tadi hanya fokus pada deretan cangkir akhirnya mendongak, "Iya, baru sekitar tiga bulanan gitu,"

"Berarti pas yang ketemu di Bogor itu posisinya kamu udah tahu?"

"Iya, tahu karena nggak sengaja Wisnu cerita soal bos barunya,"

"Aku agak kaget lihat dia tadi disini. Di rumah kamu,"

Wendi menangkap getir suara Sakti barusan. Ia menyelesaikan pekerjaannya dan menyeka tangannya dari butiran gula yang jatuh. Ia menghela napas sambil menatap Sakti yang kini menatapnya juga. Wendi bisa merasakan aura Sakti yang agak aneh menatapnya lebih dalam dari biasanya.

"Lain kali kamu harus cerita ya Wen,"

"Maaf, aku pikir nggak penting dan ... buat apa juga--"

"Penting Wen. Justru penting banget karena dia orangnya,"

Wendi menghela napasnya sambil menatap pria itu lekat-lekat. Pertama kalinya bagi Wendi menyaksikan mata Sakti dengan aura seperti itu. Aura yang belum pernah terbaca oleh Wendi sebelumnya. Sakti tidak membalas sambil pandangannya kini ia alihkan ke arah lain, "Kalau tadi nggak ada Ibu, mungkin aku bakal langsung berpikir yang nggak-nggak,"

"Kamu pikir aku bakal ngapain?" potong Wendi sambil menahan volume suaranya agar tidak terdengar keluar. Sakti mendekat agar suara mereka hanya terdengar satu sama lain.

Into The Light (Seungwoo X Wendy) | COMPLETEDWhere stories live. Discover now