8. Fever

81 17 4
                                    

Senin lagi. Padat lagi.

Belum juga setengah hari namun Wendi sudah kehilangan napasnya berulang kali. Ia sedang meracik formula yang disarankan Juna tadi pagi dan masih berjibaku dengan beberapa beaker glass dan mixer besar di depannya. Perlahan ia memasukkan material itu satu-persatu dengan timbangan akurat ke beaker glass yang besar yang kini sedang diaduk dengan kecepatan sedang.

Ia merasakan hpnya sejak tadi bergetar di saku jas labnya. Tanggung, dia akhirnya mengabaikannya dan tetap fokus dengan tangannya yang berulang kali berhati-hati menimbang material. Sampel Prototype ini sudah ditagih tim Marketing dan Wendi malas banget urusan sama orang-orang yang nggak sabaran. Namun hpnya kembali bergetar lagi sehingga kali ini dengan terpaksa ia membuka hand gloves-nya dan mengambil hp itu dengan gusar.

Nomornya tidak dikenal. Ia meragu saat hendak menjawab karena takut ditawari kartu kredit lagi seperti biasanya. Ia mengangkat telepon dengan sedikit berhati-hati.

"Halo, selamat siang," suara lelaki menyambutnya kali ini. Suaranya begitu renyah, Wendi sempat memujinya dalam hati.

"Iya, dengan siapa?"

"Maaf saya atasannya adik Anda. Mau ngabarin ini anaknya masuk UGD Mbak,"

Wendi mengernyitkan dahinya. Jangan-jangan ini modus penipuan seperti yang Wendi sering dengar belakangan ini. Ia menggigit bibir, berusaha tenang.

Ia harus fokus, tidak boleh panik karena pasti penipu akan mempergunakan kepanikan ini. Wendi akhirnya menghela napas dalam-dalam dan melanjutkan, "Hayo, mau nipu ya? Adik gue sehat-sehat aja loh tadi gue yang anter sendiri ke stasiun. Hayo? Mau ngaku aja nggak lo nipu?"

"Loh tapi--"

"Jangan nipu ya lo! Bisa-bisanya nipu siang hari bolong mana masih hari Senin. Gue nggak takut ya. Gue nggak akan ketipu! Gue catet ya nomor lo, gue sebar di Twitter sekalian biar penipu kayak lo jera. Jangan kayak gitu lah nyari duit!"

"Loh Mbak ini saya beneran sama adeknya. Mbak ini gimana--"

"Haha panik ya? Takut ya ketahuan sama gue? Udahlah kerja aja yang bener jangan nipu!"

"T-tapi ini saya beneran loh sama Wisnu, adiknya Mbak. HP-nya Wisnu tadi mau saya pakai telpon Mbak malah keburu mati makanya nelpon pakai hp saya,"

Wait. Kok dia tahu nama adik gue, batin Wendi meragu.

Terdengar suara lelaki itu seperti ngobrol dengan orang lain. Tuh kan, ini pasti kebetulan. Ini pasti kebetulan saja lelaki itu bisa menebak nama adiknya. Atau mungkin mereka sudah mencari tahu lewat sosmed karena Wendi sering tag Wisnu di Instagram. Wendi menggeleng-geleng. Ia harus tetap fokus. Mereka pasti sedang ngobrolin siasat biar bisa menipunya.

"Kak ... ini gue,"

Wait, kayak suara Wisnu? Wendi mulai tergagap.

"B-bohong. Coba sebut nama lengkap lo!"

"WISNU MAHARDIKA. ASTAGA KAKAK!"

"HAH BENERAN WISNU? LO DIMANA?"

"HAH BENERAN WISNU? LO DIMANA?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Into The Light (Seungwoo X Wendy) | COMPLETEDWhere stories live. Discover now