24. Like Water

64 11 2
                                    

Wisnu pernah melihat Wendi dengan segala kekacauannya sebelumnya, namun kali ini gadis itu sangat kacau. Sebentar-sebentar ia bisa ketawa, lalu kemudian bisa menangis hanya karena melihat iklan pizza yang muncul di televisi.

Sebentar-sebentar gadis itu hanya diam melamun, namun sedetik kemudian tiba-tiba suka ngelantur.

'Potong pendek apa ya? Terus warnain rambut yang warna-warni kayak rambut Kang Seungsik pas comeback ini. Cakep kan rambut Kang Seungsik?'

Wisnu biasanya cuma geleng-geleng sambil membatin karena dia saja tidak tahu yang mana Kang Seungsik itu dari 6 pria yang kini memenuhi layarnya belakangan ini.

Mode Kpopers Wendi tiba-tiba meningkat drastis, ia putar satu album berulang kali dengan suara keras di TV, iPad, Macbook, bahkan iPhone-nya sendiri. Dengan segala aturan yang Wisnu kurang paham seperti volume tidak boleh kurang dari 50%, kualitas video juga harus diatas 480p, dan bahkan jika ada iklan tidak boleh di-skip.

Wisnu sampai senewen sampai akhirnya rela membayar biaya Youtube Premium agar tidak berulang kali melihat Ads salah satu aplikasi grammar yang sudah ia hapal diluar kepala teksnya itu.

"Mau kemana?" ujar Wisnu kala itu yang melihat Wendi memakai jaket kupluk dengan wajah super berantakan, "Jangan deket-deket ke jembatan ya, takut loncat,"

"Apaan sih gue baik-baik aja," sahutnya sambil mengikat rambutnya menyerupai ekor kuda. Wisnu menghela napas.

"Lo tuh kalau sedih, akuin aja kalau sedih. Jangan begini, Kak, gue jadi serem,"

Wendi tetap diam, matanya terlihat sayu. Entah berapa malam dalam seminggu ini ia sulit tidur. Sebentar bisa pulas, sebentar kemudian bisa langsung bangun disusul air mata yang tiba-tiba jatuh tanpa permisi.

"Gue perlu temenin nggak?" sahut Wisnu sambil mendatangi kakaknya yang kini sudah berada di teras rumah dan sedang memakai sepatu larinya. Wendi hanya menoleh sekilas.

"Terserah."

Wisnu hanya tersenyum sambil akhirnya segera kembali ke kamar dan mengambil jaket larinya, "Pemanasan dulu deh lo. Gue nggak mau gendong orang di hari minggu yang cerah ini!" sahutnya kembali dari dalam kamar, membuat Wendi hanya tersenyum samar.

Wendi kemudian menurut dan mulai meregangkan kaki serta tangannya. Wisnu tak lama kemudian kembali ke teras dengan setelan olahraganya dan langsung mengambil posisi pemanasan juga.

"Gue ke Bandung ya besok," ucapnya kemudian sambil mengambil gerakan menahan kepalanya menengok ke arah kiri lalu ke kanan. "Mau Market Visit*, soalnya,"

"Kok dadakan?" sahut Wisnu sedikit mendelik. "Berapa hari?"

"Seminggu. Kayak nggak tahu aja kantor gue. Apa-apa serba Proyek Roro Jongrang,"

Wisnu menatapnya curiga, ia mengayun-ayunkan kedua tangannya dengan gerakan memutar. "Ini kerja kedok healing karena patah hati?"

"Nah lo pinter. Capek gue di kantor digosipin orang-orang. Udah beredar kabar kalau gue diputusin," sahut Wendi lagi sambil mengencangkan tali sepatunya.

Sambil mengedikkan kepala, gadis itu akhirnya bergegas menggerakkan tubuhnya sambil membuka pagar. Mau tidak mau Wisnu mengikutinya dan mencoba mensejajarkan langkahnya dengan gadis itu.

Wendi tampak berlari dengan tenang, walau hatinya dirundung rasa gelisah. Seminggu kemarin di kantor rasanya seperti bertahun-tahun lamanya. Baru kali itu ia merasa takut untuk datang bekerja. Takut menghadapi orang-orang.

Siapapun yang lewat kubikalnya, diam-diam suka memperhatikan dia dengan tatap curiga. Wendi yakin, semua orang sudah gosipin dia apalagi selama ini memang gadis-gadis single itu mengincar Sakti karena kesempurnaannya baik dalam bekerja maupun dalam penampilan.

Into The Light (Seungwoo X Wendy) | COMPLETEDWhere stories live. Discover now