11. While The Memory Fall A Sleep

79 13 5
                                    

"Halo Pak Seno," suara lembut gadis itu tidak jauh berbeda dengan saat ia masih remaja. Lembut, memanjakan telinganya. Ia bahkan rela dikasih waktu berjam-jam hanya untuk mendengar suara itu tanpa pernah merasa bosan.

Gadis itu datang dengan busana yang sangat kasual, atasan kemeja longgar dengan bawahan celana skinny jeans dan heels berhak rendah berwarna senada dengan kemejanya. Ia hanya membawa pouch dan hp di tangannya, mungkin karena niatnya hanya mampir sebentar juga.

Rambutnya kini lebih hitam legam dan lebih panjang jika dibandingkan dengan yang Seno ingat. Wajahnya hanya dipoles dengan make up yang super tipis, tapi sudah cukup membuat Seno sedikit kagum olehnya.

Wisnu yang tidak tahu menahu masih saja menjelaskan asal muasal mereka ingin memilih gadis itu. Kecantikan dan talentanya sudah diketahui banyak orang. Beberapa judul FTV dan sinetron yang ia mainkan juga laris dan menghasilkan banyak penonton. Instagram-nya penuh oleh endorsement dan diimbangi pula oleh dikenalnya ia sebagai salah satu artis yang dermawan dan suka menyedekahkan hasil keringatnya untuk orang tidak mampu.

Fotonya sudah berulang kali seliweran di banyak acara amal, membuat perusahaan mereka menjadi yakin memilih Shilla sebagai salah satu calon ikon produk mereka.

Mata Seno masih tertuju pada gadis itu, bahkan setelah beberapa tahun waktu diantara mereka telah terlewati. Parasnya lebih tegas namun tatapannya masih selembut saat dulu pertama kali mereka bertemu di masa ospek mahasiswa baru. Seno berulang kali harus sadar diri agar tidak ketahuan kalau sejak tadi ia benar-benar terpesona olehnya.

".... dan kebetulan dia juga baru buka coffee shop di bawah. Kopi yang tadi Bang Seno minum itu, saya beli disana-- Bang? Bang Seno? Kenapa Bang?"

Suara Wisnu tiba-tiba memaksa Seno untuk kembali ke dunia nyata. Ia berdeham sekali lagi sambil tersenyum gelagapan. Shila tertawa kecil ke arahnya sambil memberikan beberapa lembar kertas yang membuat Wisnu terperangah.

"Kupon diskon, Kak?"

"Iya, saya tahu kok kamu juga udah dua hari ini nggak ke kafe. Kata Bayu sakit ya? Nanti bawa ini aja ya kalau datang lagi--" ujar Shilla sambil beralih ke Seno lagi, "--sama Pak Seno juga. Saya tahu Pak Seno suka kopi,"

Seno mendadak batuk dan menatap Shila dengan canggung. Wisnu yang tidak paham hanya menatap keduanya linglung yang dibalas oleh tawa kecil Shila.

"Pak Seno ini teman kuliah saya. Kami dulu sekelas kok. Cuma dulu Pak Seno cuma fokus sama dirinya sendiri jadi nggak pernah lihat sekitar. Iya kan Pak?"

Mata Seno hanya membulat, dengan cepat ia menguasai situasi lagi dan berdeham. "Hah, apaan ..."

Bibir Wisnu membulat seketika, seakan baru mengerti situasinya. "Ah, saya nggak pernah liat Bang Seno gugup gini di depan cewek sih ... jadi hmmmm ..."

"Wisnu? Nggak--"

"Saya cuma 'hmmm'?" ujar Wisnu pura-pura bolot tapi juga langsung tahu kalau situasi ini memang lucu jika ia harus berada di posisi Seno.

"Jadi ... lo calon BA kita?"

Shila hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum tipis ke arah Seno, "Well bisa jadi fix aja nggak sih berhubung kita dulu sekelas?"

"Well, tergantung. Emang lo pakai produk kita? Nggak yakin gue, produk yang lo pakai pasti yang jutaan kan,"

Shila hanya menyeringai tipis sambil membuka pouch-nya yang ternyata berisi lip cream dan loose powder dari brand perusahaan itu. Seno mengangkat sebelah alisnya.

"Gimmick aja paling nih! Dulu masih mahasiswa aja lipstick lo Dior!"

Shila hanya tertawa kecil diikuti Seno yang juga tertawa sambil terus menggoda Shila yang mengelak dibilang gimmick. Wisnu yang berada ditengah mereka hanya ikut tertawa salah tingkah sambil memperhatikan keduanya.

Into The Light (Seungwoo X Wendy) | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang