💑Dia suka, Dio enggak💑

24 9 11
                                    

[UTAMAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!]

<Happy reading>

💑

Lagi-lagi Pak Bondan memberikan tugas kelompok di kelas 12 Ips 3. Tiada hari tanpa tugas kelompok. Kali ini tugas mereka adalah mensurvei jalanan untuk mencari seseorang yang akan diwawancarai. Seperti tukang penyapu jalan, anak jalanan, pedagang kaki lima, dan sebagainya yang akan menjadi target mereka.

Pak Bondan memberikan waktu satu minggu untuk mengumpulkan tugasnya dalam bentuk video, dan kelompok mereka masih sama seperti sebelumnya.

Awalnya banyak yang mengeluh tentang tugasnya. Kata mereka, 'ribet, susah, gak ngerti, males' dan sebagainya. Tapi dengan tegasnya pak Bondan bilang,

"Kalian itu sudah kelas 12, harus banyak praktek dan belajar bersosialisasi dengan orang lain. Dengan adanya tugas ini kalian akan mengerti apa itu arti kekompakan, cara menghargai orang lain, dan kalian akan tau bagaimana kehidupan mereka di jalanan."

***

"Pesen siomaynya dua, ya, Mang."

"Di piring apa plastik?"

"Di piring aja."

"Okee siap! Tunggu sebentar, ya."

Fia mengangguk sambil berdehem. Sambil menunggu pesanannya siap, Fia menyapu pandangannya ke sembarang arah. Saat Fia menolehkan kepalanya ke belakang, ia melihat ada Dio di sana sedang makan bersama teman-temannya. Ada Dini juga yang bergabung di sana. Tentunya bersama Raden.

"Mang, siomay dua, ya."

Fia menolehkan kepalanya seperti semula ketika mendengar suara yang dikenalnya. Raut wajahnya seketika berubah datar saat ada Rora di sana sedang memesan siomay juga.

Rora membalas tatapan Fia, lalu tersenyum tipis. Berbeda dengan Fia yang tak membalas sedikit pun.

"Di piring apa di plastik?"

Pertanyaan tukang siomay memecah suasana tegang di antara mereka.

"Piring aja," jawab Rora mengalihkan pandangannya dari Fia.

Mereka sama-sama diam. Tidak saling bertegur sapa apalagi mengobrol. Fia memilih memainkan ponselnya. Beberapa saat kemudian, pesanannya sudah siap. Fia membayarnya lalu mengambil dua piring itu, lalu membawanya menuju mejanya.

***

"Pak Bondan seneng banget, ya setiap hari ngasih tugas kelompok. Kelas gue aja gak pernah tuh." Fia mendumel setelah Dio memberitahu kalau dia ada tugas kelompok lagi.

"Gak boleh gitu, Fi," tegur Dio dengan nada lembut.

"Yaa habisnya," tukas Fia sembari mencebikkan bibirnya. "Siapa aja kelompoknya?" tanyanya kemudian.

"Masih sama yang kemarin," jawab Dio tanpa menoleh pada Fia.

Masih sama? Berarti sama-

"Sama Rora?" tanya Fia memastikan. Walaupun sudah pasti yakin dengan Rora, Fia hanya bertanya saja. Kemudian, Dio mengangguk sambil berdehem.

"Kenapa?" tanya Dio sekilas menoleh pada Fia yang sudah memasang wajah cemberut.

"Kenapa apa?" tanya Fia pura-pura tidak tau.

"Yaa itu. Setiap ada nama 'Rora', muka lo langsung cemberut gitu."

Dio ternyata menyadarinya selama ini.

"Yaa gak suka aja," balas Fia ogah-ogahan.

"Gak sukanya kenapa?" tanya Dio lagi. Terus mendesak Fia agar menjelaskan semuanya.

Fia menghela napasnya. Lalu menghadapkan tubuhnya pada Dio. Menatap lelaki itu dengan lekat.

"Lo beneran gak nyadar, Yo?"

"Alhamdulillah gue masih sadar kok," jawab Dio tidak nyambung sama sekali. Membuat Fia yang mendengarnya langsung berdecak kesal.

"Ihh maksud gue, lo gak sadar kalo Rora sebenernya suka sama lo?" sambung Fia dengan cepat.

Dio tidak terkejut sama sekali. Wajahnya nampak biasa-biasa saja.

"Tau dari siapa? Rora yang bilang sendiri ke lo?" tanya Dio menaikkan sebelah alisnya.

"Enggak! Tapi, yaa ... gue tau kalo dia suka sama lo. Dari gelagatnya. Selalu deketin lo," ujar Fia dengan nada julid.

"Yaa terus kenapa kalo Rora suka sama gue?" tanya Dio masih dengan nada tenang.

"Jadi, lo ngizinin Rora suka sama lo?"

Pertanyaan Fia membuat Dio menghembuskan napasnya pelan.

"Bukan gitu, Fi." Dio berhenti sejenak untuk memikirkan kata-kata yang pas agar Fia tidak salah paham. "Rasa suka itu, kan hak orang lain. Haknya mereka. Haknya Rora. Kalo Rora emang beneran suka sama gue, yaa itu terserah dia, haknya dia."

"Tapi gue gak suka kalo Rora sukanya sama lo. Dia, kan tau kita udah-"

"Iyaa, Fi tau. Lagian yang suka 'kan Rora. Sedangkan gue? Gue cuma anggap dia temen, Fi. Gak lebih."

Ada rasa bahagia ketika Dio bilang kalau dia tidak menyukai Rora dan hanya menganggap gadis itu sebagai teman. Tidak lebih.

"Jadi, Dio gak suka?" tanya Fia sekali lagi. Ia butuh jawaban yang jelas.

"He'em!" Dio mengangguk yakin.

"Kalo tiba-tiba Rora nembak lo, terus lo bakal jawab apa?" tanya Fia ngawur ke mana-mana.

"Pertanyaan lo terlalu jauh, Fi." Tangan kiri Dio bergerak mengusak atas kepala Fia karena terlalu gemas. "Buang jauh-jauh deh overthinking lo itu."

"Yaa habisnya!"

"Udah-udah gak usah mikirin itu. Jalan-jalan yuk!"

Fia langsung mengerjap cepat. Seketika ia tersenyum. Melupakan pembicaraan tadi yang sempat membuatnya emosi. Menatap Dio dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Kenapa lagi?" tanya Dio melirik ke arah Fia.

"Tumben duluan yang ngajak?"

"Yaudah gak jadi," balas Dio dan langsung memasang wajah ngambek. Pura-pura mengalihkan pandangannya dari Fia.

Fia langsung panik. Dengan cepat memegang tangan Dio dan membujuk lelaki itu.

"Eh iya iya! Jangan marah dong. Ayok. Mau ke mana?" Fia mengerjapkan matanya berkali-kali berharap Dio luluh.

Dio menahan senyumnya, dan perlahan menoleh pada Fia. "Canda, wlee," katanya sambil menjulurkan lidahnya.

"Aw!" Sedetik kemudian, Dio memekik kesakitan ketika Fia menggigit lengannya.

"Kok digigit sih?" tanya Dio meringis sembari mengusap lengannya yang baru saja digigit oleh Fia.

"Iseng sih," jawab Fia tanpa dosa.

"Untung gak oleng nih setir," kata Dio yang masih memperhatikan jalan. Fia malah terkekeh mendengarnya.

"Jadinya mau ke mana?" tanya Fia dengan mata berbinar.

<Tbc>

💑

The Couple✔Where stories live. Discover now