19. I'm Still Loving You

87 13 6
                                    

Sebenarnya setelah sarapan sekaligus makan siang nasi ulam hasil rekomendasi Shila (yang ternyata memang enak banget menurut Sakti), tadinya Sakti ingin langsung beranjak pulang. Celakanya, gadis itu tidak sengaja menumpahkan minuman jeruk hangatnya ke celana Sakti. Alhasil Sakti harus menetap sementara dahulu di apartemen gadis itu sembari menunggu celananya kering dicuci.

Sakti berusaha keras menolak, namun kalau ia memaksa pergi ke mall dengan keadaan celana basah sepertinya juga bukan ide yang baik. Jadi ia nurut saja ketika Shila menawarkannya untuk memakai celana training milik Shila yang size-nya terlalu besar itu, hasil dari endorse sebelumnya.

"Kan... untung pas ya," seru Shila begitu Sakti keluar dari toilet dan memasang wajah senewen.

"Aku bakal trauma dulu sementara waktu sama jeruk anget kayaknya," sahut Sakti dengan wajah yang pura-pura menekuk ke arah gadis itu. Shila hanya tertawa sambil menekan tombol di mesin cuci otomatisnya.

"Lupa nawarin minum, mau minum apa? sahut gadis itu sambil beranjak berdiri menuju dapur. Sakti hanya mengangkat bahu.

"Apa aja asal bukan jeruk anget,"

"Nyindir? Ada banyak pilihan nih,"

"Waw sejak kapan seorang Shila main di dapur?" sahut Sakti mengikuti langkah gadis itu ke dapur kecil miliknya.

Gadis itu hanya tersenyum sambil mengambil alat hand drip coffee miliknya. "Lupa ya aku punya sertifikat barista?"

Sakti mengangguk-angguk cepat, "Okay, okay, bikinin aku apa aja deh,"

Shila hanya tersenyum sambil mulai serius meracik kopi di dapur kecilnya itu. Sakti kemudian duduk di salah satu kursi meja makan yang berhadapan dapur kecil itu sambil jari-jemarinya mulai memainkan bunga pajangan di tengah meja. Suasana berubah menjadi sedikit canggung begitu keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya ada suara Shilla yang sedang memainkan alat penghancur biji kopi di tangannya.

"Cowok itu juga suka kopi kan?"

Tiba-tiba saja kata itu meluncur dari bibir Sakti tanpa permisi. Membuat Shila terdiam sejenak.

"Gimana kabar dia sekarang?"

"Kabarnya baik,"

Sakti mengangguk-angguk lemah, tahu bahwa pertanyaan ini cukup bodoh untuk sekedar berbasa-basi. Shila tampak fokus dengan kegiatannya sendiri, sementara Sakti berusaha bersikap biasa saja. Walau jauh dalam hatinya, ia masih dongkol akan mulutnya sendiri yang tidak tahu situasi.

"Aku memang belajar kopi karena dia suka cerita soal itu pas kuliah. Sampai dia bermimpi punya kafe sendiri. Tiba-tiba aja terlintas ide di kepala, kenapa aku nggak belajar aja? Toh dikit-dikit aku tahu soal kopi," lanjut Shila tanpa beban, cukup membuat Sakti kaget dengan reaksi gadis itu.

"Pas dia nggak datang lagi, aku malah makin ingin belajar hal ini lebih dalam. Kalau-kalau dia kembali dan melihatku sudah pintar, siapa tahu hatinya luluh lagi,"

Shila mulai melangkahkan kakinya ke arah meja makan, tempat Sakti duduk termangu menatapnya, "Tapi ... dia nggak kembali. Kami bertemu lagi, tapi ternyata bukan kopi lagi sumber bahagianya," ucap Shila sambil menaruh secangkir kopi yang harumnya langsung tertangkap oleh indra penciuman Sakti.

"Tapi ... sekarang begitu aku udah dewasa gini, baru sadar juga sih. Emang di hatinya udah ada orang lain dari dulu. Bodohnya aku juga baru sadar sekarang,"

Sakti tersenyum tipis sambil menerima cangkir dengan aroma yang semerbak dan memanjakan indra penciuman dan indra pengecapnya itu. Ia tersenyum puas, "Buah dari rasa pahit di hati kamu justru jadi enak begini,"

Into The Light (Seungwoo X Wendy) | COMPLETEDWhere stories live. Discover now